Bukan Aisyah ra, Ternyata ini Istri Ke-dua Rasulullah Dan Kisahnya
Friday, June 9, 2017
Mengenai ilmu berkeluarga dan cinta maka kita tidak jauh-jauh berbicara dari kehidupan Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam yang telah banyak memberikan tauladan bagi ummat-ummatnya di akhir zaman ini.
Rasulullah memang melangsungkan akad nikah sebanyak 13 kali. Tapi bukan berarti beliau memainkan perasaan wanita. Dari bukunya Abu Fikri dengan judul Poligami Yang Tak Melukai Hati?yang saya kutip menyebutkan bahwa Rasulullah tidak pernah melakukan poligami selama Khadijah masih hidup. Aisyah adalah satu-satunya istri yang masih perawan (gadis) yang dinikahi Rasul selepas kewafatan Khadijah. Selebihnya istri-istri Rasulullah merupakan janda-janda yang dinikahi untuk kepentingan mempersatukan suku dan kepentingan dakwah.
Ketahuilah, Islam merupakan satu-satunya agama yang secara jelas dan gamblang membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi plus dengan syaratnya. Bahkan konsep poligami dalam Islam lebih teratur jika dibandingkan dengan agama-agama lain.
Baca Selengkapnya: Poligami Dalam Agama Yahudi, Kristen, Hindu dan Budha Serta Islam
Banyak yang mengira, setelah Khadijah wafat, Allah memberikan Aisyah sebagai penganti dan pelipur lara Rasulullah. Dalam artian, banyak yang menyakini bahwa Aisyah merupakan istri kedua Rasulullah.
Begitupun dengan saya, sebelumnya saya juga mengira seperti itu. Hingga ada yang bertanya kepada saya bahwa ia telah membaca buku Sirah Nabawiyah karangan Syafiyyurrahman dan menyebutkan bahwa Asiyah bukan istri ke-dua Rasulullah. Sedikit penjelasan, nama beliau adalah Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri. Beliaulah penulis Sirah Nabawiyah yang berjudul asli Ar Rahiq Al Makhtum, atau Bukti Kenabian.
Seketika itu saya mencoba bangun dari ketidak perdulian ini dan mencari tahu, apa iya yang saya yakini selama ini salah bahwa Asiyah adalah istri kedua Rasulullah?. langsung ruju' ke kitabnya Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfuri di halaman ke 578 dan ternyata jelas disebutkan bahwa Saudah binti Zama'ah adalah istri kedua Rasulullah. Begitu pula dalam bukunya Syaikh Muhammad Said Mursi, dengan judul Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah dalam bab tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan wanita pada barisan ummahatul mukminin Aisyah menempati urutan ketiga.
Kisah lengkap dari pernikahan dengan Rasulullah disebutkan dalam kitab Nisa'a Haula Rasul; Qudwatul hasanah wa uswatuth thayyibah linnisa'il ursatul muslimah karya Muhammad Ibrahim Saliim, atau versi terjemahnya dengan nama Perempuan-Perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah SAW halaman 24. dan juga kitab Nisa' Haula Rasul karya Muhammad Ali Qutb yang versi terjemahnya berjudul 36 Perempuan Agung Di Sekitar Rasulullah halaman 53.
Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah shallahu alaihi wasallam setelah wafat Khadijah, dan merupakan janda yang suaminya wafat saat hijrah ke Habasyah. Setelah lebih dari tiga tahun dari masa pernikahannya dengan Saudah binti Zam'ah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menikah lagi dengan Aisyah.
Sepeninggal Khadijah, banyak sahabat berharap kepada Rasulullah untuk segera mengakhiri masa dudanya dengan menikah lagi. Namun, Siapakah orang yang berani membuka jalan untuk itu?
Datanglah Khaulah binti Hakim menghadap Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam guna mengemban misi tersebut dengan mengusulkan Aisyah binti Abu Bakar As Siddiq sebagai calon istri yang menggantikan Khadijah. Namun, karena usia Aisyah yang masih belia, lamaran itu pun ditunda sampai Aisyah tumbuh dewasa.
Dari sisi lain, siapakah yang mendampingi Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, yang merawat putri-putrinya, dan yang mengurus segala urusan rumah tangga kalau harus menunggu Aisyah sampai dua atau tiga tahun lagi ? Jatuhlah pilihan tersebut kepada Saudah binti Zam'ah dari Bani Uday bin Najjar.
Untuk itu, diutuslah Khaulah binti Hakim guna melamarnya. Sebelum kerumah Zam'ah (Ayahnya Saudah), Khaulah mampir terlebih dahulu ke rumah Abu Bakar guna memberi tahu niat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tersebut.
Sesampainya di rumah Zam'ah dan bertemu dengan putrinya, Khaulah berkata lagi kepada Saudah binti zam'ah, "gerangan apa yang terjadi sehingga Allah menganugerahkan kebaikan dan keberkahan buatmu wahai saudara?," dengan mimik muka yang penuh dengan tanda tanya, Sauda bertanya kepada khaulah, "apa yang Anda maksud wahai Khaulah?" Khaulah menjawab, sesungguhnya saya diutus Rasulullah guna melamarmu untuknya. Dengan nada gemetar, Saudah bertanya, "anda serius? kalau memang benar, silahkan anda mengungkapkannya kepada ayah". Diterimalah lamaran tersebut dan akad nikahpun segera dilangsungkan.
Menilik kondisi Saudah sebelum diperistri oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam akan tampak apa sebab tujuan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam menikahinya? dari sisi usia, Saudah bisa dikatakan telah memasuki usia senja saat itu. Saudah adalah salah seorang wanita yang ikut hijrah ke Habasyah bersama suaminya yang anak pamannya sendiri. pada saat itu pula (hijrah), sang suami meninggal dunia. Tidak ada penderitaan seperti yang diderita Saudah. kesedihan seorang istri yang ditinggal mati suaminya di tengah-tengah penderitaan hijrah.
Kondisi Saudah tersebut merupakan salah satu faktor penyebab pernikahan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dengannya.
Selama berapa tahun, Saudah hidup berdua bersama Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam, datanglah Aisyah sebagai istri baru Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam. Saudah tahu persis bagaimana cintanya Rasulullah kepada Aisyah. Oleh karena itu dalam banyak kesempatan Saudah mengalah dan memberikan hatinya (gilirannya) kepada Aisyah dan memberikan keluasan dalam mengatur urusan rumah tangga. Dalam setiap geraknya, Saudah selalu menomorsatukan keridhaan pengantin baru (Aisyah), bahkan tidak jarang Saudah harus begadang demi ketenangan Aisyah.
Menurut riwayat, perkawinan Nabi shallallahu alaihi wasallam dengan Aisyah ini terjadi pada bulan Syawwal tahun ke-10 dari kenabian. Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak mengawini seorang gadis melainkan Aisyah.
Tidak ada yang Saudah harapkan di usianya yang semakin senja kecuali hanya ingin tetap menjadi istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam selama di dunia dan di akhirat. Dia terus berharap agar kemuliaan sebagai istri Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ini terus langgeng.
Itulah sosok kepribadian Saudah yang tidak henti-hentinya menjaga dan memelihara rumah tangga Nabi dengan penuh keikhlasan dan keimanan sampai akhir hayatnya. Saudah meninggal pada masa pemerintah Umar Ibnul Khattab.
Keagungan dan kharisma Saudah pun masih membekas di hati Aisyah sehingga ia berharap ingin sepertinya. Aisyah berkata tidak ada wanita yang dicintai selain Saudah binti Zam'ah. Saya berharap bisa menjadi bajunya (penggantinya) meskipun baju itu terlalu tajam bagiku (sesuatu yang sulit bagi saya.).