Kemdikbud Alokasikan Dana Insentif Bagi 108 Ribu Guru Honorer


Kabar gembira buat para guru honorer. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengalokasikan insentif bagi 108 ribu guru honorer bukan pegawai negeri sipil (PNS) di tahun 2016 ini. Program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kapasitas guru honorer.

”Insentif yang bukan PNS, tahun ini meningkat menjadi 108 ribu guru. Dengan ang garan dari Rp 155 miliar menjadi Rp 389 miliar,” kata Menteri Pendidikan dan Ke budayaan, Anies Baswedan, saat Rapat Kerja dengan Komite III Dewan Perwakilan Dae rah (DPD) di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2).

Selain itu, menurut Anies, Kemendikbud juga melakukan peningkatan kapasitas guru honorer dengan pendidikan dan pelatihan bagi guru swasta, dengan program Guru Pembelajar. Dikatakan Anies, Guru Pembelajar tahun 2016 menyasar 451 ribu guru dengan nilai anggaran sebesar Rp 865 miliar. ”Ada peningkatan anggaran Guru Pembelajar dari tahun 2015 sebesar Rp 262 miliar untuk 131 ribu guru,” bebernya.

Anies menyebutkan, untuk terus mendorong semua guru untuk terus gigih mencer daskan kehidupan bangsa. Tentu, kebija kan insentif untuk guru bukan PNS dika takan Anies tidak bermaksud membedakan mana guru pemerintah, dan yang bukan.

Anies mengungkapkan, pengangkatan guru honorer saat ini menimbulkan masalah guru honorer memang bukan hanya soal pengangkatan yang muncul masalah di hilir. Seperti, diungkapkan Anies masalah rekrutmen di hulu yang dilakukan oleh Kabupaten/Kota. Juga di sisi lain ada kelebihan guru atau kekurangan guru di suatu daerah. ”Kita perlu menata persoalan guru honorer ini lintas kementerian. Kita ingin tingkatkan penataan ini melalui Perpres. Ka rena beberapa hal menjadi bagian kemen terian lain. Hal yang tak kalah penting ka mi akan benahi redistribusi guru,” katanya.

”Kami akan berkomunikasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Re formasi Birokrasi mengenai masalah ini. Peraturan akan kita tingkatkan menjadi keppres. Selama hanya di menteri, otoritas legal tidak kuat,” tambah Anies.

Anies menambahkan, masalah guru honorer harus dilihat secara menyeluruh baik dari distribusi guru, pola rekrutmen guru hingga pengangkatannya. Selain itu, rasio dari guru dan siswa juga harus diperhatikan. ”Memang ada daerah yang mengalami kekurangan. Secara umum rasionya masih baik. Kalau kita lihat sebaran rasio guru SD, ada potensi tidak seimbang tapi SMP dan SMA seimbang,” jelas dia.

Menurutnya, saat ini jumlah guru honorer meningkat pesat dibandingkan 10 tahun terakhir. Sejak 1999, kenaikan jumlah siswa tidak signifikan. Sementara waktu itu ada 84 ribu guru honorer, sekarang jum lahnya mencapai 812 ribu orang. “Bila termasuk yang sudah diangkat, angka itu di atas satu juta,” tutur Anies.

Untuk itu, lanjutnya, perlu ada aturan menyeluruh tentang syarat dan ketentuan menjadi guru honorer. Selain proses rekrut men guru honorer, perlu juga diperhatikan proses pengangkatan guru honorer tersebut menjadi pegawai negeri. ”Dari sisi kami, saat ini yang bisa dilakukan adalah alokasi anggaran untuk tunjangan guru honorer. Kita perlu melihat persoalan secara lengkap dan parsial, maka solusi pun akan komprehensif. Namun ini memang masalah yang penting,” kata Anies.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris mengungkapkan, perkembangan dunia pendidikan tidak lepas dari tenaga honorer K2 terutama para guru honorer. ”Sudah selayaknyalah, saat ini pemerintah mengabulkan permintaan para guru honorer yang sudah bertahuntahun mereka perjuangkan,” jelas dia.


Ia mengatakan, alasan kemampuan keuangan negara yang tidak mencukupi untuk membiayai honorer menjadi CPNS adalah alasan klasik. Seharusnya pemerintah sejak awal punya solusi mensiasati persoalan ini. ”Sebenarnya, pada RAPBN 2016 terdapat anggaran untuk pengangkatan guru honorer, dan DPR telah setuju, tetapi ketika menjadi APBN anggaran tersebut tidak tercantum,” terang Fahira.

Sumber https://www.pgrionline.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel