Sejarah Bekam (Hijamah)


Hijamah/bekam/cupping/Blood letting/kop/chantuk dan banyak istilah lainnya sudah dikenal sejak zaman dulu, yaitu kerajaan Sumeria, kemudian terus berkembang sampai Babilonia, Mesir, Saba, dan Persia. Pada zaman Rasulullah, beliau menggunakan kaca berupa cawan atau mangkuk tinggi.

Awal mula bekam di Barat dan Timur Tengah pertama kali di lakukan oleh bangsa Mesir. Dimana didalam The Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550 SM mengatakan bahwa bangsa Mesir melakukan terapi pengobatan bekam untuk mengobati semua gangguan penyakit. Namun dari buku yang lain mengatakan bahwa sebelum bekam dilakukan oleh bangsa Mesir, pengobatan bekam telah dilakukan oleh bangsa Sumeria sekitar 4000 SM yang kemudian berkembang ke Babilonia, Saba', Persia dan termasuk berkembang ke Mesir. Di Mesir, bekam sudah ada sejak zaman kekuasaan Firaun, sekitar tahun 2500 SM. Dan pada masa Raja Ramses II, sekitar tahun 1200 SM berkembang bekam di Mesir dengan cara melempari batu kepada orang yang lewat kemudian setelah terjadi lebam dikeluarkan darahnya. Di sisi lain ada yang mengatakan bahwa metode bekam dengan melakukan lemparan batu dengan kasar terjadi pada saat zamannya Nabi Luth yaitu sekitar sebelum tahun 1800 SM. Mana yang benar, silakan para pembaca menentukan sendiri! 

Di Persia Kuno yang hidup tahun 3.000 SM, pengobatan bekam berkembang pesat dengan pengobatan lainnya yaitu pengobatan dengan menggunakan herbal (tumbuhan dan laut) dan terapi fisik lainnya sepertikay dan fashid.

Kemudian dari Mesir, pengobatan bekam yang mengalami perkembangan pesat dan memunculkan para dokter / terapis bekam masuk ke Yunani Kuno. Di Yunani kuno, bekam mendapatkan sambutan hangat termasuk dari Galen dan Hippocrates yang keduanya pelaku bekam dan pendukung setia terapi pengobatan bekam. Bahkan sebagai bentuk dukungan Galen terhadap pengobatan bekam sampai-sampai Galen mengutuk siapa saja dokter / pengobat yang tidak menggunakan pengobatan bekam termasuk Erasistratus (seorang praktisi pengobatan). Dari Yunani kuno dan Roma, pengobatan bekam sampai kepada bangsa Arab dan Persia Muslim melalui Alexandria dan Byzantium (Turki). Pada saat Rosulullah belum lahir, pengobatan bekam sebenarnya sudah berkembang pesat dilakukan oleh bangsa Arab Quraish. Kemudian pengobatan bekam dikukuhkan lagi oleh Rosulullah bahwa pengobatan bekam baik untuk pengobatan penyakit. Dari sini sebenarnya, kita mendapat pelajaran bahwa adanya Hadis Rosul yang mengatakan kebaikan bekam sebenarnya untuk lebih mengukuhkan bagi bangsa Arab dan Islam khususnya bahwa bekam sangat baik dijadikan sebagai sarana pengobatan diantara pengobatan yang lainnya.

Di zaman Rosulullah, pengobatan bekam mengalami evolusi lanjutan dengan sudah mulai menggunakan konsep dasar keilmuan dimana bekam tidak bisa dilakukan secara sembarangan namun harus berdasarkan kaidah keilmuan yang disampaikan oleh Hadis Rosul. Hal itu terbukti dengan petunjuk Rosul yang memberikan arahan bahwa pengobatan bekam itu harus disesuaikan dengan titik tertentu yang ada pada tubuh seseorang karean didalam tubuh seseorang mempunyai letak titik yang berbedan dan mempunyai fungsi yang berbeda. Jadi tidak seperti masa awal pertama kali bekam muncul yang dilakukan dengan metode kasar dan menyakitkan sehingga sampai menimbulkan efek samping yang tidak baik bahkan sampai menimbulkann kematian karena asal-asalan mengeluarkan darah dan alat yang dipakai pun tidak memenuhi kesehatan.

Kemudian pada masa perkembangan Islam, pengobatan bekam mencapai puncaknya di Irak sekitar tahun 300 Hijriah dengan dibuktikan bekam dilakukan dengan berbagai macam metode, alat-alat baru yang lebih higienis dan mempunyai konsep perpaduan dari Rosulullah (Titik Bekam Nabi) dan ilmu kesehatan yang lainnya. Sehingga pada masa itu, bermunculan para praktisi pengobatan bekam profesional yang mengenyam pendidikan pengobatan bekam dan praktisi pengobatan bekam yang diperoleh dari keturunan maupun dari otodidak dan di jalanan. Selain diperlajari oleh orang yang bergerak di pengobatan, bekam juga dipelajari oleh orang yang bukan bergerak di bidang pengobatan seperti orang yang mempelajari ilmu agama. Sehingga pada saat itu para terapis pengobatan bekam mempunyai sangat banyak ragamnya antara yang menguasai bekam berdasarkan ilmu dan yang tidak berdasarkan ilmu. Tidak seperti pengobatan bekam pada masa awal-awal yang melakukan bekam hanya di kalangan kerajaan.

Selanjutnya pada Abad 18 bekam mengalami perkembangan yang sangat pesat di dataran Eropa dan Amerika dengan diterbitkannya jurnal-jurnal ilmiah bekam dan penelitian bekam. Banyak pakar bekam yang non-muslim mengembangkan teknik dan penelitian bekam sehingga menjadi pakar bekam yang luar biasa. Diantara pakar bekam Eropa adalah Ambroise Pare (1590 - 1590) yang merupakan ahli Bedah bahkan ada yang menjuluki beliau Bapaknya Ahli Bedah. Ada lagi Sir Arthur Keith (1866 - 1955) seorang Ahli Bedah dan Anatomi Tubuh juga menjadi pakar bekam di Skotlandia yang mengatakan bahwa terdapat keberhasilan yang baik pengobatan dengan menggunakan bekam.

Namun pada zaman sekarang yang sudah mudahnya melakukan mobilitas, banyak juga orang melakukan terapi pengobatan bekam hanya melalui buku tanpa petunjuk praktisi atau belajar bekam kepada instruktur namun waktunya hanya sehari atau dua hari pelatihan. Mereka sudah merasa cukup denga ilmu yang ada, apalagi sudah merasa mendapatkan pasien. Ironis memang, sebab kalau kita kaji konsep pengobatan bekam mempunyai banyak dimensi dan keilmuan. Dimana untuk melakukan tindakan bekam selain mengetahui unsur kesehatan medis dan tradisional dan konsep keilmuannya, dalam menentukan titik bekam kita juga harus mengetahui beberapa titik bekam rekomendasi Nabi, titik bekam akupoin, titik bekam sen, titik bekam menurut anatomi fisiologi dan sebagainya dan harus bijak dalam menempatkan atau mengaplikasikan titik tersebut kepada pasien. Sebagai terapis pengobatan bekam, semoga saja kita tidak bosan-bosannya terus belajar dan menggali pengetahuan tentang bekam karena kedalaman dan keanekaragaman pengobatan bekam sangat luas dan dalam! [pelajaranbekam.blogspot.com]

Pada zaman China kuno mereka menyebut hijamah sebagai “perawatan tanduk” karena tanduk menggantikan kaca. Pada kurun abad ke-18 (abad ke-13 Hijriyah), orang-orang di Eropa menggunakan lintah sebagai alat untuk hijamah. Pada satu masa, 40 juta lintah diimpor ke negara Perancis untuk tujuan itu. Lintah-lintah itu dilaparkan tanpa diberi makan. Jadi bila disangkutkan pada tubuh manusia, dia akan terus menghisap darah tadi dengan efektif. Setelah kenyang, ia tidak berupaya lagi untuk bergerak dan terus jatuh lantas mengakhiri upacara hijamahnya.

Seorang herbalis Ge Hong (281-341 M) dalam bukunya A Handbook of Prescriptions for Emergencies menggunakan tanduk hewan untuk membekam/mengeluarkan bisul yang disebut tehnik “jiaofa”, sedangkan di masa Dinasti Tang, bekam dipakai untuk mengobati TBC paru-paru . Pada kurun abad ke-18 (abad ke-13 Hijriyah) , orang-orang di Eropa menggunakan lintah (al ‘alaq) sebagai alat untuk bekam (dikenal dengan istilah Leech Therapy) dan masih dipraktekkan sampai dengan sekarang.

Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang praktis dan efektif.Disebutkan oleh Curtis N, J (2005), dalam artikel Management of Urinary tract Infections: historical perspective and current strategies: Part 1-before antibiotics. Journal of Urology. 173(1):21-26, January 2005. Bahwa catatan Textbook Kedokteran tertua Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550 SM di Mesir kuno menyebutkan masalah Bekam.

Hippocrates (460-377 SM), Celsus (53 SM-7 M), Aulus Cornelius Galen (200-300 M) memopulerkan cara pembuangan secara langsung dari pembuluh darah untuk pengobatan di zamannya. Dalam melakukan tehnik pengobatan tersebut, jumlah darah yang keluar cukup banyak, sehingga tidak jarang pasien pingsan. Cara ini juga sering digunakan oleh orang Romawi, Yunani, Byzantium dan Itali oleh para rahib yang meyakini akan keberhasilan dan khasiatnya. [id.wikipedia.org]

Kapan Hijamah dikenal dan berkembang di Indonesia?
Tidak ada catatan resmi mengenai kapan metode ini masuk ke Indonesia, diduga kuat pengobatan ini masuk seiring dengan masuknya para pedagang Gujarat dan Arab yang menyebarkan agama Islam.

Metode ini dulu banyak dipraktekkan oleh para kyai dan santri yang mempelajarinya dari “kitab kuning” dengan tehnik yang sangat sederhana yakni menggunakan api dari kain/kapas/kertas yang dibakar untuk kemudian ditutup secepatnya dengan gelas/bekas botol. Waktu itu banyak dimanfaatkan untuk mengobati keluhan sakit/pegal-pega di badan, dan sakit kepala atau yang dikenal dengan istilah “masuk angin”.

Tren pengobatan ini kembali berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 90-an terutama dibawa oleh para mahasiswa/pekerja Indonesia yang pernah belajar di Malaysia, India dan Timur Tengah. Kini pengobatan ini dimodifikasi dengan sempurna dan mudah pemakaiannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah dengan menggunakan suatu alat yang higienis, praktis dan efektif. [id.wikipedia.org]

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel