Anggaran TPG di Pangkas Karena Banyak Permasalahan di Daerah, Diharapkan TPG Tidak Melalui Pemda
Friday, September 2, 2016
Tunjangan Profesi Guru dalam satu minggu ini banyak di perbincangkan oleh guru yang bersumber dari media elektronik, sumber berita berasal dari dengan pendapat Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan DPR RI yang membahas defisit angggaran dan RAPBN 2017. Disana Menteri keuangan membeberkan bahwa hasil verifikasi Kementriannya menemukan kelebihan dana TPG 2016 mencapai Rp. 23 Triliun karena salah perhitungan dari Kementrian Pendidikan dan kebudayaan tentang besaran anggaran dan jumlah guru yang bersertifikasi. Besarnya temuan tersebut membuat heboh masyarakat, karena sangat terbalik dengan keadaan keuangan negara yang mengalami defisit.
Menurut Retno Listyarti selaku Sekretaris Jendral Federasi Serikat Guru Indonesia disingkat FSGI menilai, buruknya sistim distribusi atau penyaluran dari pusat ke pemerintah daerah dituding menjadi penyebab masalah kelebihan anggaran yang baru saja membuat heboh.
Permasalahan bukan saja terjadi pada masalah pendataan guru yang berhak menerima TPG, Retno menuturkan, pada 2014 FSGI pernah mendapat beberapa laporan dari guru yang tunjangannya tertunda hingga enam bulan.
Anehnya lagi keterlambatan pencairan itu bukan karena maslah adminitrasi atau teknis, namun memang di sengaja ditahan oleh Pmerintah Daerah di Bank sebagai dana deposito yang menghasilkan bunga. Dan Praktik tersebut, kata Retno, sudah terjadi sejak awal pemberlakuan sistem distribusi melalui pemerintah daerah pada 2007.
"Sebelum tahun 2012 kami mendapatkan data, dana tunjangan terlambat karena disimpan untuk dibungakan," ujar Retno saat ditemui di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
Temuan janggal ini sudah pernah disampaikan FSGI ke pihak Kementerian Pendidikan, namun sama kita ketahui bahwa dana yang telah disalurkan ke daerah bukan lagi wewenang kementerian untuk mencairkan ke para guru yang bersertifikasi.
"Jadi sengaja ditahan kemudian didepositokan di bank. Temuan itu sudah kami laporkan," kata dia.
Retno mengatakan, untuk menghindari praktik penyimpangan, pemerintah pusat sebaiknya mengubah sistem transfer tunjangan. Artinya, TPG langsung dibayarkan ke rekening pribadi guru. Selama ini, guru tidak mengetahui berapa besaran tunjangan yang seharusnya diterima. Sebab, pada praktiknya tunjangan tidak dibayarkan secara rutin oleh pemerintah daerah.
Setelah dilakukan penghitungan pun, kata Retno, masih ditemukan jumlah tunjangan yang diterima tidak sesuai dengan gaji pokoknya. Retno meyakini dengan sistem distribusi langsung ke rekening guru bisa meminimalisasi praktik penyimpangan dan menghindari terjadi kelebihan anggaran TPG.
"Sebelumnya sistem transfer itu langsung ke rekening guru, tidak melalui pemerintah daerah. Tidak ada gangguan. Kalau tunjangan dosen bisa langsung bersama gaji, kenapa guru tidak bisa?" kata Retno.
Ditemui secara terpisah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan bahwa Kemendikbud akan memperketat mekanisme pengawasan terhadap distribusi Tunjangan Profesi bagi Guru (TPG).
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya kelebihan anggaran TPG yang tidak terpakai seperti yang terjadi saat ini. Adanya sisa anggaran tunjangan yang tidak terpakai dari tahun sebelumnya, membuat Kementerian Keuangan harus memotong anggaran tunjangan di tahun berikutnya.
"Ya kami akan tingkatkan pengawasan, jangan sampai ada sisa anggaran tunjangan yang terlalu besar," ujar Muhadjir saat ditemui di gedung Kementerian Pendidikan, Jakarta, Rabu (31/8/2016).
sumber : liputan6.com