Beda Siklon Tropis, MJO dan Dipole Mode
Sunday, May 8, 2016
Mempelajari atmosfer memang sangat rumit dan banyak sekali faktor yang memengaruhi kestabilan lapisan udara bumi. Berikut ini beberapa fenomena yang sering muncul di atmosfer.
Siklon Tropis
Siklon Tropis (TS) merupakan salah gangguan cuaca daerah tropis yang cukup penting, baik dilihat dari peranannya pada sistem cuaca secara umum, maupun dari dampak yang dapat ditimbulkannya terhadap kehidupan di bumi.
Siklon tropis umumnya tumbuh dan berkembang di perairan tropis yang hangat, dengan beberapa syarat/ kondisi yang memungkinkan pertumbuhannya, paling tidak harus ada empat persyaratan yang harus dipenuhi , yaitu :
a.Daerah lautan yang hangat dengan suhu minimal 26,5° C hingga kedalaman sekitar 50 m.
b.Kelembapan udara diatas perairan tersebut harus cukup lembab hingga ketebalan sekitar 5 km.
c.Kondisi atmosfer yang labil, dimana laju penurunan suhu udara terhadap ketinggian harus cukup besar
d.Jarak terdekat dengan Khatulistiwa adalah sekitar 500 km, dimana gaya koriolis diperlukan untuk dapat menimbulkan sirkulasi yang mendekati keseimbangan angin gradient (lihat gaya yang mempengaruhi pergerakan angin).
e.Perbedaan kecepatan angin vertical yang rendah, yaitu sekitar 10 m/detik, karena pada kecepatan vertical yang besar justru akan menghambat perkembangan Siklon Tropis.
Sikon Tropis |
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Siklon Tropis tidak dapat tumbuh dan berkembang di wilayah Indonesia. Namun demikian, keberadaan siklon tropis sebagai salah satu motor penggerak sirkulasi atmosfer wilayah tropis, secara tidak langsung akan berdampak pula terhadap dinamika cuaca di wilayah Indonesia. Sebagai contoh, munculnya Siklon Tropis di Samudera Pasifik dapat menyebabkan peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia, dimana pada daerah-daerah tertentu cuacanya akan lebih panas dan kering, namun pada daerah-daerah tertentu dimana terjadi pertemuan arus angin akan mendapat banyak hujan.
Madden Julian Oscillation (MJO), merupakan fenomena gangguan cuaca yang cukup penting untuk daerah tropis, pertama kali ditemukan oleh Madden dan Julian pada tahun 1971/1972, dengan memberi nama “gelombang 40 – 50 harian”, dan di kemudian hari hingga saat ini MJO lebih popular dengan sebutan “gelombang 30 – 60 harian”.
MJO merupakan gangguan cuaca musiman daerah tropis, dengan cirri-ciri arah gerakannya yang selalu diawali dari perairan tropis Samudera Hindia, pada daerah sekitar 10° LU - 10° LS, berupa “pusat panas” yang bergerak ke arah Samudera Pasifik di bagian timur. MJO secara spesifik dapat diamati dari pola gerakan daerah aktifitas konvektif maximum, yang merupakan daerah pertumbuhan awan-awan Cb (Gambar.1.9)
Daerah gangguan MJO dapat mencapai sekitar 3.000 km, mulai dari Sumatera hingga Irian Jaya. Pada kondisi atmosfer yang lembab dan labil, dapat memicu peningkatan aktifitas MJO, yang diikuti dengan peningkatan curah hujan dalam dua minggu atau lebih. MJO juga diduga sebagai salah satu faktor pencetus aktifitas monsun.
MJO |
Dipole Mode
Dipole Mode, adalah gejala alam yang indikatornya merupakan nilai perbedaan (selisih) suhu muka laut Samudera Hindia di perairan pantai timur Afrika dengan perairan di sebelah barat Sumatera. Secara umum dipole mode akan mempengaruhi suplai uap air atau awan-awan hujan khususnya di wilayah Indonesia bagian barat.
Jika nilai perbedaan positif (Dipole Mode Positif) atau kondisi suhu muka laut Samudera Hindia di sebelah barat Sumatera lebih dingin dari normalnya dan suhu muka laut di perairan pantai timur Afrika lebih panas dari normalnya, secara umum curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat akan berkurang.
Sebaliknya, jika nilai perbedaannya negatif (Dipole Mode Negatif), maka curah hujan di wilayah Indonesia bagian barat secara umum akan cukup banyak.