Macam Jenis Kegiatan Pembelajaran Informatika SD, SMP dan SMA Kurikulum 2013

Yang dimaksud dengan kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dan peserta didik untuk mencapai kompetensi yang dituju. Untuk materi yang sama, guru dapat merancang kegiatan yang berbeda sesuai dengan konteks kehidupan dan kondisi lokal. Penyesuaian materi ajar yang umum menjadi situasi nyata yang dihadapi oleh peserta didik, akan membuat proses belajar lebih mengena dan membentuk peserta didik yang mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan memanfaatkan aspek keilmuan yang dipelajarinya.

Perlu dicatat bahwa guru harus berperan aktif untuk menjadi mentor, membuat kegiatan pembelajaran menarik dan menggali daya pikir peserta didik. Guru tidak boleh membiarkan peserta didik beraktivitas sendiri dan hanya menjadi pengamat saja. Proses belajar harus disertai dengan dialog yang membangun pola pikir komputasional terhadap konsep informatika.

Bimbingan dan arahan semakin dikurangi seiring berkembangnya kompetensi peserta didik dangan menerapkan teknik scaffolding. Teknik scaffolding dapat diterapkan di semua satuan pendidikan baik SD, SMP maupun SMA.

1. Pembelajaran Konvensional atau Klasikal

Pembelajaran konvensional atau klasikal adalah suatu kegiatan yang dilakukan seperti praktik yang dijalankan sejak lama (konvensional), yaitu di mana guru menyampaikan konsep, teori, dan memberikan contoh, sementara peserta didik mencoba memahaminya di kelas (jika tanpa alat/komputer) atau di laboratorium jika membutuhkan peralatan khusus.

Saat ini, selain bercerita dalam bentuk narasi, guru diharapkan dapat memberikan selingan berupa video pendek yang terkait dengan konsep yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik dapat memperoleh gambaran yang lebih nyata walaupun apa yang diajarkan tidak ada di lingkungannya. Pembelajaran konvensional masih diperlukan untuk pengenalan awal suatu konsep dan teori.

Asesmen untuk menguji kemampuan peserta didik hendaknya mencerminkan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), walaupun bentuknya adalah pilihan ganda atau isian/uraian singkat.

2. Praktikum

Praktikum konvensional adalah di mana peserta didik mengasah keterampilan, mempraktikkan konsep yang telah dipelajari dengan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak, untuk menunjukkan/membuktikan suatu konsep yang sudah dipelajari. Contoh pendekatan ini misalnya peserta didik mengimplementasi algoritme yang menggerakkan sebuah robot berdasarkan algoritme yang diajarkan di kelas

Pada “praktikum” yang tidak konvensional, yaitu dengan pendekatan ABL dan konstruktivisme (constructivism), praktikum tidak selalu harus didahului dengan pengenalan konsep. Untuk beberapa kasus, peserta didik dapat melakukan praktikum dengan mengeksplorasi suatu fenomena agar mampu mengkonstruksi pengetahuan atau teori.Misalnya dengan mengeksplorasi perilaku robot, peserta didik akan mengkonstruksi algoritme yang mendasari perilaku tersebut.

Praktikum di bidang informatika tidak selalu harus diartikan dengan adanya sebuah laboratorium berisi komputer, tetapi bisa juga dirancang dengan menggunakan perangkat sederhana, seperti computer papan tunggal (contohnya raspberry pi) atau kit robotika untuk anak-anak yang saat ini banyak tersedia atau menggunakan aplikasi yang berjalan di telepon pintar maupun tablet. Beberapa konsep komputasi canggih yang tidak mungkin dimiliki sekolah bahkan dapat dipraktikkan melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik tanpa komputer yang akan didefinisikan pada subbab berikutnya.

Untuk tingkat SD dan SMP, praktikum dapat dilakukan dengan menggunakan HP, tablet atau perangkat sehari-hari di sekitar didalamnya mengandung “komputer”.

Tidak adanya komputer desktop atau komputer sederhana juga tidak menghalangi dilakukannya praktikum tanpa komputer seperti yang diperkenalkan pada https:/csunplugged.org.

3. Permainan – Games

Peserta didik belajar dalam suatu konteks pedagogi yang dirancang mengandung aspek gamifikasi, agar dapat menikmati (enjoy) apa yang dipelajari dan memberi motivasi untuk tertarik kepada materinya. Peserta didik menggunakan aplikasi permainan (games) atau konsep yang digamifikasi untuk belajar materi lain, yang semoga dapat dibedakan dengan games komputer yang mengakibatkan kecanduan.

Namun demikian perlu diperhatikan bahwa games adalah sarana untuk belajar informatika. Tujuan belajar harus didefinisikan dengan baik untuk dicapai bersama oleh guru dan peserta didik, Peserta didik tidak boleh hanya terpaku atau mengingat permainannya saja, melainkan dapat mengkonstruksi konsep informatika yang menjadi fokus di baliknya.

4. Permainan Peran – Role Play

Pada model role play atau permainan peran, peserta didik bukan hanya menjalankan peran manusia, tetapi juga memerankan mekanisme, fungsi, cara kerja dari perangkat keras atau perangkat lunak atau sistem komputer. Biasanya permainan peran dilakukan dalam kelompok dan dapat dilakukan tanpa komputer.

Guru dapat merancang permainan-permainan kreatif terkait informatika dengan merancang peran yang menarik, membuat peserta didik menumbuhkan kemampuan kognitif, afektif dan sekaligus motoriknya. Permainan peran penting untuk dapat dilakukan pada anak usia dini dan SD pada konteks perangkat sederhana (black box), dan proses-proses yang lebih abstrak untuk diwujudkan bagi peserta didik SMP.

Peserta didik diajak melakukan refleksi, discovery, dan mengkontruksi pengetahuan setelah permainan. Konsep informatika yang menjadi inti dari proses belajar melalui permainan peran perlu dipahami oleh peserta didik dan  dijadikan bahan refleksi, dirajut menjadi pengetahuan utuh setelah permainan peran dilakukan. Proses belajar tidak berhenti atau terbatas kepada permainan, tetapi harus disertai dengan apakah peserta didik memahami konsep informatika yang dijadikan tujuan pembelajaran dengan melakukan permainan peran.


Untuk melakukan permainan peran, tidak dibutuhkan komputer. Guru dapat memanfaatkan materi-materi dan skenario permainan yang saat ini sudah banyak disediakan (sumber: csunplugged.org), atau panduan aktivitas yang didefinisikan oleh Computer Supported Telecommunications Applications (CSTA). Contoh dari pendekatan ini adalah misalnya dalam penyampaian konsep komunikasi data yang menjelaskan bagaimana suatu data (file) dikirim dari suatu server ke server lainnya, peserta didik diminta untuk memindahkan sejumlah buku yang tak mungkin untuk dibawa sekaligus, mendefinisikan algoritme pembentukan paket di server asal, proses pengiriman, dan assembly paket di sisi penerima, serta bagaimana memastikan (mengecek) bahwa pengiriman berlangsung baik.

Peserta didik dapat memerankan server pengirim, server penerima, protokol komunikasi, pembawa data, dan program komputer pengirim serta penerima. Banyak contoh permainan peran yang tersedia dalam standar kompetensi yang didefinisikan oleh CSTA, yang laman utamanya dapat diakses pada http://litbang.kemdikbud.go.id

5. Tantangan – Challenge

Pada tantangan atau challenge ini, peserta didik diminta untuk menyelesaikan tugas-tugas problem solving dengan durasi pendek berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan juga ada relasinya dengan keilmuan informatika. Peserta didik bukan hanya diminta untuk menyelesaikan persoalan, tetapi diminta untuk mengkonstruksi pengetahuan dari pengalamannya menyelesaikan tugas problem solving dan membentuk pola solusi.

Tantangan cocok untuk mengasah peserta didik dalam membentuk kemampuan berpikir komputasional yang telah dibuktikan dalam beberapa artikel jurnal ilmiah. Jika diwujudkan dalam suatu suasana kompetisi, tantangan akan memotivasi peserta didik untuk berkompetisi dengan sportif dan mendapatkan reward.

Catatan: Contoh dari tantangan adalah Tantangan Berpikir Komputasional Bebras, yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun bersama dengan peserta didik lain di sekitar 60 negara dunia, untuk peserta didik SD, SMP dan SMA. Saat Tantangan Bebras, peserta didik fokus ke pemecahan persoalan. Setelah Tantangan Bebras, peserta didik perlu diberi waktu untuk diajak berpikir ulang tentang soal-soal yang sudah dicoba dan menggali aspek Informatika yang ada di balik setiap soal tersebut.

Jadi, belajar berpikir komputasional tidak berhenti setelah tantangan berlangsung. Dengan demikian, peserta didik belajar konsep informatika lewat soal-soal. Guru harus memilih sekumpulan soal untuk mencakup konsep berpikir komputasional secara utuh tidak hanya mencuplik satu atau dua soal secara acak untuk semua aspek berpikir komputasional. Itulah sebabnya pada buku Pembahasan Soal Bebras, selalu ada bagian “Inilah Informatika!” yang perlu diperhatikan.

Selain untuk berpikir komputasional, tantangan STE(A)M juga sudah banyak diadakan di seluruh dunia, khususnya untuk anak-anak. Pada tantangan ini, anak diajak untuk mulai memikirkan persoalan-persoalan besar dan kompleks, serta mengusulkan solusi sesuai usianya. Tantangan STE(A)M menarik dan menyenangkan, karena dikemas dalam suasana kompetisi, pemberian reward bagi peserta, kesempatan tampil diri dalam bentuk eksposisi dan presentasi.

6. Ekskursi

Dengan mengikuti ekskursi, peserta didik dibawa ke suatu lingkungan dunia nyata yang memanfaatkan teknologi informasi, misalnya tempat layanan publik, toko penjualan perangkat, pabrik, software house, game industri agar peserta didik pernah melihat dan mengalami dunia nyata terkait dengan bidang yang dipelajari. Ekskursi dapat dilakukan di lingkungan sekitar sekolah yang tidak membutuhkan biaya mahal.

Contoh ekskursi adalah membawa peserta didik ke pusat data kantor pemerintah, bandara, stasiun, halte bus yang sudah dilengkapi dengan perangkat TIK dan mengamati bagaimana sistem informasi berfungsi untuk mendukung suatu tujuan tertentu. Kemudian, untuk tingkatan SMP, peserta didik dapat membuat laporan sistematis dengan memanfaatkan perangkat TIK mulai dari kamera, smart phone, paket aplikasi pemroses kata, dan presentasi.

Setelah ekskursi, peserta didik akan belajar mengkonstruksi pengetahuan lewat pengalaman dari apa yang diamati dan dicatat selama ekskursi. Kemudian mengintegrasikan pengamatan, teori, dan menggunakan keterampilan penggunaan perangkat TIK misalnya aplikasi pengolah presentasi, untuk menuangkan dalam suatu visualisasi tepat yang mencerminkan alur pikir kritis dan sistematis. Mungkin juga, untuk membuat laporan dan memberikan solusi-solusi dari masalah yang teridentifikasi pada saat eksursi.

7. Simulasi

Simulasi, di mana peserta didik mencoba atau melakukan simulasi suatu proses dinamik terhadap suatu model, sehingga mengamati dan menyimpulkan. Seringkali simulasi digabungkan dengan gamifikasi. Simulasi didasari oleh suatu model matematis atau model sistem komputasi, yang sudah ada atau mulai dikembangkan oleh peserta didik. Model yang dijadikan kasus hendaknya merupakan model dari situasi terkait informatika.

Simulasi dengan model matematis dan sistem komputasi melatih peserta didik berpikir berdasarkan model dan melakukan analisis. Jadi, proses pembelajaran tidak berhenti dengan berhentinya eksekusi model, melainkan harus dilanjutkan dengan aspek analisis dan latihan untuk mengambil kesimpulan untuk hasil yang efisien dan optimal.

Sumber : Pedoman Implementasi Muatan/Materi Pelajaran Informatika Kurikulum 2013


Sumber https://blogomjhon.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel