Pengertian, Dasar Hukum, Prinsip dan Langkah-Langkah Membangun Sekolah Ramah Anak

Pengertian, Dasar Hukum, Prinsip dan Langkah-Langkah Membangun Sekolah Ramah Anak | Sekolah adalah tempat berkumpulnya anak-anak untuk menuntut ilmu. Di sinilah anank-anak tumbuh dan berkembang baik secara pedagogik maupun emosional.

Lalu mengapa harus ada istilah sekolah ramah anak? Bukankah memang sudah selayaknya sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi anak-anak. Hal ini tidak lain karena selama ini tidak sedikit sekolah yang mempraktikkan cara-cara yang kurang ramah dengan anak. Sering sekali kita mendengar berita kekerasan terhadap anak di sekolah, baik itu kekerasan fisik, kekerasan psikis bahkan sampai pada pelecehan seksual.

Dengan alasan tersebut, kemudian pemerintah mensosialisasikan tentang pentingnya sekolah ramah anak. Apa dan bagaimana sekolah anak? Inilah penjelasan singkat tentang sekolah ramah anak yang meliputi pengertian, dasar hukum, prinsip dan langkah membangung sekolah ramah anak.

Pengertian Sekolah Ramah Anak


Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara terencana dan bertanggung jawab. Sekolah memastikan tidak ada disrkimasi di dalamnya karena setiap anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Maka sekolah harus melibatkan setiap anak dalam segala kegiatan, kehidupan, sosial serta mendorong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak.

Sekolah Ramah Anak adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus.


Dasar Hukum Sekolah Ramah Anak


1. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 20013 Pasal 1 :
“Pemenuhan Hak Pendidikan Anak adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik pada usia anak secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak:
“menyebutkan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disebutkan di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dijabarkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengarkan suaranya.”


Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Sekolah Ramah Anak

Prinsip utama sekolah ramah anak seperti yang disebutkan dalam UU No. 23 Tahun 2002 yang menyebtukan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Maka sekolah harus memastikan tidak ada diskriminasi kepentingan, menghargai hak hidup serta setiap anak mendapatkan penghargaan yang sesuai.
  1. Sekolah dituntut untuk mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah media, tidak sekedar tempat yang menyenangkan bagi anak untuk belajar.
  2. Dunia anak adalah “bermain”. Dalam bermain itulah sesungguhnya anak melakukan proses belajar dan bekerja. Sekolah merupakan tempat bermain yang memperkenalkan persaingan yang sehat dalam sebuah proses belajar-mengajar.
  3. Sekolah perlu menciptakan ruang bagi anak untuk berbicara mengenai sekolahnya. Tujuannya agar terjadi dialektika antara nilai yang diberikan oleh pendidikan kepada anak.
  4. Para pendidik tidak perlu merasa terancam dengan penilaian peserta didik karena pada dasarnya nilai tidak menambah realitas atau substansi para obyek, melainkan hanya nilai. Nilai bukan merupakan benda atau unsur dari benda, melainkan sifat, kualitas, suigeneris yang dimiliki obyek tertentu yang dikatakan “baik”. (Risieri Frondizi, 2001:9)
  5. Sekolah bukan merupakan dunia yang terpisah dari realitas keseharian anak dalam keluarga karena pencapaian cita-cita seorang anak tidak dapat terpisahan dari realitas keseharian. Keterbatasan jam pelajaran dan kurikulum yang mengikat menjadi kendala untuk memaknai lebih dalam interaksi antara pendidik dengan anak. Untuk menyiasati hal tersebut sekolah dapat mengadakan jam khusus diluar jam sekolah yang berisi sharing antar anak maupun sharing antara guru dengan anak tentang realitas hidupnya di keluarga masing-masing, misalnya: diskusi bagaimana hubungan dengan orang tua, apa reaksi orang tua ketika mereka mendapatkan nilai buruk di sekolah, atau apa yang diharapkan orang tua terhadap mereka. Hasil pertemuan dapat menjadi bahan refleksi dalam sebuah materi pelajaran yang disampaikan di kelas. Cara ini merupakan siasat bagi pendidik untuk mengetahui kondisi anak karena disebagian masyarakat, anak dianggap investasi keluarga, sebagai jaminan tempat bergantung di hari tua (Yulfita, 2000:22).

7 Langkah Membangun Sekolah Ramah Anak

#Langkah Pertama kerbukaan
Sekolah harus terbuka, jika memang ada kekerasan maka akui. Selama ini sekolah cenderung menutup-nutupi jika ada kekerasan di dalamnya. Jika sekolah tidak mau terbuka soal kekerasan yang terjadi maka selamanya akan menjadi budaya yang sulit dihilangkan.

#Langkah kedua
Komitmen dari para pemipin. Bukan hanya kepala sekolah sebagai pemimpin satuan pendidikan, tapi juga pemimpin seperti kepala dinas, bupati, dan seterusnya hingga tingkat kementerian harus berkomitmen untuk memberantas kekerasan anak di sekolah.


#Langkah Ketiga
Kenali segala bentuk kekerasan, artinya sekolah harus tahu bentuk kekerasan, ciri-cirinya, dan penyelesaiannya. Penyelesaian yang tepat akan mampu menghentikan kekerasan terhadap andak di sekolah.


# Langkah Keempat
Sekolah harus mempunyai tim kerja inklusif. Kekerasan di sekolah ini harus ditangani banyak orang.

# Langkah Kelima
Persoalan kekerasan anak di sekolah juga harus dianalisa secara kontekstual. Kita tidak hanya memberikan sanksi dan punishment terhadap pelaku. Namun juga harus mengkaji faktor lain yang menyebabkan anak melakukan tindak kekerasan. Misalnya, ketika siswa tawuran apakah ada provokasi dari pihak tertentu yang ingin menjatuhkan nama baik lembaga atau kepala sekolah yang menjabat saat itu. Apakah ada muatan politis di baliknya.

#Langkah keenam
Pendekatan rasional-ekologis. Harus ada pendekatan secara individu terhadap anak. Membuat siswa yang menjadi korban terbuka dan jujur terhadap apa yang dialaminya. Selain itu juga membuat pelaku memahami jika yang dilakukan salah dan merugikan orang lain serta tidak akan mengulanginya.

#Langkah ketujuh
Harus ada evaluasi berkelanjutan. Jangan menunggu lama sampai pertengahan semester atau akhir semester. Harus segera dievaluasi agar tidak menimbulkan korban (kekerasan anak) lagi.

Demikian pengertian, dasar hukum, prinsip dan langkah membangun sekolah ramah anak yang saya kutip dari berbagai sumber. Mari kita berkomitmen untuk membangun sekolah ramah anak sehingga setiap anak bisa berkembang secara wajar dan bisa terbentuk generasi bangsa yang cerdas dan berkarakter.





Sumber http://mangwaskim.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel