Pengertian Dan Sejarah Wujuh dan Nazha'ir (Al-Wujuh wa An-Nazhair)


Menurut arti bahasa Al-wujuh dan nazha’ir mempunyai arti sebagai berikut; Al-wujuh merupakan lafal jama’ dari bentuk mufrod wajhun sehingga berarti bermacam-macam/beragam, sedangkan lafal nazha’ir juga bentuk jama’ dari lafal nadzrun yang berarti kesamaan atau sepadan [1]. Bermula dari arti bahasa tersebut maka muncul pengertian bahwa Al-wujuh ialah lafal yang mempunyai arti/makna banyak yang digunakan dalam pelbagai bentuk jumlah kalimat yang berbeda-beda. Dan nazha’ir adalah lafal yang bersepakat mempunyai arti sama walaupun dalam bentuk jumlah kalimat (ayat-ayat Al-Qur’an) yang berbeda-beda.

Secara istilah, Ibnu jauzi mendefinisikan al-Wujûh wa al-Nazha`ir sebagaimana dikutip oleh Salwa Muhammad yaitu “adanya suatu kata yang disebutkan dalam tempat tertentu dalam al-Qur’ân dengan suatu lafazh dan harakat tertentu, dan dimaksudkan untuk makna yang berbeda dengan tempat lainnya. Maka, kata yang disebutkan pada suatu tempat yang sama maknanya dengan yang disebutkan pada tempat lainnya disebut nazhâ`ir dan makna setiap kata yang berbeda pada setiap tempatnya disebut wujûh, jadi nazha`ir adalah sebutan untuk lafazh dan wujûh sebutan untuk makna yang beragam.”

Iman Az- Zarkasyi dalam kitabnya Al- Burhan fi Ulum Al- Qur’an, mendefinisikan wujuh dan nazha’ir secara sederhana. Az-Zarkasyi  mengemukakan bahwa wujuh adalah suatu lafal yang memiliki makna ganda yang digunakan dalam maknanya yang beragam. Sedangkan nazha’ir adalah lafal yang memiliki suatu makna tertentu yang tetap sekalipun digunakan dalam berbagai tempat.
Imam Al-Shuyuti menjelaskan pengertian definitif Al-wujuh dan nazha’ir: Al-wujuh adalah lafaz musytarak yang digunakan dalam beberapa ragam maknanya, seperti lafaz ‘ummah’. Dan nazha’ir adalah seperti lafaz-lafaz yang bersesuaian (lafaz al-mutawathi’ah).[2]

Akan tetapi, Salwa Muhammad mengkritik definisi ini. Menurutnya, pada definisi ini terjadi pencampuradukan antara sudut pandang bahasa Alquran dengan sudut pandang bahasa Arab. Memang Alquran berbahasa Arab, namun bahasa Alquran lebih khas dari bahasa Arab sehingga bahasa Arab merupakan alat bantu untuk memahami bahasa Alquran.

Salwa Muhammad mempertanyakan redaksi “musytarak” dalam definisi di atas. Pada dasarnya, musytarak merupakan suatu terminologi dalam ilmu bahasa Arab. Ia menyatakan bahwa Al-Shuyuti tidak menjelaskan apakah yang dimaksud dengan musytarak di sana lafaz-lafaz yang memiliki banyak makna terkhusus bagi Alquran ataukah dalam penggunaan bahasa secara umum, atau keduanya sama saja. akan tetapi, menurut Salwa Muhammad, hal itu berbeda. Karena mungkin saja ada lafaz yang musytarak secara bahasa, namun tidak terdapat dalam Alquran, atau lafaz musytarak tersebut dalam Alquran hanya mempunyai satu tunjukan makna saja, atau mungkin juga musytarak-nya suatu lafaz hanya pada Alquran saja, dalam artian, orang Arab sendiri baru mengetahui bahwa lafaz itu musytarak semenjak ditunjukkan oleh Alquran. Akan tetapi, sayangnya Ia tidak mencantumkan kemungkinan-kemungkinan yang disuguhkannya.

Ilmu wujuh dan nazhair ialah ilmu yang membahas kata-kata dalam Alquran yang mempunyai banyak arti dan makna yang di maksud dalam satu ayat. Kaidah Al-wujuh dan nazha’ir merupakan salah satu qaidah yang dibutuhkan oleh seorang mufassir, seorang mufassir dari zaman klasik-kontemporer harus memahami kaidah ini. Hal ini berdasarkan hadits mauquf dari riwayat yang dikeluarkan oleh ibn sa’d dari abi darda’, (namun ada yang mengatakan hadits ini riwayat dari muqotil) menyatakan bahwa: “Seseorang tidak akan benar-benar paham Al-Qur’an sebelum ia mengetahui makna yang beragam dalam Al-Qur’an”. [3]

Permasalahan tentang al-wujuh wa al-nazha`ir ini pertama kali diperkenalkan oleh Muqatil bin Sulaiman semenjak abad kedua Hijriah, yang kemudian dilanjutkan oleh generasi sesudahnya seperti Ibn Jauzi, Ibn Damighani, Abu al-Husain Muhammad ibn Abd Shamad Al-Mishri, dan lain-lain. Disamping itu, juga terdapat karangan-karangan yang tidak sampai kepada kita secara kongkrit, melainkan hanya dalam bentuk informasi, yaitu karangan ‘Ikrimah Maula Ibn ‘Abbas (w. 105 H) dan La’la bin Abi Thalhah (w. 143) [4]. Tentunya, dengan perkembangan waktu dan  ilmu pengetahuan, karangan-karangan terkait hal ini semakin bertambah. Seperti kitab nazhatul al-a’yan al-nawadhir fi al-wujuh wa al-nazha’ir karangan Jamaluddin Aljauziy, lalu al-wujuh wa al-nazha’ir fi Al-Qur’an al-karim karya Sulaiman Ibn Sholih Al-Qar’awi Al-Bukhly, Harun ibn Musa dengan judul yang sama, Yahya bin Sallam dengan judul al-Tasharif, selanjutnya masih ada Ibn Za’wani, Al-Damighani Al-Wa’iz, Abu Husain Ibn Faris, dan sebagainya.

Karya-karya dalam ilmu Al-wujuh wa nazhoir, antaralain:
  1. al-Al-wujuh wa an-Nazhoir fi al-Qur’an al-Azhim, karangan Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H).
  2. al-Al-wujuh wa an-Nazhoir fi al-Qur’an al-Karim, karangan Harun bin Musa (w. 170H).
  3. at-Tashorif, karangan Yahya bin Salam (w. 200H).
  4. Tahshilu nazhoir al-Qur’an, karangan Hakim at-Tirmidzi (w. 320 H)
  5. Al-wujuh al-Qur’an, karangan al-Hairy (w.430 H).
  6. al-Al-wujuh wa an-Nazhoir li alfazdi Kitabullah al-‘Aziz, karangan ad-Damigany (w.478).
  7. Nuzhatul al- A’yan al-Nawazhir fi ‘Ilmi al-Al-wujuh wa an-Nazha’ir fi al-Qur’an al-Karim,karangan Ibnu Jauzi (w. 597 H).
  8. Kasyfu al-Sarair fi Ma’na al-Al-wujuh wa al-Asybah wa an-Nazhair,karangan Ibnu ‘Imad al-Masry (w.887 H).
  9. Mu’tariku al-aqran fi Musytaraki al-Qur’an, karangan Imam Jalaluddin as-Suyuti (w. 911 H).
  10. al-Al-wujuh wa an-Nazhoir fi al-Qur’an Dirasah Muwazanah, Disertasi Dr.Sulaiman bin Sholih al-Qor’awy dicetak tahun 1410 H.
  11. al-Al-wujuh wa an-Nazhoir fi al-Qur’an al-Karim, Tesis Salwa Muhammad al-‘Awwal di Universiatas ‘Ain Syams dicetak tahun 1998 M
  12. al-Al-wujuh wa an-Nazhoir fi al-Qur’an Dirasah Taasiliyyah, karangan Dr.Ahmad Muhammad al-Baridy
  13. Ma’rifah al-Al-wujuh wa an-Nazhair fi al-Qur’ani al-Karim, karangan Syekh Muhammad bin Umar Bazmul.

Footnote
  1.  A.W Munawwir “Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia” Krapyak Yogyakarta
  2.  Imam jalaludin assuyuthi “al-itqon fiy ‘ulumil qur’an” maktabah shamela Hal 164
  3.  Muhammad Bin Alwi Al-Maliki Al-Hasaniy “Zubdatul Itqon Fiy ‘Ulumil Qur’an” Hal. 70 Beirut : Dar El-Fikr
  4.  Salwa Muhammad al-’Awwa, al-Al-wujuh wa al-Nazhair fi al-Qur’an al-Karim (Kairo: Dar el-Syuruq, 1998), hlm. 19


Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel