Interaksi Fungi dengan Nematoda
Tuesday, March 15, 2016
Nematoda merupakan hewan dengan ciri tubuh berbentuk gilik dengan lapisan kutikula yang tebal serta memiliki tekanan hidrostatik yang tinggi dari dalam tubuhnya. Hewan ini dapat dijumpai di lautan, air tawar, tanah, maupun sebagai parasit di dalam tubuh hewan maupun tanaman (Moore, 2006). Dengan penyebaran habitat yang luas, maka nematoda juga bisa berinteraksi dengan fungi yang juga memiliki daerah yang penyebaran yang luas. Diantara keanekaragaman fungi terdapat juga fungi yang memperoleh nutrisi yang berasal dari nematoda.
Setidaknya lebih dari 300 spesies nematoda yang diketahui telah terserang oleh fungi seperti dari Ascomycota, Basidiomycota, Chytridiomycota, dan Oomycota. Kelompok fungi tersebut secara ekologi menyerang nematoda dikelompokkan menjadi tiga yakni fungi endoparasitik, fungi predator, dan fungi parasit pada telur. Fungi parasit baik endoparasit maupun parasit pada telur menyerang dengan cara adanya miselium eksternal yang berada pada inang serta mampu menghasilkan konidia maupun zoospora yang berada di permukaan tubuh inang. Selanjutnya konidia atau zoospora akan berkecambah menghasilkan hifa yang bersifat digestif. Sementara fungi predator menyerang dengan cara adanya miselium yang melekat secara adesif, membentuk seperti sarang, atau adanya konstriksi miselium pada inang. Organ inang yang terinfeksi oleh hifa tersebut akan masuk ke dalam inang dan mencerna bagian dalam tubuh inang (Barron, 2001). Adapun contoh spesies fungi parasit dan predator pada nematoda disajikan dalam Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 2. Fungi predator pada nematoda. A. Stylopage hadra; B. Nematoctonus species; C. Arthrobotrys; D. Monacrosporium; E. fungi Adhesive knobs. F. Fungi Non-konstriksi; G. Fungi Adhesive net. H. Fungi cincin konstriksi; I. Cystopage; J. Stephanocyst of Hyphoderma; K. Pedilospora dactylopaga; L. Triposporina quadridens; . M. Dactylella passalopaga (Barron 2001).
Salah satu contoh perwakilan dari fungi endoparasit adalah Harposporium anguillulae. Fungi ini berkembangbiak dengan cara spora konidia mengikuti saluran pencernaan nematoda terutama di lumen esofagus (Gambar 3). Selanjutnya spora akan membentuk hifa dan mempenetrasi rongga tubuh inang (Gambar 4).
Gambar 3. A. Konidia Harposporium anguillulae, perbesaran 600Í; B. Konidia Harposporium anguillulae yang berada di esofagus nematoda dan berkecambah mulai dari tengah, perbesaran 700Í (Barron, 1972).
Gambar 4. Nematoda yang terserang oleh Harposporium anguillulae. Fungi ini menginfeksi mulai dari rongga dalam tubuh inang hingga menghasilkan spora konidia (Barron, 1972).
Selanjutnya untuk fungi predator sebagai contoh adalah dari Genus Arthrobotrys (Gambar 5). Genus ini sebagian besar menjerat inangnya dengan menggunakan hifa yang melekat secara adesif. Fungi ini mampu menghasilkan toksin berupa asam linoleat yang bersifat toksik pada nematoda. Gejala yang ditimbulkan yakni adanya hipersensitif yang kemudian diikuti dengan adanya paralisis. Arthrobotrys juga terkadang menghasilkan senyawa antibiotik dengan tujuan agar bakteri kompetitor tidak tumbuh selama fungi tersebut menyerang nematoda. Bahkan sebagian besar fungi ini juga mampu menghasilkan protease yang berupa subtilisin yang mampu menghancurkan lapisan kutikula pada nematoda (Webster and Weber, 2007).
Gambar 5. Contoh fungi predator pada nematoda dari Genus Arthrobotrys. A. Arthrobotrys conoides (Saxena, 2008). B. Arthrobotrys oligospora. C. Arthrobotrys anchonia (Barron, 2001).
Dari penjelasan mengenai fungi parasit dan predator di atas, maka fungi-fungi tersebut dapat digunakan sebagai agen biokontrol terhadap nematoda yang bersifat parasit pada tanaman maupun hewan (Saxena, 2008). Karena sifat fungi yang parasit terhadap nematoda, maka fungi tersebut dinamakan fungi nematophagous (Webster and Weber, 2007).
Penggunaan fungi nematophagous pernah dilakukan terhadap populasi nematoda yang tumbuh di akar tanaman nanas. Kemudian penggunaan lainnya yakni terhadap nematoda yang bersifat parasit terhadap hewan yakni nematoda dari spesies Strongyloides dan Ancylostoma spp. dengan menggunakan fungi Dactylella ellipsospora yang dilakukan secara in vitro. Arthrobotrys spp. juga dapat digunakan untuk mengontrol keberadaan nematoda di dalam tubuh kuda dan keledai (Waller and Larsen, 1993).
Interaksi fungi dengan nematoda yang telah diuraikan di atas sebagian besar bersifat parasit. Interaksi tersebut dapat diaplikasikan untuk keperluan biokontrol terhadap nematoda yang bersifat parasit terhadap tumbuhan maupun hewan.
Penulis:
Mh Badrut Tamam, M. Sc.
email: mh.badruttamam@IndoINT.com