GURU BERENCANA AKAN GUGAT MENTERI YUDDI
Thursday, December 10, 2015
Surat edaran larangan guru menghadiri HUT Ke-70 PGRI yang dikeluarkan Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi berbuntut panjang.
Para guru akan menggugat Yuddy karena dinilai telah mencemarkan nama baik Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo mengatakan, dia sudah membentuk tim untuk mengkaji isi surat edaran Menpan-RB Yuddy Chrisnandi dan surat edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Pada surat edaran Menpan-RB itu disebutkan bahwa perayaan HUT PGRI akan mengurangi profesionalisme. Sedangkan pada surat edaran yang ditandatangani Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud Didik Suhardi tertanggal 8 Desember 2015 terkesan menuduh PGRI memotong gaji guru dan memanfaatkan guru untuk kepentingan politik.
”Ada tim yang sedang mengkaji dua surat itu secara hukum. PGRI ini sebenarnya anak baikbaik sejak (berdiri) 1945. Kalau memang kami kritis, itu bentuk sayang kami kepada pemerintah,” katanya di sela Seminar Pendidikan Transformasi Sumber Daya Manusia (SDM) Pendidik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran dalam Rangka HUT Ke-70 PGRI di Kantor PGRI di Jakarta kemarin.
Setelah 7 Desember lalu, Menpan-RB mengeluarkan surat edaran mengimbau guru tidak menghadiri HUT PGRI. Keesokan harinya (8/12) Sekjen Kemendikbud Didik Suhardi mengeluarkan surat edaran yang sama. Namun, sekjen menambahkan di dalam surat itu tidak boleh organisasi yang memotong gaji guru dan memobilisasi guru untuk kepentingan politik dalam rangkaian Hari Guru Nasional.
”Ini susahnya punya menteri yang berpolitik. Mungkin mereka sedang mengukur dirinya sendiri kalau (acara) mengundang orang itu untuk kepentingan politik,” tegasnya. Dia menambahkan, surat edaran itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap guru. Buktinya, dari yang dijadwalkan 100.00 guru, yang akan hadir malah bertambah animonya hingga 109.435 guru.
Memang ada beberapa kepala Dinas Pendidikan yang mengonfirmasi surat edaran itu ke PGRI, namun mayoritas kepala dinas sudah merestui guru untuk turut hadir. Dia berpendapat, gubernur dan kepala dinas malah lebih dewasa menanggapi ini. Presiden Joko Widodo melalui ajudannya kemarin mengirim pesan pendek ke Sulistiyo juga mengonfirmasi kehadirannya pada 13 Desember nanti.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi X DPR Ridwan Hisjam tidak setuju pemerintah mengeluarkan surat edaran seperti itu. Dia menyebut surat itu sangat berlebihan karena merayakan suatu ulang tahun organisasi sah-sah saja dilakukan masyarakat. ”Pemerintahan sekarang yang lahir pada era Reformasi malah bersikap otoriter layaknya pada era Orde Baru karena mengeluarkan imbauan semacam itu kepada suatu organisasi yang berjuang untuk kepentingan guru,” katanya.
Ridwan berpendapat, pemerintah seharusnya bisa membedakan antara peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI. HGN memang wajib dirayakan bersama-sama seperti perayaan Hari Ibu. Namun, HUT PGRI boleh saja dirayakan berbeda para anggotanya. Mengenai dugaan PGRI memolitisasi, politikus Golkar ini berpendapat, suatu organisasi yang memperjuangkan hak dan martabatnya memang harus bersikap politis.
Misalnya saja untukmemperjuangkangajidan status guru, PGRI tidak bisa berdiam diri di rumah, melainkan berpolitik agar pemerintah mau mendengar aspirasi jutaan guru. Anggota Komisi X DPR Reni Marlinawati juga menilai surat edaran Menpan-RB berlebihan dan tidak pada tempatnya. Dia mempertanyakan motivasi Yuddy membuat surat edaran seperti itu. ”Saya tidak melihat kaitan kalau guru hadir di HUT PGRI itu kemudian menjadi tidak profesional,” tandas politisi Fraksi PPP ini.
Sebagai kementerian yang membawahi guru, terutama guru PNS semestinya kementerian merangkul organisasi guru. Bukan dengan cara otoriter melarang guru menghadiri perayaan. Reni meyakini guru-guru malah akan semakin solid ke PGRI karena merasa terusik dengan surat edaran Menteri Yuddy.
Menurut dia, saat ini bukan era Orde Baru yang pemerintahnya bisa melarang masyarakat melakukan kegiatan. Meskipun kegiatan itu berbentuk demonstrasi pun, tidak boleh dilarang karena itu bentuk kebebasan berekspresi.
Sebelumnya, lewat surat edarannya bernomor B/3903/PANRB/12/2015, Yuddy mengimbau guru di seluruh Indonesia menghindari semua bentuk aktivitas yang dapat mengurangi citra guru sebagai pendidik profesional, antara lain ikut serta dalam perayaan guru dan peringatan PGRI pada 13 Desember ini.
Sumber https://www.pgrionline.com/