Pola Interaksi Sosial yang Membentuk Keteraturan Sosial
Saturday, January 16, 2016
Pola interaksi sosial yang membentuk keteraturan sosial. Setiap individu melakukan hubungan sosial dengan individu lain. Hubungan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani. Dalam berhubungan sosial, tindakan individu diatur oleh aturan-aturan sosial yang dinamakan nilai dan norma. Jika tindakan individu dalam berinteraksi sesuai dengan nilai dan norma maka akan terbentuk keteraturan sosial.
Adanya keteraturan sosial dalam masyarakat memungkinkan individu mencapai kebutuhannya dengan wajar tanpa merugikan pihak lain. Misalnya, menjaga kebersihan, membayar pajak melaksanakan hak dan kewajibannya, menjaga keutuhan dan lain-lain. Dengan kata lain, interaksi yang sesuai nilai dan norma membentuk keteraturan sosial. Secara umum terdapat tiga bentuk atau pola interaksi yang mampu membentuk keteraturan sosial antara lain:
a. Kerja Sama (cooperation)
Tidak dapat dimungkiri bahwa sebagian besar bentuk interaksi adalah kerja sama. Kerja sama terbentuk karena orang-orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan kemudian bersepakat untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Melalui kerja sama inilah keteraturan sosial terbentuk dengan mudah. Sehubungan dengan pelaksanaannya, terdapat empat bentuk kerja sama, yaitu:
1) Bergaining (tawar-menawar) yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
2) Cooptation (kooptasi) yaitu proses penerimaan. Unsur-unsur baru oleh pemimpin atau organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam organisasi.
3) Condution (kondisi) yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih dengan tujuan yang sama. Awalnya dapat menimbulkan keadaan yang tidak stabil, dikarenakan perbedaan struktur. Namun, tujuan utamanya untuk mencapai tujuan bersama, sehingga terbentuklah kerja sama.
4) Joint-Venture (usaha patungan) yaitu kerja sama dalam pengusaha proyek-proyek tertentu.
b. Akomodasi (Accomodation)
Sebagai individu yang mendambakan suatu kedamaian dalam bentuk keteraturan masyarakat, sering kali kita berusaha menyamakan kepentingan kita dengan orang lain. Walaupun terkadang kepentingan tersebut jauh dari apa yang kita inginkan. Pengorbanan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi ketegangan yang terjadi akibat perbedaan. Proses ini dalam sosiologi dinamakan sebagai bentuk akomodasi. Dengan kata lain, akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan.
Menurut Kimball Young yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1987), kata akomodasi memiliki dua pengertian. Pertama, akomodasi menunjuk pada suatu keadaan. Artinya, suatu kenyataan adanya keseimbangan dalam berinteraksi yang dilandasi dengan nilai dan norma yang ada. Kedua, akomodasi sebagai proses.
Sebagai proses, akomodasi mengarah pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan dalam rangka mencapai keseimbangan. Dalam kehidupan sehari- hari akomodasi dapat pula diartikan sebagai suatu proses kesepakatan antara kedua belah pihak yang tengah bersengketa yang bersifat darurat (sementara) dengan tujuan mengurangi ketegangan. Berdasarkan tujuan itulah, proses akomodasi, dibedakan menjadi beberapa bentuk antara lain pemaksaan (coersion), kompromi (compromise), penggunaan jasa perantara (mediation), penggunaan jasa penengah (arbitrase), peradilan (adjudication), toleransi, dan stalemate.
c. Asimilasi (Assimilation)
Pernahkah kamu melihat pertunjukan barongsai? Biasanya pertunjukan barongsai sering digelar pada perayaan tahun baru Cina. Pertunjukan barongsai merupakan salah satu hasil asimilasi di Indonesia. Dengan kata lain, proses asimilasi menunjuk pada pembauran dua kebudayaan yang berbeda. Selain barongsai, perkawinan campur antar dua warga negara yang berbeda pun tergolong asimilasi.
Lantas, apa itu proses asimilasi? Pada umumnya proses asimilasi menunjuk suatu proses yang ditandai adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara beberapa orang atau kelompok serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi tercapainya tujuan bersama. Oleh karenanya, proses ini termasuk dalam proses asosiatif. Di mana masing-masing pihak saling memerlukan dengan tujuan membentuk kehidupan baru yang saling menguntungkan serta membentuk corak kehidupan yang berbeda.
Menurut Prof. Koentjaraningrat terdapat beberapa syarat terjadinya asimilasi. Syarat-syarat tersebut antara lain:
1) Adanya kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaan.
2) Adanya interaksi yang langsung dan intensif untuk waktu yang lama dalam kelompok tersebut.
3) Sebagai akibatnya maka kebudayaan dari masing-masing kelompok berubah dan saling menyesuaikan.
Demikian artikel kami tentang pola interaksi sosial yang membentuk keteraturan sosial. Semoga informasi yang kami sajikan tentang pola interaksi sosial yang membentuk keteraturan sosial bermanfaat. Sumber https://www.muttaqin.id/
Adanya keteraturan sosial dalam masyarakat memungkinkan individu mencapai kebutuhannya dengan wajar tanpa merugikan pihak lain. Misalnya, menjaga kebersihan, membayar pajak melaksanakan hak dan kewajibannya, menjaga keutuhan dan lain-lain. Dengan kata lain, interaksi yang sesuai nilai dan norma membentuk keteraturan sosial. Secara umum terdapat tiga bentuk atau pola interaksi yang mampu membentuk keteraturan sosial antara lain:
Pola Interaksi Sosial yang Membentuk Keteraturan Sosial
a. Kerja Sama (cooperation)Tidak dapat dimungkiri bahwa sebagian besar bentuk interaksi adalah kerja sama. Kerja sama terbentuk karena orang-orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan kemudian bersepakat untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama. Melalui kerja sama inilah keteraturan sosial terbentuk dengan mudah. Sehubungan dengan pelaksanaannya, terdapat empat bentuk kerja sama, yaitu:
1) Bergaining (tawar-menawar) yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
2) Cooptation (kooptasi) yaitu proses penerimaan. Unsur-unsur baru oleh pemimpin atau organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam organisasi.
3) Condution (kondisi) yaitu kombinasi antara dua organisasi atau lebih dengan tujuan yang sama. Awalnya dapat menimbulkan keadaan yang tidak stabil, dikarenakan perbedaan struktur. Namun, tujuan utamanya untuk mencapai tujuan bersama, sehingga terbentuklah kerja sama.
4) Joint-Venture (usaha patungan) yaitu kerja sama dalam pengusaha proyek-proyek tertentu.
b. Akomodasi (Accomodation)
Sebagai individu yang mendambakan suatu kedamaian dalam bentuk keteraturan masyarakat, sering kali kita berusaha menyamakan kepentingan kita dengan orang lain. Walaupun terkadang kepentingan tersebut jauh dari apa yang kita inginkan. Pengorbanan ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi ketegangan yang terjadi akibat perbedaan. Proses ini dalam sosiologi dinamakan sebagai bentuk akomodasi. Dengan kata lain, akomodasi merupakan suatu proses penyesuaian antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok guna mengurangi, mencegah, atau mengatasi ketegangan dan kekacauan.
Menurut Kimball Young yang dikutip oleh Soerjono Soekanto (1987), kata akomodasi memiliki dua pengertian. Pertama, akomodasi menunjuk pada suatu keadaan. Artinya, suatu kenyataan adanya keseimbangan dalam berinteraksi yang dilandasi dengan nilai dan norma yang ada. Kedua, akomodasi sebagai proses.
Sebagai proses, akomodasi mengarah pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan dalam rangka mencapai keseimbangan. Dalam kehidupan sehari- hari akomodasi dapat pula diartikan sebagai suatu proses kesepakatan antara kedua belah pihak yang tengah bersengketa yang bersifat darurat (sementara) dengan tujuan mengurangi ketegangan. Berdasarkan tujuan itulah, proses akomodasi, dibedakan menjadi beberapa bentuk antara lain pemaksaan (coersion), kompromi (compromise), penggunaan jasa perantara (mediation), penggunaan jasa penengah (arbitrase), peradilan (adjudication), toleransi, dan stalemate.
c. Asimilasi (Assimilation)
Pernahkah kamu melihat pertunjukan barongsai? Biasanya pertunjukan barongsai sering digelar pada perayaan tahun baru Cina. Pertunjukan barongsai merupakan salah satu hasil asimilasi di Indonesia. Dengan kata lain, proses asimilasi menunjuk pada pembauran dua kebudayaan yang berbeda. Selain barongsai, perkawinan campur antar dua warga negara yang berbeda pun tergolong asimilasi.
Lantas, apa itu proses asimilasi? Pada umumnya proses asimilasi menunjuk suatu proses yang ditandai adanya usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara beberapa orang atau kelompok serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi tercapainya tujuan bersama. Oleh karenanya, proses ini termasuk dalam proses asosiatif. Di mana masing-masing pihak saling memerlukan dengan tujuan membentuk kehidupan baru yang saling menguntungkan serta membentuk corak kehidupan yang berbeda.
Menurut Prof. Koentjaraningrat terdapat beberapa syarat terjadinya asimilasi. Syarat-syarat tersebut antara lain:
1) Adanya kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaan.
2) Adanya interaksi yang langsung dan intensif untuk waktu yang lama dalam kelompok tersebut.
3) Sebagai akibatnya maka kebudayaan dari masing-masing kelompok berubah dan saling menyesuaikan.
Demikian artikel kami tentang pola interaksi sosial yang membentuk keteraturan sosial. Semoga informasi yang kami sajikan tentang pola interaksi sosial yang membentuk keteraturan sosial bermanfaat. Sumber https://www.muttaqin.id/