Ternyata Ibn Firnas Manusia Pertama Yang Berhasil Terbang, Jauh Sebelum Wright Bersaudara



Di dunia penerbangan kita mungkin sering mendengar nama Sir George Cayley, Otto Lilienthal, Santos-Dumont, dan Wright Bersaudara. Sejarah juga mencatat, pada tanggal 12 Juni 1979, Bryan L. Allen berhasil menerbangkan pesawat bertenaga manusia yang disebut Albatross Gossamer melintasi Selat Inggris. Penerbangan itu berlangsung 2 jam dan 49 menit pada ketinggian rata-rata 1.5m (5ft).

Namun tahukah jika manusia pertama yang benar-benar bisa terbang adalah Abbas Ibnu Firnas yang hidup pada abad ke-9 di Cordoba, Andalusia (Spanyol). Dikenal sebagai ilmuwan serba bisa dan menguasai beragam disiplin ilmu pengetahuan. Ia merupakan seorang penemu, fisikawan, kimiawan, insinyur, ahli musik Andalusia, dan penyair.

Selain Ibn Firnas atau juga dikenal Afernas menghasilkan penemuan-penemuan lainnya seperti alat pendeteksi waktu, yang ia persembahkan khusus untuk Amir Muhammad bin Abdurrahman. Alat ini diberi nama ‘al-Minqalah’. Benda yang dapat dipakai untuk mengetahui waktu malam dan siang tanpa perlu ada tulisan atau gambar. Ibnu Firnas juga sukses dalam menciptakan sebuah jam air yang berfungsi untuk menentukan waktu dan dikenal dengan sebutan ‘Al-Maqata’. Dalam bidang astronomi, Ibnu Firnas pun mampu menciptakan semacam rantai cincin untuk menjelaskan pola gerakan planet dan bintang yang disebut dengan Dzatul Halqi (Astrolabe).

Para ahli sejarah juga telah sepakat bahwa ibnu firnas penemu pertama kaca dari batu dan pasir di andalusia, menjadikan benda ini tidak hanya dimiliki orang-orang kaya di zaman itu, akan tetapi bisa dimiliki siapa saja yang membutuhkan, dan inilah faktor pendorong ibnu firnas untuk terus bereksperimen menerapkan ilmu kimia, hingga menemukan hal-hal baru yang berguna bagi kemaslahatan manusia. Selain itu Ia berhasil mengembangkan proses pemotongan batu Kristal, yang pada saat itu hanya orang-orang Mesir saja yang mampu melakukannya, berkat penemuan itu, Andalusia tidak lagi membutuhkan tenaga ahli dari Mesir, karena bisa diselesaikan dalam negeri.

Abbas ibnu Firnas Lahir di Izn-Rand Onda, Al-Andalus (Sekarang Ronda, Spanyol), hidup pada masa dinasti Umayyah di Cordoba dan dikenal sebagai seorang yang berhasil melakukan penerbangan pertama. Beliau wafat pada tahun 887 atau 888 M di umur yang ke 80 tahun.


Abbas bin Firnas telah melakukan banyak riset dan penelitian. Ia telah mengkaji masa benda ketika dihadapkan dengan udara dan pengaruh tekanan udara terhadap benda di ruang hampa udara. Berbekal dari penguasaan ilmu eksak, matematika, dan kimia, ia terus mengkaji masa benda. Sampai akhirnya ia melakukan eksperim menerbangkan diri.

Dalam sejarah Ibnu Firnas diyakini penemu pertama teori penerbangan, pada awalnya ia terinspirasi oleh burung yang dapat terbang bebas di angkasa dengan sayapnya, ia berkeyakinan manusia juga pasti bisa terbang, maka ia mencoba merancang peralatan dengan penuh pertimbangan dan perhitungan, untuk mewujudkan keinginannya itu, ia mempelajari berat tubuh manusia dan tekanan udara serta pengaruhnya terhadap tubuh di udara. Ilmu pengetahuannya di bidang ilmu alam, matematika dan kimia memudahkannya untuk mengetahui karakteristik benda termasuk tubuh manusia.

Menurut sejumlah sumber, ketertarikan Abbas pada aeronautika bermula saat ia menyaksikan atraksi pria pemberani bernama Armen Firman.

Pria tersebut membuat alat dari sutra yang diperkuat dengan batang kayu. Ia lantas terjun dari ketinggian, tetapi ia tak berhasil. Untungnya, alat cukup menghambat gerak jatuh bebas Firman sehingga ia tak terluka.

Ibn Firnas yang berada dalam kerumuman penonton terkesan dengan aksi Armen Firman. Pengalamannya ini yang menyeretnya mempelajari aeronautika lebih dalam.

Sumber lain menyebut, Armen Firman sejatinya merupakan nama Ibn Firnas yang "dilatinkan". 

"Penerbangan" pada tahun 852M/293H di bawah pemerintahan Khalifah Abdul Rahman II adalah percobaan pertamanya di umur 35 tahun, ia mencoba terbang dengan parasit lebar yang dari batang kayu ringan dan kain dari menara masjid Mezquita Kordoba.

Orang-orang pun berkumpul di pusat Kota Kordoba untuk menyaksikan pementasan dengan bintang tunggal, Abbas bin Firnas. Seorang manusia akan terbang seperti burung-burung melangkahi bangunan-bangunan Kordoba. Ibnu Firnas menapak, menaiki tempat tinggi untuk memulai aksinya. Ia kibaskan kedua sayapnya menepak udara. Lalu ia terbang. Melayang jauh dari tempat bertolak dalam waktu yang singkat. Orang-orang menyaksikan peristiwa itu penuh dengan rasa takjub. Sampai akhirnya Ibnu Firnas mendarat walau dengan cedera ringan. Alat yang digunakan Ibnu Firnas inilah yang kemudian dikenal sebagai parasut pertama di dunia.

Keberhasilannya itu tak lantas membuatnya berpuas diri. Dia kembali melakukan serangkaian penelitian dan pengembangan konsep serta teori yang ia adopsi dari gejala-gejala alam yang kerap diperhatikannya.

Tahun 875, saat usianya menginjak 65 tahun, Ibn Firnas merancang dan membuat sebuah alat terbang yang mampu membawa penumpang. Ia mencoba terbang kesekian kalinya dengan mengenakan pakaian yang terbuat dari serat sutra putih yang serat dan padat, kemudian ia balut dengan bulu-bulu burung nasar, dan sepasang sayap dari kayu dan parasit kain sutra. 

Ia lantas mengundang orang-orang Cordoba untuk turut menyaksikan penerbangan bersejarahnya. Disebutkan dalam buku mausu’a tarikh al-andalusia, ibnu firnas melompat dari anak bukit jabal al-‘arus(gunung ‘arus atau mount of the Bridge) di kota Min Aqwat atau dalam Bahasa spanyol disebut Monte Agudo dekat kota Balnasia.

Sebelum melakukan uji coba terbang, Ibn Firnas sempat mengucapkan salam perpisahan, mengantisipasi jika penerbangannya gagal.

“والآن أستأذنكم لأحلق في الجو كالطائر، فإن سارت الأمور على ما يرام، فسأتمكن من العودة إليكم سلما”

"Dan sekarang saya minta doa restunya untuk terbang di udara layaknya burung, seandainya semuanya ini berhasil, maka saya akan kembali dengan selamat"

Kemudian ia melompat dari puncak bukit, penerbangan itu sukses. Ibn Firnas mampu terbang selama 10 menit. Sayang, cara meluncurnya tidak tepat sehingga melakukan pendaratan yang fatal.

Ibn Firnas terempas ke tanah bersama "pesawatnya" dan mengalami patah tulang pada bagian punggung. Kecelakaan itu terjadi karena dia lupa untuk menambahkan ekor pada alat buatannya.

Ibn Firnas tidak memperhitungkan pentingnya ekor sebagai bagian yang digunakan untuk memperlambat kecepatan saat melakukan pendaratan sebagaimana layaknya burung ketika menggunakan ekornya. Dalam beberapa riwayat disebutkan tulang rusuknya patah.

Salah satu saksi mata yang ikut menyaksikan percobaan tersebut mengatakan: “Ibnu Firnas telah berhasil terbang di udara layaknya burung, akan tetapi ketika ingin mendarat di tanah ia terkena musibah di punggungnya, dikarenakan ia tidak menggunakan ekor, dan mungkin tidak memperhatikan burung ketika akan landas pasti menggunakan ekornya”. Itulah kenapa pesawat terbang ketika akan lepas landas pasti dengan roda belakang yang lebih dahulu menyentuh tanah kemudian roda depan, hal itu karena belajar dari burung dan pengalaman ibnu firnas.

Keberhasilan ibnu firnas untuk terbang menjadi buah bibir di khalayak luas penduduk kordoba, disetiap sudut kota terdengar kerumungan membicarakannya, namun tidak semua orang menyukai apa yang dilakukan Ibnu Firnas, banyak juga kalangan yang semakin gerah dibuatnya, ibarat kata orang “Dimana ada hujan disana pasti ada petir”, disetiap kesuksesan pasti ada juga yang menghasutnya.

Mu’min Ibnu Said (w 886), seorang penyair yang hidup sezaman dengan Firnas, mencatat aksi Firnas dengan kata-katanya: “Firnas terbang lebih cepat daripada burung phoenix, ketika ia mengenakan bulu-bulu di badannya seperti burung manyar.

Sekitar tujuh abad setelah kematian Firnas, sejarawan Maroko Ahmed Muhammad al-Maqqari (wafat 1632) menulis sebuah deskripsi tentang Firnas yang mencakup hal-hal berikut:

"Di antara eksperimen penasaran lainnya yang dia buat, salah satunya adalah mencoba terbang. Dia memenuhi dirinya dengan bulu, menempelkan dua  sayap ke tubuhnya, dan menuju bukit, lalu menjatuhkan diri ke udara, menurut kesaksian beberapa penulis yang dapat dipercaya yang menyaksikan pertunjukan tersebut, dia terbang dengan cukup jarak jauh, seolah-olah dia adalah seekor burung, tapi, saat landing lagi di tempat dari mana dia take off, punggungnya terasa sangat sakit, ia lupa jika burung yang turun menggunakan ekor mereka (untuk menghambat laju), dia lupa memberi memasangnya."

Sekitar 12 tahun setelah ia melakukan uji coba terbang keduanya. Abbas Ibn Firnas wafat karena tidak bisa bertahan dari deraan sakit akibat cedera punggung yang diderita saat melakukan uji coba pesawat buatannya.

Sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam bukunya yang berjudul History of the Arabs: From the Earliest Times to the Present mengatakan bahwa Abbas bin Firnas sebagai salah satu tokoh besar dan manusia pertama dalam sejarah yang melakukan uji coba dalam bidang penerbangan. “Ibn Firnas was the first man in history to make a scientific attempt at flying.”

Ibnu Firnas tercatat sebagai manusia pertama yang mengembangkan alat penerbangan dan sukses terbang. Namanya diabadikan sebagai simbol keberanian dalam melakukan eksperimen. Ia telah mengajarkan pada dunia bahwa manusia bisa terbang. Pengertian manusia pertama di sini berlaku umum, mencakup siapa pun yang berhasil terbang menggunakan alat apa pun, tidak harus berupa pesawat terbang seperti yang ada saat ini.

Karena banyak yang menuding Ibn Firnas bahwa ia bukan tokoh pertama sebagai manusia yang bisa terbang.

Jauh sebelum kelahiran Ibn Firnas, dalam mitologi Yunani Kuno (abad 8-1 SM), sayap terbang kali pertama diciptakan Daidalos, seorang seniman. Dia menciptakan sayap yang terbuat dari bulu unggas dan lilin untuk anaknya, Ikaros, di dalam penjara. Ikaros menerima sayap itu dan menggunakannya untuk kabur dari penjara. Kegirangan terbang, Ikaros lupa pesan ayahnya: jangan terbang dekat dengan matahari. Sayap itu terbakar sinar matahari sehingga Ikaros terjatuh. Namun sayang itu hanya sebuah mitos belaka.

Catatan sejarah lain yang digunakan untuk menyudutkan Ibn Firnas adalah mengenai sejarah manusia terbang menggunakan layang-layang. Bangsa China sebenarnya telah lama terbang dengan layang-layang (baca Sun Tzu's The Art of War). Yuan Huangtou sebagai pangeran cina yang menjadi tawanan pada abad ke-6 masehi, dihukum oleh Kao Yang dengan cara dilemparkan dari puncak menara namun dilengkapi dengan layang-layang yang dilekatkan pada tubuh. Yuan dikatakan sempat melayang beberapa saat. [Hallion, Richard P. (2003). Taking Flight:Inventing the Aerial Age, from Antiquity through the First World War. New York: Oxford University Press. ISBN 0195160355. Halaman 9]

Sedangkan Ibn Firnas berhasil terbang menggunakan glider, alat terbang sederhana yang dilengkapi sayap. Abbas Ibnu Firnas sebagai orang pertama di dunia yang pernah melakukan uji coba penerbangan terkendali. Dengan menggunakan semacam alat kendali terbang yang dipasang pada dua set sayap, Ibnu Firnas bisa mengontrol serta mengatur ketinggian terbangnya.

Selain itu, perangkat terbang itu juga bisa mengubah arah terbangnya, yang dibuktikan dengan keberhasilannya untuk kembali ke arah di mana ia melakukan peluncuran. Meski begitu, dia harus mengalami luka-luka saat mendarat.

Cerita Daidalos tidak bisa menjadi pijakan karena itu sebuah mitos, sedangkan cerita Yuan merupakan hasil dari insiden. Berbeda dengan Ibn Firnas yang usahanya memang didedikasikan untuk penelitian, bukan mitos maupun insiden semata.

Sejarawan Amerika, Ellen White, menulis sebuah kajian yang diterbitkan dalam jurnal teknologi dan budaya tahun 1960, ia berpendapat pelopor penerbangan pertama di Eropa adalah Eilmer of Malmesbury.

Eilmer melakukan penerbangan saat melarikan diri dari salah satu penjara di Inggris. Ia melakukan percobaan penerbangan itu di awal abad ke-11 M. Ia membuat sayap dari bulu-bulu, lalu mengikatkannya di lengan dan kakinya, kemudian terbang dalam jarak tertentu. Namun ia jatuh dan menderita patah kaki. Aksinya itu terjadi di awal tahun 1010 M. Ellen White menyatakan apa yang dilakukan Eilmer ini bukan terinspirasi mitologi Yunani kuno tentang Daedalus dan anaknya, Ikarus. Ia mengikuti kajian ilmiah yang dilakukan oleh Ibnu Firnas. Karena Ibnu Firnas menjadi satu-satunya rujukan dalam dunia penerbangan  di abad ke-11 M.  Eilmer kemudian menggunakan ekor untuk menyempurnakan konsep sayap yang sudah dibuat oleh Ibn Firnas.

Namun sangat disayangkan, buku-buku ensiklopedi sejarah penerbangan hanya memunculkan nama Orville Wright (1877 – 1923 M) dan saudaranya Wilbur Wright (1867 -1912 M), sebagai pelopor dunia penerbangan. Mereka melupakan nama ilmuan muslim, Abbas bin Firnas, sebagai orang pertama yang mengadakan kajian manusia terbang melawan gravitasi bumi. Ibnu Firnas mencapai prestasinya pada abad ke-9, hampir 1000 tahunan sebelum Wright bersaudara melakukan penerbangan perdananya.

Atas kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan, beberapa negara bahkan memberikan penghormatan khusus. Pemerintah Libya mengeluarkan prangko bergambar Abbas Ibn Firnas untuk mengenangnya.

Irak juga membangun patung sang penerbang pertama itu di sekitar lapangan terbang internasionalnya serta mengabadikan namanya sebagai nama bandara di utara Baghdad.

Patung Ibn Firnas di lapangan terbang Irak
Baru-baru ini namanya dipakai sebagai nama jembatan di kota asalnya, Cordoba. Nama Armen Firman sendiri menjadi nama salah satu kawah di bulan.

Mulai sekarang sudah saatnya memperkenalkan Abbas ibnu Firnas dalam runtutan tokoh-tokoh aeronautika baik dalam buku-buku sejarah maupun pelajaran terkait. Menghilangkan nama Abbas ibn Firnas merupakan bentuk kedzaliman atas apa yang sudah diupayakan oleh Ibn Firnas hingga cacat yang ia derita hingga wafat.

Capaian Ibnu Firnas tentu sesuatu yang ajaib di masa itu. Setelah itu, dunia penerbangan terus berkembang, Wright bersaudara dengan pesawat mesinnya hingga jadi seperti sekarang.

Sumber


Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel