Agama Zoroaster (Zoroastrianism - Mazdayasna)
Monday, August 25, 2014
Zoroastrianisme atau Mazdayasna adalah sebuah agama dan ajaran filosofi yang didasari oleh ajaran Zarathustra yang dalam bahasa Yunani disebut Zoroaster. Zoroastrianisme dahulu kala adalah sebuah agama yang berasal dari daerah Persia Kuno atau kini dikenal dengan Iran. Di Iran, Zoroastrianisme dikenal dengan sebutan Mazdayasna yaitu kepercayaan yang menyembah kepada Ahura Mazda atau "Tuhan yang bijaksana". Di Arab, Zoroastrianisme dikenal dengan sebutan Majusi. Kata “majusi” yang disebut dalam bahasa Arab yaitu orang-orang Zoroaster diadaptasi dari kata “ma-gu-sy” atau “magu” Persia kuno yang kemudian menjadi Magus setelah kata ini masuk dalam peristilahan bahasa Yunani. Kata magic dalam bahasa Inggris juga diadopsi dari kata ini. Dengan masuknya kata ini ke dalam bahasa Arab, kata ini kemudian menjadi Majusi. Agama ini dibangus oleh Zarahustra.
Latar Belakang Agama Zoroastrianism
Zarathustra atau Zoroaster adalah pelopor berdirinya Zoroastrianisme di Iran (Persia). Ia hidup sekitar abad ke-6 SM. Zarathustra berasal dari keturunan suku Media. Ia adalah seorang imam yang dididik dalam tradisi Indo-Iran. Sebelumnya, agama yang ada di Iran (Persia) bersumber pada macam-macam ajaran seperti politeisme, paganisme, dan animisme. Zarathustra yang merasa tidak puas dengan ajaran-ajaran yang berkembang di Iran pada waktu itu berusaha membawa pembaruan. Oleh sebab itu, oleh para ahli ia kemudian dianggap sebagai salah satu tokoh pembaru agama tradisional. Zarathustra dikenal sebagai "nabi" yang mempunyai karunia untuk menyembuhkan dan sanggup melakukan berbagai mujizat. Selama bertahun-tahun ia berusaha menemukan penyingkapan-penyingkapan dari kebenaran spiritual.
sejarah.kompasiana.com]
Hal diatas sesuai dengan pendapat As-Syahrastani yang mengatakan, “Manusia bertugas untuk senantiasa membantu kebaikan dan cahaya di tengah pergulatan Ahura Mazda dan Ahriman. Hal ini dapat diwujudkan dengan senantiasa melakukan kebaikan, berakhlak mulia, serta menerapkan undang-undang dan hukum dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu dilandaskan atas kebebasan untuk memilih. Siapa yang memilih kebaikan dan kebenaran, maka dia akan menuai hasilnya di kehidupan dan akhirat yang abadi kelak. Adapun orang yang membela kejahatan dan kedustaan, dia pun akan mendapatkan siksa di neraka yang abadi.”
Bagi agama Zoroaster peran manusia di dunia, yaitu bekerja sama dengan alam serta menjalani kehidupan yang saleh dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik. Di dunia, manusia memiliki kewajiban untuk hidup berumahtangga dengan memiliki istri dan anak. Semakin banyak manusia, semakin baik karena akan semakin mudah mengalahkan Ahriman.
Zoroastrianisme mempunyai prinsip dualisme yang mempercayai bahwa ada dua kekuatan yang bertentangan dan saling beradu yakni kekuatan kebaikan dan kejahatan. Dalam tradisi Zoroastrianisme, yang jahat diwakili oleh Angra Mainyu atau Ahriman, sedangkan yang baik diwakili oleh Spenta Mainyu. Manusia harus selalu memilih akan berpihak pada kebaikan atau kejahatan selama hidupnya. Akan tetapi, dengan paham dualisme ini tidak berarti bahwa Zoroastrianisme tidak mengakui monoteisme karena Ahura Mazdalah satu-satunya Tuhan yang disembah. Ahura Mazda, pada saatnya akan mengalahkan kekuatan yang jahat dan berkuasa penuh. Ahriman dan para pengikutnya akan dimusnahkan untuk selamanya. Meskipun ajaran Zarathustra mengajarkan monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya dewa yang harus disembah namun keberadaan dewa-dewa lain pun tetap diakui. Dewa-dewa yang turut diakui keberadaanya ada lima yaitu:
Di dalam kebaktian sehari-hari, setiap orang beriman itu harus menegaskan kepercayaan bahwa ajaran Zarathustra itu melebihi ajaran agama-agama lainnya, dengan mengucapkan:
Jadi, keimanan yang paling pokok di dalam agama Zoroaster itu adalah pengakuan terhadap Ahura Mazda, terhadap Kodrat Maha Tunggal dan Maha Bijaksana. Di dalam sebuah nyanyian keagamaan yang termuat pada bagian Gatha di dalam kitab Yasna dijumpai bait yang berbunyi:
Keyakinan terhadap Spenta Mainyu
Ahura Mazda itu, selain menciptakan alam, juga menciptakan kodrat-kodrat rohani yang dipanggil dengan Mainyu. Kodrat-kodrat rohani itu terbagi menjadi dua golongan: Spenta Mainyu dan Angro Mainyu. Spenta Mainyu bermakna Mainyu yang baik, dan Angro Mainyu bermakna Mainyu yang angkara.
Para pengikut Spenta Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat rohani itu dipanggil dengan ahuras, dan para pengikut Angro Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat rohani itu dipanggil dengan daevas.
Spenta Mainyu menempati kedudukan tertinggi dan termulia, terdiri atas enam kodrat rohani, satu persatunya memegang fungsi khusus, yaitu: Vohu Manah, perlambang ingatan yang baik dan menempati kedudukan sebagai utusan Ahura Mazda dan Asha, perlambang ketertiban dan keadilan; dan Kshatra, perlambang kesucian dan welas-asih; Haurvatat, perlambang kesentosaan dan kemakmuran; dan Ameretat, perlambang keabadian. Keenam Spenta Mainyu itu disebut Amesha Spenta atau Amshapands.
Keyakinan terhadap Angro Mainyu
Sebutan daevas dijumpai 66 kali di dalam kitab suci Avesta pada bagian Gatha, yakni bagian yang dipandang paling tertua dan masih memiliki ungkapan-ungkapan bahasa Iran Tua. Sebutan Angro Mainyu, sebagai kodrat yang angkara murka, hanya dijumpai dalam ayat-sisipan, yaitu di dalam Yasna, 45:2.
Di dalam kitab suci Avesta dengan tegas menyatakan secara berulang kali, bahwa:
Hal serupa itu berulang kali dinyatakan di dalam ayat-ayat lainnya di dalam kitab suci Avesta itu. Akan tetapi, Zend-Avesta, yang berisikan penafsiran Avesta, membuat ajaran Zarathustra yang monotheis berubah menjadi dualistik yang menempatkan Angra Mainyu itu sebagai kodrat yang sama kedudukannya dengan Ahura Mazda. Penglukisan tentang Hari Peradilan Terakhir itu di dalam kitab suci Avesta memperlihatkan bahwa Angro Mainyu itu disamakan kedudukannya dengan makhluk lainnya, dan harus mempertanggung-jawabkan segala tindakannya di hadapan Ahura Mazda. [Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1996. Hal 247-249]
Tambahan baru lainnya adalah waktu tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat matahari terbit. Doa ini dipersembahkan kepada Sraosha, Tuhannya doa. Selama waktu itu, ketika kekuatan kegelapan berada pada puncak yang paling kuat dan mencari-cari mangsa para pengikut Zoroaster harus bangun, mengisi minyak dan dupa pada tungku api dan memperkuat dunia kebaikan dengan doa-doa mereka.
Bentuk dan isi sembahyang yang dikenal dari praktek yang ada adalah sebagai berikut:
pertama, orang yang melaksanakan sembahyang mempersiapkan diri dengan mencuci wajah, tangan, dan kaki dari kotoran debu; kemudian melepas tali kawat suci dan berdiri dengan tali dipegang dengan kedua tangannya di mukanya, tegak lurus di hadapan penciptanya, matanya menatap simbol kebajikan, api. Kemudian dia berdoa kepada Ahura Mazda, mengutuk Ahriman dengan memukul-mukul kawat dengan penghinaan, memasang tali kawat lagi sambil berdoa. Keseluruhan pelaksanaan hanya memakan waktu lima menit, tetapi pengulangan secara teratur merupakan ibadah yang bernilai tinggi yang merupakan suatu disiplin yang terus menerus serta suatu pengakuan yang teratur terhadap ajaran-ajaran dasar keimanan.
Di samping kewajiban individu di atas, para pengikut Zoroaster masih memiliki kewajiban bersama yaitu merayakan tujuh macam peringatan hari besar tahunan. Waktu peringatan berbeda-beda: ada yang pertengahan musim semi, ada yang pertengahan musim panas, dan ada yang pertengahan musim dingin. Perayaan ini dirayakan dengan menghadiri upacara agama di pagi hari dan kemudian berkumpul bersama di dalam kegembiraan dengan pesta makan bersama.
Upacara-upacara khusus bagi kelahiran, menginjak usia pubertas, perkawinan, dan kematian juga diajarkan di dalam agama Zoroaster.[Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 286-287]
http://agamaminorr.wordpress.com/2013/05/28/agama-zarathustra/
sejarah.kompasiana.com]
ManusiaDalam teks yang berjudul “Nasihat Pilihan dari Para Bijak Bestari Zaman Dulu” atau dikenal juga sebagai “Kitab Nasihat Zartusht” ditemukan konsep tentang manusia. Manusia pada asalnya, adalah wujud gaib, dua rohnya, dalam bentuk Fravashi, ada sebelum jasmaninya. Baik jasad maupun rohnya adalah ciptaan Ahura Mazda, dan roh tidak bersifat abadi. Manusia adalah milik Tuhan dan kepada-Nya dia akan kembali.
Ahriman atau Angra Mainyu adalah penentang Tuhan. Dia seperti Tuhan adalah roh gaib murni; Ahura Mazda adalah musuh abadi, cepat atau lambat pertarungan di antara keduanya tidak akan terelakkan. Penciptaan atau makhluk bagi-Nya merupakan suatu kebutuhan bagi pertarungan-Nya melawan syetan, dan manusia berada di garis depan pertempuran ini. Dalam hal ini, manusia tidak dipaksa Tuhan, tetapi karena dia bebas dan sukarela menerima peran ini ketika ditawarkan kepadanya. Di dunia, setiap orang bebas memilih baik atau buruk. Jika dia memilih keburukan berarti dia bertindak tidak alami, karena “ayahnya” adalah Ahura Mazda.[Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 271]
Ahriman atau Angra Mainyu adalah penentang Tuhan. Dia seperti Tuhan adalah roh gaib murni; Ahura Mazda adalah musuh abadi, cepat atau lambat pertarungan di antara keduanya tidak akan terelakkan. Penciptaan atau makhluk bagi-Nya merupakan suatu kebutuhan bagi pertarungan-Nya melawan syetan, dan manusia berada di garis depan pertempuran ini. Dalam hal ini, manusia tidak dipaksa Tuhan, tetapi karena dia bebas dan sukarela menerima peran ini ketika ditawarkan kepadanya. Di dunia, setiap orang bebas memilih baik atau buruk. Jika dia memilih keburukan berarti dia bertindak tidak alami, karena “ayahnya” adalah Ahura Mazda.[Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 271]
Hal diatas sesuai dengan pendapat As-Syahrastani yang mengatakan, “Manusia bertugas untuk senantiasa membantu kebaikan dan cahaya di tengah pergulatan Ahura Mazda dan Ahriman. Hal ini dapat diwujudkan dengan senantiasa melakukan kebaikan, berakhlak mulia, serta menerapkan undang-undang dan hukum dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu dilandaskan atas kebebasan untuk memilih. Siapa yang memilih kebaikan dan kebenaran, maka dia akan menuai hasilnya di kehidupan dan akhirat yang abadi kelak. Adapun orang yang membela kejahatan dan kedustaan, dia pun akan mendapatkan siksa di neraka yang abadi.”
Bagi agama Zoroaster peran manusia di dunia, yaitu bekerja sama dengan alam serta menjalani kehidupan yang saleh dengan pikiran, perkataan, dan perbuatan yang baik. Di dunia, manusia memiliki kewajiban untuk hidup berumahtangga dengan memiliki istri dan anak. Semakin banyak manusia, semakin baik karena akan semakin mudah mengalahkan Ahriman.
Konsep Etika
Sebagian besar ajaran agama Zoroaster adalah menyangkut masalah etika. Moralitas Zoroaster diungkapkan dengan tiga kata; humat, hukht, dan huvarsht- pikiran baik, perkataan baik, dan perbuatan baik. Yang paling utama dari ketiga hal itu, adalah perbuatan baik.
Yang paling utama dan penting bagi manusia adalah bertindak sesuai akal sehat. Manusia hendaknya menikmati hal-hal yang baik di dunia ini sambil mempersiapkan diri dengan perilaku yang benar dan masuk akal bagi kehidupan abadi di akhirat. Kehidupan yang pertama itu lebih buruk, karena mengandung makna penghinaan kepada Tuhan yang menjadikan dunia dan membuatnya baik serta menempatkan manusia di dalamnya untuk melawan kejelekan dan kejahatan yang hanya bisa dicapai dengan memakmurkan dunia.
Inti ajaran Adhurbadh bin Mahraspand adalah
Yang paling utama dan penting bagi manusia adalah bertindak sesuai akal sehat. Manusia hendaknya menikmati hal-hal yang baik di dunia ini sambil mempersiapkan diri dengan perilaku yang benar dan masuk akal bagi kehidupan abadi di akhirat. Kehidupan yang pertama itu lebih buruk, karena mengandung makna penghinaan kepada Tuhan yang menjadikan dunia dan membuatnya baik serta menempatkan manusia di dalamnya untuk melawan kejelekan dan kejahatan yang hanya bisa dicapai dengan memakmurkan dunia.
Inti ajaran Adhurbadh bin Mahraspand adalah
"Hiduplah dengan baik dan menjadi orang yang berguna, berilah perhatian kepada sesama, laksanakan kewajiban-kewajiban agama, garaplah tanah, hiduplah berkeluarga dan didiklah anak-anak sehingga menjadi terpelajar. Ingatlah bahwa hidup di dunia ini adalah sebuah pendahuluan bagi hidup di hari nanti. Dan roh orang yang meninggal akan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dikerjakannya di dunia.”Selain itu, agama Zoroaster juga mengajarkan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan pada hari-hari yang berlainan setiap bulannya. Misalnya, (119-134) Minumlah anggur dan bersukarialah. Pakailah baju-baju baru. Pergilah ke kuil api. Bergembiralah. Olahlah tanahmu. Galilah saluran irigasimu. Tanamlah semak dan pohon. Cucilah kepalamu, potong rambutmu dan kukumu. Berjalan-jalanlah dan jangan membikin roti karena hal itu adalah dosa besar. Dan sebagainya.[Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 281]
Konsep Ketuhanan
Di dalam ajaran Zoroastrianisme, hanya ada satu Tuhan yang universal dan Maha Kuasa, yaitu Ahura Mazda. Ia dianggap sebagai Sang Maha Pencipta, segala puja dan sembah ditujukan hanya kepadanya. Pengakuan ini adalah bentuk penegasan bahwa hanya Ahura Mazda yang harus disembah di tengah konteks kepercayaan tradisional masyarakat Iran yang kuat dengan pengaruh politeisme.
Zoroastrianisme mempunyai prinsip dualisme yang mempercayai bahwa ada dua kekuatan yang bertentangan dan saling beradu yakni kekuatan kebaikan dan kejahatan. Dalam tradisi Zoroastrianisme, yang jahat diwakili oleh Angra Mainyu atau Ahriman, sedangkan yang baik diwakili oleh Spenta Mainyu. Manusia harus selalu memilih akan berpihak pada kebaikan atau kejahatan selama hidupnya. Akan tetapi, dengan paham dualisme ini tidak berarti bahwa Zoroastrianisme tidak mengakui monoteisme karena Ahura Mazdalah satu-satunya Tuhan yang disembah. Ahura Mazda, pada saatnya akan mengalahkan kekuatan yang jahat dan berkuasa penuh. Ahriman dan para pengikutnya akan dimusnahkan untuk selamanya. Meskipun ajaran Zarathustra mengajarkan monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya dewa yang harus disembah namun keberadaan dewa-dewa lain pun tetap diakui. Dewa-dewa yang turut diakui keberadaanya ada lima yaitu:
- Asha Vahista, dewa tata tertib dan kebenaran yang berkuasa atas api
- Vohu Manah, dewa yang digambarkan sebagai sapi jantan ini dikenal sebagai dewa hati nurani yang baik
- Keshatra Vairya, yaitu dewa yang berkuasa atas segala logam
- Spenta Armaity, yaitu dewa yang berkuasa atas bumi dan tanah
- Haurvatat dan Amertat, yaitu dewa-dewa yang berkuasa atas air dan tumbuh-tumbuhan
I confess myself a worshipper of Mazda, a follower of Zarathustra, one who hates the daevas, and who obeys the Law of Ahura.(Saya mengaku diriku penyembah Mazda, pengikut Zarathustra, yang membenci daevas dan mentaati Hukum Ahura).
Di dalam kebaktian sehari-hari, setiap orang beriman itu harus menegaskan kepercayaan bahwa ajaran Zarathustra itu melebihi ajaran agama-agama lainnya, dengan mengucapkan:
Yes, I praise the Faith of Mazda, the holy creed which the most imposing, best and most beautiful of all religious which is exist and of all that shall in future to some to knowledge.(Ya, saya memuji keimanan terhadap Mazda, pengakuan suci yang amat mengesankan itu, yang amat baik, amat molek dari seluruh agama yang ada dan yang bakal dapat diketahui masa depan).
Jadi, keimanan yang paling pokok di dalam agama Zoroaster itu adalah pengakuan terhadap Ahura Mazda, terhadap Kodrat Maha Tunggal dan Maha Bijaksana. Di dalam sebuah nyanyian keagamaan yang termuat pada bagian Gatha di dalam kitab Yasna dijumpai bait yang berbunyi:
From Him, that world has emanated, His guiding spirit is the Holy Spirit.(Dari Dia, alam semesta berasal. Rohnya yang membimbing adalah Rohul kudus).[Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1996. Hal 243-245]
Keyakinan terhadap Spenta Mainyu
Ahura Mazda itu, selain menciptakan alam, juga menciptakan kodrat-kodrat rohani yang dipanggil dengan Mainyu. Kodrat-kodrat rohani itu terbagi menjadi dua golongan: Spenta Mainyu dan Angro Mainyu. Spenta Mainyu bermakna Mainyu yang baik, dan Angro Mainyu bermakna Mainyu yang angkara.
Para pengikut Spenta Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat rohani itu dipanggil dengan ahuras, dan para pengikut Angro Mainyu dari lingkungan kodrat-kodrat rohani itu dipanggil dengan daevas.
Spenta Mainyu menempati kedudukan tertinggi dan termulia, terdiri atas enam kodrat rohani, satu persatunya memegang fungsi khusus, yaitu: Vohu Manah, perlambang ingatan yang baik dan menempati kedudukan sebagai utusan Ahura Mazda dan Asha, perlambang ketertiban dan keadilan; dan Kshatra, perlambang kesucian dan welas-asih; Haurvatat, perlambang kesentosaan dan kemakmuran; dan Ameretat, perlambang keabadian. Keenam Spenta Mainyu itu disebut Amesha Spenta atau Amshapands.
Keyakinan terhadap Angro Mainyu
Sebutan daevas dijumpai 66 kali di dalam kitab suci Avesta pada bagian Gatha, yakni bagian yang dipandang paling tertua dan masih memiliki ungkapan-ungkapan bahasa Iran Tua. Sebutan Angro Mainyu, sebagai kodrat yang angkara murka, hanya dijumpai dalam ayat-sisipan, yaitu di dalam Yasna, 45:2.
Di dalam kitab suci Avesta dengan tegas menyatakan secara berulang kali, bahwa:
Ahura Mazda, the Creator, radiant, glorious, greatest and best, most beautiful, most firm, wisest, most perfect, and the most bounteous Spirit.(Ahura Mazda, maha Pencipta, maha cemerlang, maha agung, maha besar, dan maha baik, maha molek, maha teguh, maha bijaksana, maha sempurna, dan maha welas-asih). SBE, 31:195-196.
I am the Keeper, Health-bestower, Priest, Most Priestly of priests, property-Producer, King who rules at His will, liberal King. He who deceives not, He who is not deceived, energetic-One, Holiness, Great-One, Good Sovereign, Wisest of the Wise.(Aku inilah yang memelihara, yang menganugerahkan kesehatan, imam, maha imam dari seluruh imam, yang memberikan kemakmuran, raja yang memerintah atas kemauannya, raja yang dermawan, dia yang tidak memperdayakan, dia yang tidak diperdayakan, sang Esa yang giat, maha Esa, penguasa yang baik, maha bijaksana dari yang bijaksana). SBE, 23:27-28.
Hal serupa itu berulang kali dinyatakan di dalam ayat-ayat lainnya di dalam kitab suci Avesta itu. Akan tetapi, Zend-Avesta, yang berisikan penafsiran Avesta, membuat ajaran Zarathustra yang monotheis berubah menjadi dualistik yang menempatkan Angra Mainyu itu sebagai kodrat yang sama kedudukannya dengan Ahura Mazda. Penglukisan tentang Hari Peradilan Terakhir itu di dalam kitab suci Avesta memperlihatkan bahwa Angro Mainyu itu disamakan kedudukannya dengan makhluk lainnya, dan harus mempertanggung-jawabkan segala tindakannya di hadapan Ahura Mazda. [Joesoef Sou’yb, Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: PT. Al-Husna Zikra, 1996. Hal 247-249]
Peribadatan
Mary Boyce, dalam bukunya Zoroastrians, Their Religious Beliefs and Practice menjelaskan bahwa waktu ibadah orang-orang Iran zaman dulu adalah ketika matahari terbit, ketika tengah hari, dan ketika matahari terbenam. Waktu yang tersebut akhir tampaknya diperuntukkan bagi roh orang yang telah meninggal dunia. Zoroaster tampaknya memberikan dua tambahan lagi, sehingga dia mewajibkan kepada para pengikutnya untuk beribadat lima kali sehari. Tambahan pertama adalah waktu setengah siang seperti waktu Ashar dalam agama Islam, yaitu pertengahan antara tengah hari dan waktu matahari terbenam.Tambahan baru lainnya adalah waktu tengah malam yang tenggang waktunya sampai saat matahari terbit. Doa ini dipersembahkan kepada Sraosha, Tuhannya doa. Selama waktu itu, ketika kekuatan kegelapan berada pada puncak yang paling kuat dan mencari-cari mangsa para pengikut Zoroaster harus bangun, mengisi minyak dan dupa pada tungku api dan memperkuat dunia kebaikan dengan doa-doa mereka.
Bentuk dan isi sembahyang yang dikenal dari praktek yang ada adalah sebagai berikut:
pertama, orang yang melaksanakan sembahyang mempersiapkan diri dengan mencuci wajah, tangan, dan kaki dari kotoran debu; kemudian melepas tali kawat suci dan berdiri dengan tali dipegang dengan kedua tangannya di mukanya, tegak lurus di hadapan penciptanya, matanya menatap simbol kebajikan, api. Kemudian dia berdoa kepada Ahura Mazda, mengutuk Ahriman dengan memukul-mukul kawat dengan penghinaan, memasang tali kawat lagi sambil berdoa. Keseluruhan pelaksanaan hanya memakan waktu lima menit, tetapi pengulangan secara teratur merupakan ibadah yang bernilai tinggi yang merupakan suatu disiplin yang terus menerus serta suatu pengakuan yang teratur terhadap ajaran-ajaran dasar keimanan.
Di samping kewajiban individu di atas, para pengikut Zoroaster masih memiliki kewajiban bersama yaitu merayakan tujuh macam peringatan hari besar tahunan. Waktu peringatan berbeda-beda: ada yang pertengahan musim semi, ada yang pertengahan musim panas, dan ada yang pertengahan musim dingin. Perayaan ini dirayakan dengan menghadiri upacara agama di pagi hari dan kemudian berkumpul bersama di dalam kegembiraan dengan pesta makan bersama.
Upacara-upacara khusus bagi kelahiran, menginjak usia pubertas, perkawinan, dan kematian juga diajarkan di dalam agama Zoroaster.[Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988. Hal. 286-287]
Kematian Dalam Zoroasterianism
Zoroastrianisme tidak mengizinkan penguburan dan pembakaran tubuh orang yang telah meninggal karena dianggap akan menodai air, udara, bumi dan api. Mereka menyelenggarakan ritus kematian dengan menempatkan mayat di atas Dakhma atau Menara Ketenangan (Tower of Silence). Di sana terdapat pembagian tempat yang jelas bagi kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak. Adapun tahap-tahap yang dilakukan saat upacara kematian adalah sebagai berikut:- Mayat dibiarkan di dalam sebuah ruangan di rumah selama tiga hari sebelum dibawa ke Dakhma, tempat untuk melaksanakan upacara kematian.
- Sesudah itu, mayat lalu dibawa ke Dakhma atau Menara Ketenangan.
- Di sana mayat akan ditelanjangi dan ditidurkan di atas menara yang terbuka dan dibiarkan agar dimakan oleh burung-burung.
- Sisa-sisa tulang kemudian dibuang ke dalam sumur.
Dakhma atau Menara Ketenangan (Tower of Silence)
http://agamaminorr.wordpress.com/2013/05/28/agama-zarathustra/