Teori Perkembangan Menurut Erick Homburger Erickson

Erickson merupakan salah seorang tokoh psikoanalisis pengikut Sigmund Freud. Dia memusatkan kajiannya pada perkembangan psikososial anak. Menurut Erickson (dalam Harre dan Lamb, 1988), dalam perkembangan, anak melewati delapan tahap perkembangan (developmental stages), disebut siklus kehidupan (life cycle) yang ditandai dengan adanya krisis psikososial tertentu. 

Teori Erickson ini secara luas banyak diterima, karena menggambarkan perkembangan manusia mencakup seluruh siklus kehidupan dan mengakui adanya interaksi antara individu dengan kontek sosial. Kedelapan tahap tersebut digambarkan pada table 1.1.

Tabel 1.1: Perkembangan Psikososial Erickson
TAHAP
USIA
KRISIS PSIKOSOSIAL
KEMAMPUAN
I
0-1
Basic trust vs mistrust
Menerima, dan sebaliknya, memberi
II
2-3
Autonomy vs shame and doubt
Menahan atau membiarkan
III
3-6
Initiative vs guilt
Menjadikan (seperti) permainan
IV
7-12
Industry vs inferiority
Membuat atau merangkai sesuatu
V
12-18
Identity vs role confusion
Menjadi diri sendiri, berbagi konsep diri
VI
20an
Intimacy vs isolation
Melepas dan mencari jati diri
VII
20-50
Generativity vs stagnation
Membuat, memelihara
VIII
>50
Ego integrity vs despair


Pada tahap Basic trust vs mistrust (infancy – bayi), anak baru mulai mengenal dunia, perhatian anak adalah mencari rasa aman dan nyaman. Lingkungan dan sosok yang mampu menyediakan rasa nyaman / aman itulah yang dipercaya oleh anak, sebalinya, yang menjadikan sebaliknya, cenderung tidak dipercaya. Rasa aman dan nyaman ini terkait dengan kebutuhan primer seperti makan, minum, pakaian, kasih sayang. Sosok ibu atau pengasuh biasanya sangat dipercaya karena setiap mendatangkan kenyamanan. Sedangkan orang yang dianggap asing akan ditolaknya.

Pada tahap Autonomy vs shame and doubt (toddler – masa bermain), anak tidak ingin sepenuhnya tergantung pada orang lain. Aanak mulai mempunyai keinginan dan kemauan sendiri. Dalam masa ini, orangtua perlu memberikan kebebasan yang terkendali, karena apabila anak terlalu dikendalikan / didikte, pada diri anak dapat tumbuh rasa selalu was-was, ragu-ragu, kecewa.

Pada tahap Initiative vs guilt (preschool – prasekolah), pada diri anak mulai tumbuh inisiatif yang perlu difasilitasi, didorong, dan dibimbing oleh orang dewasa di sekitarnya. Anak mulai bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Berbagai aktifitas fisik seperti bermain, berlari, lompat, banyak dilakukan. Kurangnya dukungan dari lingkungan, misalnya terlalu dikendalikan, kurangnya fasilitas, sehingga inisiatifnya menjadi terkendala, pada diri anak akan timbul rasa kecewa dan bersalah.

Pada tahap ini, Industry vs inferiority (schoolage – masa sekolah), anak cenderung luar biasa sibuk melakukan berbagai aktifitas yang diharapkan mempunyai hasil dalam waktu dekat. Keberhasilan dalam aktifitas ini akan menjadikan anak merasa puas dan bangga. Sebaliknya, jika gagal, anak akan
merasa rendah diri. Oleh karena itu, anak memerlukan bmbngan dan fasilitasi agar tidak gagal dan setiap aktifitasnya.

Pada tahap Identity vs role confusion (adolescence – remaja), anak dihadapkan pada kondisi pencarian identittas diri. Jatidiri ini akan akan berpengaruh besar pada masa depannya. Pengaruh lingkungan sangat penting. Lingkungan yang baik akan menjadikan anak memiliki jati diri sebagai orang baik, sebaliknya lingkunganh yang tidak baik anak membawanya menjadi pribadi yang kurang baik. Orang tua harus menjamin bahwa anak berada dalam lingkungan yang baik, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, misalnya menjadi anggota geng anak nakal, anak jalanan, pemabuk, narkoba, dll., adalah disebabkan karena anak keliru dalam membangun identitas diri.

Pada tahap Intimacy vs isolation (young adulthood – dewasa awal), anak mulai menyadari bahwa meskipun dalam banyak hal memerlukan komunikasi dengan masyarakat dan teman sebaya, dalam hal-hal tertentu, ada yang memang harus bersifat privat. Ada hal-hal yang hanya dibicarakan dengan orang tertentu, ada orang tertentu tempat mencurahkan isi hati, memerlukan orang yang lebih dekat secara pribadi, termasuk pasangan lawan jenis. Kegagalan pada tahp ini dapat mengakibatkan anak merasa terisolasi di kehidupan masyarakat.

Tahap Generativity vs stagnation (middle adulthood – dewasa tengah-tengan) menandai munculnya rasa tanggungjawab atas generasi yang akan datang. Bentuk kepedulian ini tidak hanya dalam bentuk peran sebagai orangtua, tetapi juga perhatian dan kepeduliannya pada anak-anak yang merupakan generasi penerus. Ada rasa was-was akan generasi penerusnya (keturunannya), seperti apakah mereka nanti, bahagiakah, terpenuhi kebutuhannyakah? Atau akan stagnan, bertenti sama sekali.

Tahap ini, Ego integrity vs despair (later adulthood – dewasa akhir), adalah tahap akhir dari siklus kehidupan. Individu akan melakukan introspeksi, mereview kembali perjalanan kehidupan yang telah dilalui dari hari ke hari, dari tahun ke tahun, dari karier satu ke karier lainnya. Yang paling diharapkan adalah jika tidak ada penyesalan. 


Sumber https://blogomjhon.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel