Kumpulan Contoh Teks Eksemplum Materi Bahasa Indonesia Kelas IX Kurikulum 2013
Saturday, May 27, 2017
IndoINT.com_ Kali ini saya akan bagikan beberapa contoh teks eksemplum yang dikutip dari beberapa sumber. Teks yang saya akan bagikan ini adalah contoh teks eksemplum, di mana teks ini kita dapatkan atau pelajari di kelas IX semester.
Tamu Tidak Dikenal
Sikap ramah terhadap orang lain ternyata tidak selalu memeroleh balasan yang setimpal. Adakalanyakeramahan sikap kita justru berdampak negatif yang dapat merugikan diri sendiri.
Beberapa waktu yang lalu, seperti biasanya, setiap sore aku duduk di teras sambil membaca majalah. Saat itu, aya dan ibuku menghadiri undangan pernikahan salah seorang sahabatnya. Hanya aku dan Bi Surti yang ada di rumah.
Sekitar pukul 16.00 WIB, sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah. Aku bergegas berdiri dan menyambut dua orang yang tidak kukenal keluar dari mobil. Lalu, aku menanyakan maksud kedatangan kedua tamu itu. Dengan sikap sopan dan ramah, salah seorang di antara mereka mengatakan hendak bertemu dengan Ayah berkaitan dengan pekerjaan kantor. Tanpa rasa curiga, aku mempersilahkan mereka masuk untuk menunggu kepulangan Ayah. Aku segera meminta Bi Surti untuk menyiapkan minuman.
www.IndoINT.com
karena belum saling mengenal, tidak banyak yang bisa kami obrolkan. Tiba-tiba saja, salah seorang di antara mereka yang sejak tadi terdiam bergerak cepat menarik kerah bajuku dengan kasar. Sementara itu, yang seorang lagi mengunci pintu depan dari dalam. Ia kemudian bergegas mencari Bi Surti dan membungkam mulutnya dengan lakban. Lelaki yang menarik kerah baju memaksaku untuk menunjukkan kamar pribadi Ayah. Dengan tubuh gemetar, aku mengikuti saja perintah tamu tidak dikenal itu. Dalam waktu singkat, tamu yang tidak diundang yang ternyata perampok itu menguras habis uang dan perhiasan yang tersimpan di kamar. Aku pun tidak sanggup berbuat apa-apa.
Tidak lama kemudian, terdengar suara teriakan dari luar berulang-ulang. Itu suara Ayah, pikirku. Lalu, terdengar suara pintu depan di dobrak diikuti suara-suara gaduh. Kedua perampok itu agak panik, tetapi belum juga melepaskan kerah bajuku. Terdengar suara langkah banyak orang menuju ke kamar Ayah. Kedua perampok itu semakin panik ketika beberapa orang berhasil menerobos kamar Ayah dengan cepat menghajar para perampok itu dengan tidak dapat berkutik. Mereka berhasil diringkus berkat kesigapan Ayah dan para tetangga.
Aku bersyukur, hal buruk yang sempat saya bayangkan tidak terjadi. Kini, aku sadar bahwa menerima tamu tidak dikenal tidak seharusnya di persilakan masuk ke ruang tamu. Sebaiknya, diminta untuk menunggu di teras atau di luar. Hal ini penting diperhatikan untuk menjaga berbagai kemungkinan buruk seperti yang sempat menimpaku.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita harus bersikap hati-hati dalam menerima tamu tidak dikenal meskipun bersikap sopan dan ramah. Manis di luar, bisa jadi pahit di dalam. Waspada terhadap orang-orang yang tidak dikenal merupakan sikap terbaik untuk menjaga berbagai kemungkinan buruk yang bakal terjadi.
Hati-Hati Menjaga Lubang Telinga
Berhati-hatilah dalam menjaga lubang telinga. Sikap lalai dapat berakibat fatal. Jangan sampai peristiwa pahit yang pernah aku alami kembali menimpa orang lain.
Pengalaman menyedihkan ini terjadi usai magrib pascapanen padi sebulan yang lalu. Seperti tahun-tahun sebelumnya, usai masa panen padim serangga malam berukuran kecil "berpesta" di sekitar lampu menjelang magrib tiba. Jumlahnya mencapai ratusan. Karena aku menganggap sebagai suatu yang biasa terjadi setiap kali masa panen usai, aku tidak pernah menghiraukan "pesta" serangga-serangga malam itu. Aku memang bukan anak petani. Meskipun demikian, aku selalu "panen" serangga malam setiap magrib tiba. Maklum, rumahku berada di sebuah kompleks perumahan yang dikelilingi areal sawah.
Namun, peristiwa yang tidak terduga menimpaku. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba ada seekor serangga yang masuk ke lubang telingaku. Dengan gerak cepat, aku segera memasukkan salah satu jariku untuk mengusirnya. Namun, celaka! Serangga itu bukannya berhasil kuusir, melainkan semakin dalam menerobos lubang telingaku. Selain menimbulkan suara gaduh, juga rasa nyeri dan sakit di dalam lubang kepekaan telingaku. Aku kelabakan sambil berteriak-teriak.
Karena tidak sanggup menahan rasa nyeri dan sakit, aku bergegas menuju ke kamar mandi. Sambil memiringkan kepala, aku segera memasukkan beberapa tetes air ke lubang telinga yang terserang serangga. Namun, hal itu tidak juga mengurangi rasa sakit. Ayah, ibu, dan kakakku yang terkejut mendengar teriakanku bergegas menghampiriku di kamar mandi. Dengan terbata-bata, aku menceritakan kejadian itu kepada mereka. Ayah, ibu, dan kakakku segera membawaku ke rumah praktik seorang dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT).
Syukurlah, dengan langkah cekatan, dokter THT tersebut berhasil mengeluarkan serangga itu dari lubang telinga. Plong! Aku tersenyum. Meskipun rasa nyeri dan sakit belum sepenuhnya sirna, gangguan suara "gaduh" itu tidak lagi mengusik kepekaan telingaku. Kini, aku sadar bahwa kita harus tetap bersikap berhati-hati dan waspada terhadap serangan kerumunan serangga selepas magrib.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita tidak boleh lalai menjaga telinga dari kemungkinan serangan kerumunan serangga menjelang senja dan malam hari. Sikap hati-hati dan waspada tetap penting dijaga agar terhindar musibah.
Kejadian itu berawal ketika kami sering chatting di Facebook. Karena dia terkesan sebagai teman perempuan yang baik, aku dengan senang hati memberinya nomor telepon genggamku saat dia memintanya. Dia pun segera memberikan nomor kontak pribadinya untukm kemungkinan aku simpan. Setelah saling bertukar nomor kontak pribadi, kegiatan chatting di Facebook perlahan-lahan menyurut. Kami lebih banyak berkomunikasi melalui layanan pesan pendek (SMS).
Suatu ketika, teman Facebook-ku itu mengajak untuk bertemudi sebuah mal di kotaku. Tentu saja aku setuju karena aku memang sudah lama ingin bertemu sacara langsung dengannya. Karena baru pertama kali hendak bertemu, aku sampaikan lewat SMS tentang warna baju yang aku pakai. Temanku juga menyampaikan hal yang sama. Namun, begitu sampai di mal, aku seperti tersambar petir. Teman Facebook yang selama ini aku kira seorang perempuan, ternyata seorang laki-laki berumur 25 tahun-an. Jantungku berdetak keras. Dia tersenyum sambil mendekatiku. Aku hany bisa tertunduk dengan mata berkunang-kunang. Dia membuatku makin takut karena menarik lenganku dan mengajakku pergi ke suatu tempat. Tentu saja aku menolak. Namun, dia terus berusaha memaksaku. Tarikan tangannya semakin kuat dan keras. Spontan aku berteriak. Teriakaku membuat orang-orang yang lalu-lalang di sekitar mal menjadi terkejut. Kulihat mereka mendekati kami. Teman Facebook yang memunyai gelagat tidak baik itu mengendurkan tarikan tangannya. Aku pun terbebas dan segera berlari menuju tempat parkir sepedaku dengan gemetar.
Aku bersyukur kepada Tuhan karena bisa terbebas dari cengkeraman lelaki jahat itu. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya pertemuan itu berlangsung di tempat yang sepi. Uh, pasti aku sudah menjadi korban lelaki itu. Ternyata Facebook bisa dimanfaatkan orang-orang yang memunyai maksud tidak baik. Kini, aku harus lebih berhati-hati dalam melayani permintaan pertemanan di jejaring sosial.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita harus lebih berhati-hati dalam menjalin pertemanan di Facebook. Tidak perlu dilayani seandainya ada teman Facebook yang mau bertemu apabila kita tidak benar-benar mengenalnya. Dunia maya memang seperti "pisau bermata dua" yang bisa melukai diri sendiri dan orang lain apabila kita tidak bijak dalam memanfaatkannya. Oleh karena itu, gunakanlah internet untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi kita.
Aku bersyukur karena telah mendapat teguran dan nasihat dari Bu Guru BK yang bijaksana. Mulai saat ini, aku berjanji untuk berusaha menghilangkan kebiasaan buruk itu. Entah apa jadinya jika kebiasaan itu berlanjut hingga aku dewasa. Terima kasih, Bu Guru.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita harus berusaha untuk menjaga mulut kita dari kata-kata kotor. "Mulutmu adalah harimaumu," begitulah ungkapan yang sering kita dengar. Kata-kata bisa "membunuh" jati diri dan kepribadian kita.
Suatu pagi yang cerah aku telah bersiap pergi ke sekolah. Sarapan sudah kuhabiskan dan semua perlengkapan sekolah telah siap. Setelah bersalaman dengan kedua orang tua, aku keluarkan sepeda dari garasi.
Sebelum aku pergi, ayahku sempat mengingatkanku untuk mengecek kondisi ban sepedaku. Menurut ayah, ban sepedaku agak kempes. Ayah memintaku memompa ban sepeda itu lebih dahulu. Namun, aku tidak mempedulikan perintah ayah karena aku terburu-buru. Aku berniat memompa ban sepedaku lain waktu saja.
Di tengah-tengah perjalanan ke sekolah, aku merasakan sesuatu yang aneh pada sepedaku. Aku pun menepi dan berhenti untuk memeriksanya. Aku kaget sekali. Ternyata ban sepedaku kempes. Kulihat sekeliling. Tidak ada tukal tambal ban. Akhirnya, aku harus menuntun sepedaku. Padahal, letak sekolahku masih cukup jauh.
Setelah berjalan kaki dengan menuntun sepeda cukup lama, akhirnya aku sampai di sekolah. Aku sudah terlambat masuk sekolah selama beberapa menit. Padahal, pagi ini ada ulangan matematika pada jam pelajaran pertama. Meskipun Pak Guru memaklumi alasanku, aku kecewa karena terlambat mengikuti ulangan.
Karena peristiwa tersebut, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk menaati perintah orang tua. Orang tua selalu berusaha melakukann sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Begitulah yang ayahku lakukan kepadaku ketika memintaku lebih dahulu memompa ban sepedaku.
Selain itu, aku harus sering mengecek kondisi sepedaku. Selain ban, aku juga harus rajin mengecek bagian lain sepedaku, seperti rem. Pengecekan tersebut penting karena sepeda merupakan alat transportasiku menuju sekolah. Selain untuk ke sekolah, aku juga sering menggunakan sepeda untuk pergi bermain.
Aku berharap peristiwa serupa tidak kembali terulang. Aku pun berusaha tegar dan melupakan kesialanku hari ini. Aku ingin tetap terlihat ceria di depan teman-temanku.
Aku senang bertamasya ke pantai. Aku sering pergi ke pantai bersama teman-teman. Pada liburan kali ini kami juga bertamasya ke pantai. Kali ini tujuan kami adalah Pantai Parangtritis di Yogyakarta. Kami berangkat pagi-pagi sekali dari rumah. Kami menumpang kendaraan umum.
Setelah sampai di Pantai Parangtritis, kami langsung menuju ke bibir pantai. Akan tetapi, pada saat itu ombaknya sangat besar. Pengunjung dilarang berenang di pantai. Meskipun demikian, kami senang dapat menikmati pemandangan Pantai Parangtritis.
Kami pun mengambil kamera masing-masing. Seperti remaja pada umumnya, kami pun asyik selfie. Karena asyik selfie, aku tidak memperhatikan ombak besar datang. Aku kaget dan berusaha menghindar. Kameraku terjatuh ke dalam air. Setelah kuperiksa, kameraku rusak.
Sejak peristiwa itu, aku berusaha lebih waspada ketika bermain di pantai. Aku harus mewaspadai ombak datang. Aku harus mematuhi peringatan petugas pantai untuk tidak berada terlalu dekat dengan ombak.
Menjelang siang, kami pun meninggalkan Pantai Parangtritis. Aku senang bercampur sedih karena kameraku rusak. Akan tetapi, aku tidak akan pernah melupakan pengalaman hari itu.
Sumber http://www.ilmubindo.com/
Syukurlah, dengan langkah cekatan, dokter THT tersebut berhasil mengeluarkan serangga itu dari lubang telinga. Plong! Aku tersenyum. Meskipun rasa nyeri dan sakit belum sepenuhnya sirna, gangguan suara "gaduh" itu tidak lagi mengusik kepekaan telingaku. Kini, aku sadar bahwa kita harus tetap bersikap berhati-hati dan waspada terhadap serangan kerumunan serangga selepas magrib.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita tidak boleh lalai menjaga telinga dari kemungkinan serangan kerumunan serangga menjelang senja dan malam hari. Sikap hati-hati dan waspada tetap penting dijaga agar terhindar musibah.
Gara-Gara Facebook
Berhati-hatilah menjalin pertemuan di Facebook. Jangan terburu-buru menyetujui permintaan pertemanan dari seorang yang belum jelas jati dirinya. Aku memunyai sebuah pengalaman buruk karena sedang "demam" Facebook, aku selalu menyetujui permintaan pertemanan semua orang. Semula aku memang senang-senang saja. Siapa yang tidak suka memiliki banyak teman di dunia maya, terlebih lagi bagi seorang perempuan seperti aku? Namun, selang beberapa hari kemudian, sebuah musibah yang tidak terduga menimpaku. Salah seorang teman Facebook yang selama ini terkesan sangat peduli, ramah, dan bersahabat, justru berbalik 180 derajat, Dia tidak lebih dari seorang penipu.
Suatu ketika, teman Facebook-ku itu mengajak untuk bertemudi sebuah mal di kotaku. Tentu saja aku setuju karena aku memang sudah lama ingin bertemu sacara langsung dengannya. Karena baru pertama kali hendak bertemu, aku sampaikan lewat SMS tentang warna baju yang aku pakai. Temanku juga menyampaikan hal yang sama. Namun, begitu sampai di mal, aku seperti tersambar petir. Teman Facebook yang selama ini aku kira seorang perempuan, ternyata seorang laki-laki berumur 25 tahun-an. Jantungku berdetak keras. Dia tersenyum sambil mendekatiku. Aku hany bisa tertunduk dengan mata berkunang-kunang. Dia membuatku makin takut karena menarik lenganku dan mengajakku pergi ke suatu tempat. Tentu saja aku menolak. Namun, dia terus berusaha memaksaku. Tarikan tangannya semakin kuat dan keras. Spontan aku berteriak. Teriakaku membuat orang-orang yang lalu-lalang di sekitar mal menjadi terkejut. Kulihat mereka mendekati kami. Teman Facebook yang memunyai gelagat tidak baik itu mengendurkan tarikan tangannya. Aku pun terbebas dan segera berlari menuju tempat parkir sepedaku dengan gemetar.
Aku bersyukur kepada Tuhan karena bisa terbebas dari cengkeraman lelaki jahat itu. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya pertemuan itu berlangsung di tempat yang sepi. Uh, pasti aku sudah menjadi korban lelaki itu. Ternyata Facebook bisa dimanfaatkan orang-orang yang memunyai maksud tidak baik. Kini, aku harus lebih berhati-hati dalam melayani permintaan pertemanan di jejaring sosial.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa kita harus lebih berhati-hati dalam menjalin pertemanan di Facebook. Tidak perlu dilayani seandainya ada teman Facebook yang mau bertemu apabila kita tidak benar-benar mengenalnya. Dunia maya memang seperti "pisau bermata dua" yang bisa melukai diri sendiri dan orang lain apabila kita tidak bijak dalam memanfaatkannya. Oleh karena itu, gunakanlah internet untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi kita.
Gara-Gara Mengumpat dengan Kata-Kata Kasar
Di tengah-tengah lingkungan masyarakat tempat aku tinggal, aku dan teman-teman sepermainanku sudah terbiasa mengumpat dengan kata-kata kasar. Jika ada kejadian yang kurang menyenangkan, umpatan-umpatan kasar meluncur secara spontan dari mulutku. Gara-gara kebiasaan buruk yang tertanam sejak kecil, aku terkena getahnya.
Peristiwa itu terjadi ketika aku dan beberapa teman sekelas sedang makan bakso di kantin sekolah pada jam istirahat I. Seperti biasanya, aku dan teman-teman bercanda tentang banyak hal setiap jajan di kantin sekolah. Saat itu, aku menjadi bahan ledekan teman-teman karena baru saja mendapat hukuman dari guru Bahasa Indonesia karena tidak mengerjakan PR. Secara spontan, aku mengumpat dengan kata-kata kasar. Aku sendiri tidak tahu, umpatan kasar itu kutujukan kepada teman-teman yang meledekku atau kepada guru Bahasa Indonesia yang telah menghukumku. Umpatan kasar itu meluncur begitu saja dari mulutku.
Tanpa kuduga, seorang guru BK melintas di dekat kami bercanda. Aku terkejut karena tiba-tiba aku mendapat teguran keras dan diminta untuk segera menuju ke ruang BK. Hatiku berdebar-debar. Namun, aku belum tahu apa kesalahanku hingga mendapat teguran keras dan diminta ke ruang BK. Setelah mendapat ceramah dan nasihat dari Bu Guru BK tersebut, aku baru sadar bahwa kesalahanku adalah mengumpat dengan kata-kata kasar. Aku tercenung. Hem... ternyata kebiasaan mengumpat dengan kata-kata kasar termasuk perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai etika dan kesantunan.Aku bersyukur karena telah mendapat teguran dan nasihat dari Bu Guru BK yang bijaksana. Mulai saat ini, aku berjanji untuk berusaha menghilangkan kebiasaan buruk itu. Entah apa jadinya jika kebiasaan itu berlanjut hingga aku dewasa. Terima kasih, Bu Guru.
Peristiwa tersebut memberikan pelajaran berharga bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita harus berusaha untuk menjaga mulut kita dari kata-kata kotor. "Mulutmu adalah harimaumu," begitulah ungkapan yang sering kita dengar. Kata-kata bisa "membunuh" jati diri dan kepribadian kita.
Suatu Pagi
Suatu pagi yang cerah aku telah bersiap pergi ke sekolah. Sarapan sudah kuhabiskan dan semua perlengkapan sekolah telah siap. Setelah bersalaman dengan kedua orang tua, aku keluarkan sepeda dari garasi.
Sebelum aku pergi, ayahku sempat mengingatkanku untuk mengecek kondisi ban sepedaku. Menurut ayah, ban sepedaku agak kempes. Ayah memintaku memompa ban sepeda itu lebih dahulu. Namun, aku tidak mempedulikan perintah ayah karena aku terburu-buru. Aku berniat memompa ban sepedaku lain waktu saja.
Di tengah-tengah perjalanan ke sekolah, aku merasakan sesuatu yang aneh pada sepedaku. Aku pun menepi dan berhenti untuk memeriksanya. Aku kaget sekali. Ternyata ban sepedaku kempes. Kulihat sekeliling. Tidak ada tukal tambal ban. Akhirnya, aku harus menuntun sepedaku. Padahal, letak sekolahku masih cukup jauh.
Setelah berjalan kaki dengan menuntun sepeda cukup lama, akhirnya aku sampai di sekolah. Aku sudah terlambat masuk sekolah selama beberapa menit. Padahal, pagi ini ada ulangan matematika pada jam pelajaran pertama. Meskipun Pak Guru memaklumi alasanku, aku kecewa karena terlambat mengikuti ulangan.
Karena peristiwa tersebut, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk menaati perintah orang tua. Orang tua selalu berusaha melakukann sesuatu yang terbaik untuk anaknya. Begitulah yang ayahku lakukan kepadaku ketika memintaku lebih dahulu memompa ban sepedaku.
Selain itu, aku harus sering mengecek kondisi sepedaku. Selain ban, aku juga harus rajin mengecek bagian lain sepedaku, seperti rem. Pengecekan tersebut penting karena sepeda merupakan alat transportasiku menuju sekolah. Selain untuk ke sekolah, aku juga sering menggunakan sepeda untuk pergi bermain.
Aku berharap peristiwa serupa tidak kembali terulang. Aku pun berusaha tegar dan melupakan kesialanku hari ini. Aku ingin tetap terlihat ceria di depan teman-temanku.
Berlibur di Pantai Parangtritis
Aku senang bertamasya ke pantai. Aku sering pergi ke pantai bersama teman-teman. Pada liburan kali ini kami juga bertamasya ke pantai. Kali ini tujuan kami adalah Pantai Parangtritis di Yogyakarta. Kami berangkat pagi-pagi sekali dari rumah. Kami menumpang kendaraan umum.
Setelah sampai di Pantai Parangtritis, kami langsung menuju ke bibir pantai. Akan tetapi, pada saat itu ombaknya sangat besar. Pengunjung dilarang berenang di pantai. Meskipun demikian, kami senang dapat menikmati pemandangan Pantai Parangtritis.
Kami pun mengambil kamera masing-masing. Seperti remaja pada umumnya, kami pun asyik selfie. Karena asyik selfie, aku tidak memperhatikan ombak besar datang. Aku kaget dan berusaha menghindar. Kameraku terjatuh ke dalam air. Setelah kuperiksa, kameraku rusak.
Sejak peristiwa itu, aku berusaha lebih waspada ketika bermain di pantai. Aku harus mewaspadai ombak datang. Aku harus mematuhi peringatan petugas pantai untuk tidak berada terlalu dekat dengan ombak.
Menjelang siang, kami pun meninggalkan Pantai Parangtritis. Aku senang bercampur sedih karena kameraku rusak. Akan tetapi, aku tidak akan pernah melupakan pengalaman hari itu.