Hak-hak PPPK selain Gaji PPPK yaitu Perlindungan dan Cuti

Perlindungan dan Hak Cuti Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)


IndoINT.org, Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, PPPK ASN harus memiliki profesi dan Manajemen PPPK yang berdasarkan pada Sistem Merit atau perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, dan penempatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

 Perlindungan dan Hak Cuti Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja  Hak-hak PPPK selain Gaji PPPK yaitu Perlindungan dan Cuti
pppk berhak memperoleh gaji dan tunjangan

Manajemen Calon PPPK yang wajib diketahui:

Manajemen PPPK perlu diatur secara menyeluruh dengan menerapkan norrna, standar, prosedur, dan kriteria. Manajemen PPPK meliputi penetapan formasi pppk, pengadaan, penilaian kinerja, hak dan kewajiban, gaji dan tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja, dan perlindungan.

Dalam BAB X yaitu bab yang membahas masalah PERLINDUNGAN dalam Pasal 75 PP no 49 tahun 2018 menyebutkan bahwa:
Ayat 1 Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:
  1. Jaminan hari tua;
  2. Jaminan kesehatan;
  3. Jaminan kecelakaan kerja;
  4. Jaminan kematian; dan
  5. Bantuan hukum.

Ayat 2 Perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 angka 1, huruf 2, huruf 3, dan huruf 4 dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional.

Ayat 3 Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 angka 5, berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.

Sedangkan dalam BAB XI yang menyangkut masalah CUTI PPPK pada Bagian Kesatu (Umum) Pasal 76 disebutkan pada ayat :
  1. Setiap PPPK berhak memperoleh cuti.
  2. Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan oleh PPK.
  3. PPK sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat di lingkungannya.

Dalam Bagian Kedua Bab XI membahas masalah Jenis Cuti yang dalam Pasal 77 Cuti sebagaimana dimaksud pada Pasal 76 PP no 49 ayat 1 terdiri atas:
  1. Cuti tahunan;
  2. Cuti sakit;
  3. Cuti melahirkan; dan
  4. Cuti bersama.

Bagian Ketiga Bab XI masih membahas tentang jenis-jenis Cuti PPPK secara lebih rinci yaitu Cuti Tahunan dalam Pasal 78 dalam ayat:
  1. PPPK ASN yang telah bekerja paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan.
  2. Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah 12 (dua belas) hari kerja.
  3. Untuk menggunakan hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, PPPK yang bersangkutan mengajukan permintaan seca.ra tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan.
  4. Hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan.

Pasal 79  pp no 49 menyebutkan Dalam hal hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat 2 akan digunakan di tempat yang sulit perhubungannya, jangka waktu cuti tahunan dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) hari kalender.

Untuk Pasal 80 membahas tentang:
Ayat 1 PPPK berhak memperoleh atas cuti tahunan dengan mengecualikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat 1 dalam hal:
  • Ibu, bapak, istri/suami, anak, dan/atau mertua sakit keras atau meninggal dunia;
  • Salah seorang anggota sebagaimana dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang bersangkutan harus. mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal; atau
  • Melangsungkan perkawinan pertama.

Ayat 2 pasal 80 Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling lama 6 (enam) hari kerja.

Ayat 3 pasal 80 Dalam ha1 PPPK telah bekerja paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus dan telah mengambil cuti tahunan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, cuti dimaksud mengurangi hak cuti tahunan yang bersangkutan.

Pasal 81 PPPK yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan Jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, disamakan dengan PPPK yang telah menggunakan hak cuti tahunan.

Bagian Keempat BAB XI membahas tentang Cuti Sakit dimana dalam Pasal 82 Setiap PPPK yang sakit pppk berhak memperoleh atas cuti sakit.

Pada Pasal 83 PP no 49 tahun 2018 disebutkan dalam ayat:
  1. PPPK yang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PPPK yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter.
  2. PPPK yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PPPK yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter pemerintah.
  3. Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 paling sedikit memuat pernyataan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti, dan keterangan lain yang diperlukan.
  4. Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) bulan.
  5. PPPK yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja.

Dalam Pasal 84 masih membahas cuti sakit dalam ayat:
  1. PPPK yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit paling lama 1 1/2 (satu setengah) bulan.
  2. Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat 1, PPPK yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabatyang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.

Pasal 85 PPPK yang mengalami kecelakaan kerja sehingga yang bersangkutan perlu mendapat perawatan berhak atas cuti sakit sampai dengan berakhirnya masa hubungan perjanjian kerja.

Pasal 86 PPPK yang menjalankan cuti sakit tetap menerima penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 87 menyebutkan bahwa:
  1. Cuti sakit diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit.
  2. Cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dicatat oleh pejabat yang membidangi kepegawaian.

Bagian Kelima Bab XI PP no 49 tahun 2018 membahas tentang Cuti Melahirkan dimana dalam Pasal 88 yaitu :
  1. Untuk kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat menjadi PPPK, PPPK berhak atas cuti melahirkan.
  2. Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan paling lama 3 (tiga) bulan.

Pasal 89 bab XI tentang cuti melahirkan:
  1. PPPK dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, dengan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenarrg untuk memberikan hak atas cuti melahirkan.
  2. Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan.

Pasal 90 PPPK NON PNS yang menggunakan hak cuti melahirkan, tetap menerima penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Keenam BAB XI tentang cuti-cuti PPPK yaitu membahas Cuti Bersama dalam Pasal 91 disebukan dalam ayat:
  1. Cuti Bersama bagi PPPK mengikuti ketentuan Cuti Bersama bagi PNS.
  2. PPPK yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak diberikan.
  3. Cuti bersama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Pada bagian akhir yaitu Bagian Ketujuh bab XI yaitu Panggilan Kembali Kerja dalam Pasal 92 ayat:
  1. PPPK yang sedang menggunakan hak atas cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a dan huruf d, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak.
  2. Dalam hal PPPK dipanggil kembali bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jangka waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak PPPK yang bersangkutan.

Pasal 93 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti diatur dengan Peraturan BKN.

Demikianlah yang dapat disampaikan mengenai PPPK berhak memperoleh selain Tunjungan yaitu Perlindungan dan Cuti semoga calon PPPK dapat mendapat pemahaman tentang PP nomor 49 tahun 2019. aamiin
Sumber https://www.profesiguru.org/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel