Jenis dan Mekanisme Fermentasi Mikroorganisme
Tuesday, June 13, 2017
Fermentasi adalah proses pemecahan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan enzim mikroorganisme. Umumnya proses fermentasi dibedakan atas fermentasi substrat padat (solid substrate fermentation) jika substratnya padat (daging, beras, dan lain-lain), dan fermentasi substrat cair (liquid substrate fermentation) jika substratnya cair (air kelapa, susu, sari buah, dan lain-lain). Penamaan proses fermentasi didasarkan atas nama hasil akhir yang diperoleh melalui proses fermentasi, misalnya fermentasi tempe berarti hasil akhirnya tempe. Jadi, suatu proses fermentasi dinamakan sesuai hasil akhir yang diperoleh melalui proses fermentasi bukan berdasarkan substrat yang digunakan pada proses fermentasi (Gandjar dkk. 1992).
Fermentasi ditinjau dari segi biokimia merupakan metabolisme secara anaerob (tidak membutuhkan oksigen) yang menggunakan senyawa organik (gula atau molekul organik lain) baik sebagai donor maupun akseptor elektron. Energi ATP dihasilkan melalui fosforilasi pada tingkat substrat. Beberapa bakteri yang bersifat fakultatif anaerob dapat melakukan proses fermentasi apabila tidak tersedia O2 yang berfungsi sebagai akseptor elektron terakhir. Namun, apabila terdapat oksigen, proses respirasi dapat dilakukan kembali oleh bakteri tersebut. Sementara itu, fermentasi menurut istilah industri mikrobiologi, merupakan proses mikroba apapun dalam skala besar tanpa memperhatikan proses biokimia yang terjadi pada mikroba tersebut (Madigan dkk. 2011).
Peran mikroorganisme sangat penting dalam proses fermentasi. Mikroorganisme tertentu memiliki enzim-enzim yang berguna dalam proses fermentasi. Setiap mikroorganisme menghasilkan produk akhir fermentasi yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat berupa hasil produk kimianya maupun hasil produk komersialnya (tempe, tape, dan lain-lain). Perbedaan proses fermentasi dari mikroba tertentu dapat bermanfaat sebagai penciri identifikasi dari mikroba tersebut. Contoh produk kimia yang dihasilkan dari proses fermentasi di antaranya asam laktat (Streptococcus, Lactobacillus), alkohol (Zymomonas, Saccharomyces), asam propionat (Propionibacterium), 2,3-butanediol (Enterobacter, Serratia, Bacillus), dan asam butirat (Clostridium) (Harley & Prescott, 2002). Contoh produk komersial yang dihasilkan dari beberapa jenis mikroba di antaranya tempe (Rhizopus oryzae), tape (Chlamydomucor oryzae, Endomycopsis burtonii), dan cider/sari buah (Saccharomyces cerevisiae) (Gandjar dkk. 1992).
Baca juga: Uji Aktivitas Biokimia Mikroorganisme dan Gula Sebagai Sumber Energi
Tempe
Tempe merupakan salah satu makanan tradisional yang berada di Indonesia. Tempe merupakan salah satu makanan hasil fermentasi. Bahan baku tempe umumnya berasal dari kacang kedelai. Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan tempe adalah proses perendaman dan pengulitan biji kacang kedelai, setelah itu dikukus setengah matang. Kacang kedelai tersebut kemudian diinokulasikan dengan kapang dari jenis Rhizopus. Setelah satu hingga dua hari dilakukan proses inkubasi di tempat yang hangat, kacang kedelai akan saling berlekatan karena terjalin oleh benang – benang miselium yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus (Gandjar dkk. 1992; Winarno dkk. 1984). Tempe umumnya memiliki kandungan protein 40% dari berat kering. Oleh karena itu, tempe dapat menjadi makanan bernutrisi pengganti bahan daging sebagai makanan (Winarno dkk. 1984).
Usar atau ragi tempe merupakan kultur yang sering digunakan dalam proses pembuatan tempe. Pembuatan usar masih sering dilakukan secara tradisional, yaitu dengan membuat adonan usar yang dibungkus dengan daun waru (Hibiscus tiliaceus). Mikroorganisme yang digunakan dalam pembuatan usar atau ragi tempe yaitu kapang dari jenis Rhizopus. Ditemukan juga beberapa jenis bakteri pada tempe, namun biasanya keberadaan bakteri tersebut merugikan karena menimbulkan bau yang tidak enak pada tempe. Selain itu, komposisi usar juga masih sedikit diketahui.(Winarno dkk. 1984).
Secara ringkas ada tiga tahap utama pembuatan tempe, yaitu tahap persiapan substrat (kacang kedelai), tahap persiapan suspensi spora, dan tahap inokulasi. Tahap persiapan substrat adalah tahap penanganan terhadap kacang kedelai yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Tahap selanjutnya, adalah pembuatan suspensi spora, dalam hal ini spora berasal dari Rhizopus oryzae. Tahap terakhir adalah tahap pencampuran kacang kedelai dengan usar atau suspensi spora Rhizopus oryzae saja. Selanjutnya, campuran tadi diinkubasi selama 1 – 2 hari pada suhu sekitar 28 – 30 °C (Gandjar dkk. 1992).
Feremntasi Tape
Fermentasi tape merupakan salah satu jenis fermentasi yang juga umum ditemukan di Indonesia. Ada dua jenis fermentasi tape yaitu fermentasi tape singkong dan fermentasi tape ketan. Fermentasi tape singkong memakai substrat yang berasal dari singkong, sedangkan fermentasi tape ketan memakai substrat yang berasal dari biji serealia (padi). Proses fermentasi tape secara biokimia memiliki dua tahapan utama, yaitu tahap perombakan pati menjadi gula sederhana melalui enzim amilase yang diproduksi kapang dan tahap perombakan gula menjadi asam dan alkohol melalui khamir tertentu seperti Saccharomyces sp. (Winarno dkk. 1990). Mikroorganisme yang biasa digunakan dalam proses fermentasi tape ada beberapa jenis, di antaranya Chlamydomucor oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor indicus, dan Saccharomyces sp. (Gandjar dkk. 1992; Winarno dkk. 1984).
Tahap pembentukan tape singkong ada beberapa langkah. Langkah pertama umbi dikupas, dipotong, dicuci, dan dikukus sampai tiga perempat masak. Setelah dingin, potongan umbi tersebut dicampur dengan ragi tape. Langkah terakhir adalah kultur tadi diinkubasi selama 48 jam pada suhu 28 – 30°C (Gandjar dkk. 1992).
Tahap pembentukan tape ketan ada beberapa langkah pula. Langkah pertama adalah dengan mencuci 100 gram serealia, kemudian di-aron dengan 60 – 70 ml air, dikukus selama 20 menit, dan didinginkan. Selanjutnya biji serealia diinokulasi dengan ragi tape yang sudah dihaluskan sebanyak 0,1 % (b/b). Lalu adonan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditutup. Langkah terakhir adalah adonan tadi diinkubasi selama 48 jam pada suhu 28 – 30°C (Gandjar dkk. 1992: 64).
Cider
Cider merupakan minuman hasil fermentasi sari buah dan mengandung alkohol berkisar 6,5 – 8,0 persen. Mikroba yang berperan dalam fermentasi cider umumnya adalah khamir atau ragi dari marga Saccharomyces, Candida dan Hansenula, atau dari jenis bekteri yaitu Acetobacter xylinum. Jumlah starter yang ditambahkan sekitar 2 – 20 persen dari volume sari buah. Sementara itu, lama fermentasi tergantung dari jenis khamir yang dipakai, kadar awal gula dan kadar alkohol yang diinginkan. Selama fermentasi terjadi proses perombakan gula menjadi alkohol, dan hasil sampingnya dapat berupa asam asetat, asam laktat dan aldehida.
Pembuatan fermentasi cider dapat terbagi menjadi dua tahapan utama, yaitu tahap pembuatan starter dan tahap pembuatan cider. Pembuatan starter memiliki beberapa tahapan. Langkah pertama, buah yang akan digunakan diblender kemudian ditambah air (1 – 2 kali volume sari buah) dan gula (15 – 20 % dari volume akhir). Kemudian, 100 ml larutan sari buah dipisahkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan yang lain dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang lebih besar. Selanjutnya semua sari buah di pasteurisasi. Sementara itu, suspensi Saccharomyces cerevisiae dibuat. Selanjutnya, diinokulasikan 1 ml suspensi spora ke dalam 100 ml larutan sari buah tadi. Langkah terakhir adalah dengan mengambil 30 ml sari buah yang telah diinokulasi dan dimasukkan ke dalam tabung fermentasi kemudian diinkubasi pada suhu tertentu (Gandjar dkk. 1992). Pembuatan starter berfungsi untuk mengontrol dan memprediksi hasil fermentasi. Selain itu, pembuatan starter berfungsi untuk mengurangi kegagalan yang mungkin terjadi pada proses fermentasi. Pembuatan starter juga untuk mengadaptasikan bakteri terhadap medium substrat dan untuk menginhibisi organisme yang tidak diinginkan.
Tahap kedua adalah tahap pembuatan cider. Langkah pertama adalah melakukan pemeriksaan kadar alkohol dari larutan sari buah yang dibuat starter. Cara memeriksanya adalah beberapa mililiter larutan diambil, didihkan, kemudian dicatat suhu didihnya. Selanjutnya, dilakukan hal yang sama pada air. Kemudian, dihitung selisih dari kedua suhu yang didapat dan ditentukan kadar alkohol dengan tabel Steinkraus. Langkah kedua starter diinokulasikan ke dalam sari buah sebanyak 1% (v/v), kemudian mulut erlenmeyer ditutup dengan sumbat yang telah diberi selang dan ujung selang yang lainnya dicelupkan ke dalam bak yang berisi air. Langkah ketiga sari buah tadi diinkubasi pada suhu 28 – 30°C selama 7 – 14 hari. Langkah keempat adalah pemeriksaan kadar alkohol lagi seperti pada langkah pertama, kemudian dilakukan penghitungan kadar alkohol:
ta = |tjuice – takuades (sebelum fermentasi)|
tb = |tjuice – takuades (sesudah fermentasi)|
Kadar alkohol yang terbentuk:
(tb – ta) = Δt
Selanjutnya, selisih suhu yang didapat dikonversikan dengan menggunakan Tabel Steinkraus.
Yoghurt
Yoghurt adalah bahan makanan yang berasal dari susu yang merupakan hasil pemeraman susu dalam bentuk mirip bubur atau es krim yang mempunyai rasa agak asam sebagai hasil fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu. Akhir-akhir ini ditemukan pula bahwa yoghurt dapat pula dibuat dari susu skim, full krim, atau bahkan dari kacang kedelai (disebut Soyghurt). Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan cara penambahan bakteri-bakteri Lactobacillus bulgaris dan Streptoccus thermophillus. Dengan fermentasi tersebut, rasa yoghurt akan menjadi asam karena adanya perubahan laktosa menjadi asam laktat (Saleh 2004).
Langkah pertama dalam pembuatan yoghurt yaitu susu murni disiapkan kemudian diencerkan dengan air hangat dan dipanaskan hingga mendidih. Langkah kedua susu tersebut didinginkan hingga mencapai 45°C. Langkah ketiga susu tersebut ditambahkan bakteri starter yoghurt. Langkah kelima susu yang sudah dicampurkan starter dimasukkan ke dalam botol steril atau gelas plastik. Selanjutnya, diinkubasikan selama 12 – 14 jam pada suhu ruang (Saleh 2004).
Yoghurt memiliki beberapa manfaat penting. Beberapa manfaat dari yoghurt yaitu membantu kelancaran pencernaan, mencegah keropos gigi, dan mengobati sakit tenggorokan. Probiotik dalam yoghurt dapat meningkatkan gerak peristaltik sistem pencernaan dengan merangsang produksi musin yang memisahkan nutrisi untuk perbaikan jaringan. Bakteri dalam usus juga membantu dalam memproduksi vitamin B untuk meningkatkan efisiensi sistem saraf (Noorastuti & Nurlaila, 2010).
Sumber https://www.generasibiologi.com/