Dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol

etika membaca percakapan antara mahasiswa dan profesornya di suatu kampus dari  Dalil Empirical, Testable, Demonstrable ProtocolKetika membaca percakapan antara mahasiswa dan profesornya di suatu kampus dari majalah imagazine, dimana kabar-kabarinya sang mahasiswa adalah seorang ateis atau yang tidak mempunyai agama. Tapi bagaimana seorang ateis bisa memiliki Iman sehingga dia berfikir dan bertindak atau menarik kesimpulan semata-mata tidak berdasarkan Dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol.

Seperi apa percakapan mereka beberapa saat sebelum perkuliahan berlangsung;

Profesor: Kamu percaya Tuhan?
Mahasiswa: Tentu saja, Prof.

Profesor: Apakah Tuhan itu baik?
Mahasiswa: Tentu saja.

Profesor: Apakah Tuhanmu mahakuasa?
Mahasiswa: Tentu saja.

Profesor: Saudaraku meninggal karena kanker, padahal dia sudah berdoa memohon penyembuhan dari Tuhan. Sedangkan kita manusia, kalau dimintai tolong, kita akan menolong. Tapi Tuhanmu tidak mau tolong saudaraku. Bagaimana kamu katakan Tuhan itu baik?
(*Mahasiswa terdiam)

Profesor: Kamu tidak mampu menjawab. Sekarang kita ulangi lagi. Anak muda, apakah Tuhan itu baik?
Mahasiswa: Ya, tentu saja.

Profesor: Apakah setan itu baik?
Mahasiswa: Tidak.

Profesor: Siapa yang menciptakan setan?
Mahasiswa: Tuhan

Profesor: Benar jawabanmu. Apakah ada kejahatan di dunia ini?
Mahasiswa: Ya, ada.

Profesor: Kejahatan ada dimana-mana, bukan? Dan Tuhanlah yang menciptakan setan untuk menyebarkan kejahatan, bukan?
Mahasiswa: Benar.

Profesor: Jadi, siapa yang menciptakan kejahatan?
(*Mahasiswa terdiam)

Profesor: Apakah ada penyakit, kebejatan moral, kebencian, dan kebobrokan? Semua ini ada di dalam dunia, bukan?
Mahasiswa: Benar.

Profesor: Siapa yang menciptakan itu semua?
(*Mahasiswa terdiam)

Profesor: Ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa kita memiliki pancaindera. Pernahkah kamu melihat Tuhan?
Mahasiswa: Belum.

Profesor: Pernahkah kamu mendengar bunyi suara Tuhan?
Mahasiswa: Belum.

Profesor: Pernahkah kamu memegang Tuhan, atau merasakannya atau mencium aroma Tuhan?
Mahasiswa: Belum.

Profesor: Tapi, kamu masih percaya juga kepada Tuhan?
Mahasiswa: Ya.

Profesor: Menurut dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol, ilmu pengetahuan mengajarkan bahwa sesuatu yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera seperti itu tidak layak dipercaya. Jadi, Tuhan mu itu tidak ada. Apa jawabmu?
Mahasiswa: Tidak ada jawaban, yang ada padaku hanya iman.

Profesor: Nah, ini repotnya—iman. Ilmu pengetahuan tidak bisa membuktikan tentang iman.

Mahasiswa: Prof, apakah Prof percaya bahwa panas itu ada?
Profesor: Ya, tentu sayapercaya.

Mahasiswa: Apakah Prof percaya bahwa dingin itu ada?
Profesor: Ya, tentu saya percaya.

Mahasiswa: Salah besar. Dingin tidak ada. Kali ini Prof salah besar. Kita bisa mengalami suhu yang hangat, agak panas, cukup panas, panas, sangat panas, dan super panas alias mendidih. Tapi kita juga bisa merasakan suhu yang tidak panas. Tapi dingin tidak ada. Kita bisa menyetel suhu sampai 458 derajat di bawah nol dan tidak ada ada panas di sana, tapi tidak bisa lebih dari itu. Jadi, dingin itu sebetulnya tidak ada. Dingin itu sebetulnya sebuah kata yang kita gunakan untuk menjelaskan tentang tidak hadirnya panas. Panas adalah energy. Dingin bukan kebalikan dari panas, melainkan kondisi dimana panas tidak hadir.
(Profesor manggut-manggut)

Mahasiswa: Bagaimana dengan kegelapan, Prof? Apakah kegelapan itu benar ada?
Profesor: Ya tentu saja. Mana bisa ada malam kalau tidak ada kegelapan?

Mahasiswa: Nah, Prof salah lagi sekarang. Kegelapan itu tidak ada. Kegelapan sebetulnya adalah kondisi dimana terang tidak hadir. Itu sebabnya kita bisa mengalami sedikit cahaya, cahaya normal, cahaya terang benderang, bahkan kilat. Tapi ketika cahaya atau terang tidak hadir secara tetap
untuk kurun waktu tertentu, maka itulah yang kita namakan kegelapan. Tapi kegelapan itu sendiri sebetulnya tidak ada, yang ada adalah tidak hadirnya terang. Itulah sebabnya Prof tidak bisa membuat kegelapan menjadi lebih gelap lagi, paham?
Profesor: Jadi, anak muda, apa yang ingin kamu katakan?

Mahasiswa: Menurut hemat saya, argumen filosofis yang tadi Prof sampaikan itu sangat keliru.
Profesor: Keliru? Coba kamu buktikan bahwa saya keliru?

Mahasiswa: Prof berpikir berdasarkan prinsip dualisme. Prof berpendapat bahwa ada hidup dan ada kematian; ada Tuhan yang baik dan ada Tuhan yang tidak baik. Prof mengukur Tuhan dengan cara manusia fana yang serba terbatas. Prof, ilmu pengetahuanmu tidak dapat menerangkan tentang opinimu sendiri. Prof, Anda ini bukan ilmuwan tetapi pengkhotbah. (*Seluruh kelas mendadak tertawa)

Mahasiswa: Adakah di antara mahasiswa di kelas ini yang pernah melihat otaknya Profesor? (*Seluruh kelas mendadak tertawa lagi)

Mahasiswa: Adakah dia di antara kita yang pernah mendengar, meraba, atau mencium aroma otaknya Professor?
Karena tak ada orang pernah melakukan hal itu, maka berdasarkan dalil Empirical, Stable, Demonstrable Protocol, ilmu pengetahuan membuktikan bahwa Profesor ini tidak punya otak. Dengan segala hormat, Pak Profesor, bagaimana kami bisa percaya dengan ajaranmu sedangkan Prof tidak punya otak!

(*Profesor mulai naik pitam dan hampir meledak amarahnya)
Profesor: Ya, saya kira, kalian harus menerima dengan iman bahwa saya punya otak, makanya saya pintar dan bisa jadi professor untuk mengajar kalian.
Mahasiswa: Naaah, itu dia. Sekarang Prof sudah pintar. Benar sekali katamu.
Tuhan yang kita bahas tadi hanya bisa dilihat dengan Iman

Mahasiswa yang berdebat dengan Profesor tersebut adalah Albert Einstein, jauh sebelum ia menjadi ilmuwan terkenal

Apa yang kita lakukan hari ini adalah Membangun Masa Depan;
etika membaca percakapan antara mahasiswa dan profesornya di suatu kampus dari  Dalil Empirical, Testable, Demonstrable Protocol


Sumber https://www.defantri.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel