12 Amalan yang Paling Utama di Bulan Ramadhan Sesuai Sunnah Rasulullah SAW
Thursday, August 29, 2019
12 Amalan yang Paling Utama di Bulan Ramadhan Sesuai Sunnah Rasulullah SAW - Patut kita bersyukur kepada Allah, karena hingga hari ini, kita masih diizinkan oleh Allah untuk masuk dalam bulan suci Ramadhan. Betapa banyak orang yang ingin sampai pada bulan ini tetapi ajal lebih mendahuluinya. Sedangkan kita masih bisa bertadarus, melakukan sholat tarawih, merasakan kenikmatan berbuka dengan keluarga, dan lain-lain.
Setiap kali Ramadhan tiba, hati kita bersuka-cita dalam menyambut bulan yang mulia ini. Betapa tidak, Rasulallah SAW berpesan didalam hadits
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepada kalian Bulan Ramadhan bulan yang penuh berkah. ALLAH wajibkan kepada kalian puasa dibulan ini. (Di bulan ini), akan dibukakan pintu-pintu langit, dan di tutup pintu neraka, serta setan-setan dibelenggu. Demi ALLAH, di bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan. Siapa yang terhalangi untuk mendulang banyak pahala di malam itu, berarti dia terhalangi mendapatkan kebaikan”
Mendengar Sabda Rasulullah SAW ini harusnya menjadikan kita untuk lebih bersemangat dalam mengerjakan amal kebajikan. Karena pintu neraka tertutup dan setan telah dibelenggu, serta pintu-pintu syurga telah terbuka.
Selain berpuasa sebagai amalan utama kita di bulan Ramadhan, bulan ini juga dipenuhi banyaknya keberkahan amalan-amalan lainnya. Keberkahan amalan inilah yang seharusnya kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya agar pundi-pundi amal yang kita dapatkan semakin memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Taala. Diantara banyaknya keberkahan amalan itu seperti yang telah ditulis dalam situs dakwatuna.com, ada empat amalan utama agar kita mampu mengoptimalkan bulan Ramadhan sebaik-baiknya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS al-Baqarah: 183)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu) ini merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.
Jabir bin Abdillah berkata:
إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ، وبَصَرُكَ، وَلِسَانُكَ، عَنِ الْكَذِبِ، وَالْمَحَارِمِ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ، وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَصَوْمِكَ سَوَاء
Jika Anda berpuasa, maka puasakan juga pendengaran, penglihatan, dan lisanmu dari dusta dan hal-hal lain yang dilarang. Tinggalkan perbuatan yang dapat menyakiti pelayan, dan bersikaplah yang lembut dan tenang pada hari puasamu. Jangan samakan antara hari saat berpuasa dan saat tidak berpuasa (HR. al-Baihaqi No. 3374; dan Ibn Aby Syaibah No.8880).
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah SAW menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Muslim No.1816).
Dalam melaksanakan Shalat Qiyamu Ramadhan, hendaklah dicontoh tata cara shalat Nabi Muhammad SAW, baik mengenai jumlah rakaatnya maupun kualitasnya. Nabi melaksanakan shalat Qiyamu Ramadhan sebanyak 11 rakaat dengan cara-cara yang bervariasi: dengan cara jumlah rakaat 4+4+3. Dasarnya adalah hadis berikut ini:
Begitu juga terdapat riwayat dari Aisyah radhiallahu ’anha, beliau berkata:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
“Dari Abu Salamah bahwasanya Aisyah ra. ketika ditanya tentang shalat Nabi di bulan Ramadhan, Aisyah berkata: pada bulan Ramadhan maupun yang lainnya, Nabi tidak pernah melakukan shalat lebih dari sebelas rakaat. Nabi SAW kerjakan empat rakaat, jangan engkau tanyakan tentang elok dan lamanya, kemudian Nabi kerjakan lagi empat rakaat dan jangan engkau tanyakan tentang elok dan lamanya. Lalu Nabi kerjakan shalat tiga rakaat”. (HR. Bukhari No. 2013; dan Muslim No1757).
Boleh juga dengan cara 2+2+2+2+2+1. Dasarnya adalah hadis berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَهِىَ الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلإِقَامَةِ.
Dari ‘Aisyah isteri Nabi SAW, dia berkata; Rasulullah SAW pernah shalat antara habis shalat isya’ yang biasa disebut ‘atamah hingga waktu fajar. Beliau melakukan sebelas rakaat, setiap dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir satu rakaat. Jika muadzin shalat fajar telah diam, dan fajar telah jelas, sementara muadzin telah menemui beliau, maka beliau melakukan dua kali raka’at ringan, kemudian beliau berbaring diatas lambung sebelah kanan hingga datang muadzin untuk iqamat.” (HR, Muslim No. 1752).
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al Baqarah: 185)
Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa setiap bulan Ramadhan Rasulullah SAW melakukan tadarus al-Qur’an bersama Malaikat Jibril:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” (HR. al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Oleh karenanya pada bulan ini umat Islam harus benar-benar berinteraksi dengan Al-Qur’an untuk meraih keberkahan hidup dan meniti jenjang menuju umat yang terbaik dengan petunjuk Al-Qur’an. Berinteraksi dalam arti hidup dalam naungan Al-Qur’an dengan cara tilawah (membaca), tadabbur (memahami), hifdz (menghafalkan), tanfidz (mengamalkan), dan ta’lim (mengajarkan).
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ
Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan di antara manusia lainnya, dan beliau semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan (HR. al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Karenanya kita mesti mencontoh beliau di bulan yang penuh barakah ini dengan perbanyak sadaqah, baik untuk kepentingan fi sabilillah maupun kaum dhu’afa dan fakir miskin.
Rasulullah SAW bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ ؟: الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَصَلَاةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
“Maukah kamu aku tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai dan sedekah akan memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seorang laki-laki pada pertengahan malam.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, dll) Al-Albani: hadis ini sanadnya hasan (Irwa al-Ghalil, II/139).
Dan salah satu bentuk shadaqah yang dianjurkan selama Ramadhan adalah memberikan ifthar (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, bahwasanya Nabi Saw bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ أَوْ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الصَّائِمِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang memberi ifthar kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah). Al-Albani: hadis ini shahih (Shahih al-Jami’al-Shaghir, II/1095).
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَان.
“Dari Ibnu Umar RA (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” (HR. al-Bukhari No. 2025 dan Muslim No.2838).
‘Aisyah ra juga meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (HR. al-Bukhari No.2016 dan Muslim No.1172).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : : لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ قَالَ لأُمِّ سِنَانٍ الأَنْصَارِيَّةِ مَا مَنَعَكِ مِنَ الْحَجِّ قَالَتْ أَبُو فُلاَنٍ – تَعْنِي زَوْجَهَا – كَانَ لَهُ نَاضِحَانِ حَجَّ عَلَى أَحَدِهِمَا وَالآخَرُ يَسْقِي أَرْضًا لَنَا قَالَ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً مَعِي.
Dari Ibnu Abbas RA, dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW pulang dari hajinya, beliau bersabda kepada seorang wanita Anshar (Ummi Sinan): “Apa yang menghalangimu untuk ikut berhaji bersama kami?” Ia menjawab, “Kami tidak memiliki kendaraan kecuali dua ekor unta yang dipakai untuk mengairi tanaman. Bapak dan anaknya berangkat haji dengan satu ekor unta dan meninggalkan satu ekor lagi untuk kami yang digunakan untuk mengairi tanaman.” Nabi bersabda,”Maka apabila datang Ramadhan, berumrahlah. Karena sesungguhnya umrah di dalamnya menyamai ibadah haji bersamaku.” (HR. al-Bukhari No. 1863).
Apa maksud sabda Nabi tersebut? Apakah itu hanya berlaku untuk perempuan yang rela mengalah kepada suami dan anaknya untuk pergi haji itu?
Ada tiga pendapat tentang ini.
Pertama, hadits ini khusus untuk wanita yang diajak bicara oleh Nabi Saw, yakni Ummu Sinan. Ini pendapat Said bin Jubair (Ibn Hajar al-Asqalani, lll/605 dan al-Adzim al-Abadi, Aun al-Ma’bud, V/323).
Kedua, keutamaan umrah ini bagi orang yang berniat haji, lalu ia tidak mampu mengerjakannya, dan kemudian ia menggantinya dengan umrah di Ramadhan. Sehingga ia mendapat pahala haji secara sempurna bersama Rasulullah Saw karena terkumpul dalam dirinya niat haji dalam pelaksanaan umrah. (Tafsir Ibn Katsir, I/286; Ibn Rajab, Latha’if al-Ma’arif, I/249).
Pendapat ketiga, yang dipegang oleh Empat Imam Mazhab, meyakini bahwa keutamaan dalam hadits ini bersifat umum bagi setiap orang yang berumrah di bulan Ramadhan. Ini berlaku bagi semua orang (Muhammad Shalih al-Munjid, Mauqi’ al-Islam Sual Wa Jawab, VII/632).
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar atas dasar iman dan mengharap pahala, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Nabi Saw menyuruh sahabatnya agar memburu Lailatul qadar dengan sabdanya:
إِنِّى أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّى نَسِيتُهَا – أَوْ أُنْسِيتُهَا – فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ
Sesungguhnya aku telah melihat lailatul qadar, saya lupa (kapan kajadiannya) atau aku sengaja dibuat lupa (oleh Allah). Karena itu maka carilah (burulah) lailatul qadar pada sepiluh hari terakhir pada tanggal yang ganjil (HR. Muslim No.2829).
أَنَّ عَائِشَةَ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، فَبِمَ أَدْعُو ؟ قَالَ: ” قُولِي: اللهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ، فَاعْفُ عَنِّي ”
Dari ‘Aisyah, ia berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus aku baca? Beliau menjawab, “Ucapkan:“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf maka ampunilah aku.”(HR. Ahmad No.25384, dan al-Tirmidzi No.3513, dishahihkan Al-Albani)
Pertama, Saat berpuasa hingga berbuka; Nabi Saw bersabda:
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ
Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa pemimpin yang adil, (2) doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang terzhalimi.”[HR.Tirmidzi, Ibn Hibban mensahihkannya]
Kedua, Saat malam terutama pada sepertiga malam terakhir:
إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757)
Ketiga, Saat waktu sahur, untuk banyak istighfar seperti yang Allah firmankan:
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan di waktu sahur (akhir-akhir malam) mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Al-Dzaariyat: 18).
Saat berbuka, karena seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.
Sepertiga malam terkahir saat Allah turun ke langit dunia dan berfirman, “Adakah orang yang meminta, pasti aku beri. Adakah orang beristighfar, pasti Aku ampuni dia.”
Beristighfar di waktu sahur, seperti yang Allah firmankan, “Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Al-Dzaariyat: 18)
Catatan Penting: Mengetahui Fiqh dan Aturan-aturan dalam Ibadah
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda: “Seorang faqih (ahli ilmu agama) lebih ditakuti syetan dari pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu)“. [HR Ibnu Majah].
Hadits diatas menegaskan kepada kita tentang urgensinya beribadah dengan ilmu. Bahkan salah satu syarat diterimanya ibadah adalah ittiba atau sesaui aturan dan sunnah Rasulullah SAW.
Dalam kaitannya dengan puasa, sungguh ibadah ini mempunyai kekhususan dalam aturan fiqhnya yang berbeda dengan lainnya. Para ulama pun menjadikan bab puasa sebagai pembahasan khusus dalam kitab fiqh. Kita perlu mengkaji ulang, bertanya dan mempelajari apa-apa yang belum sepenuhnya kita yakini atau kita ketahui. Agar kita mampu menjalani ibadah ini dengan baik tanpa keraguan sedikitpun.
Hal yang penting kita ketahui utamanya tentang apa-apa yang dibolehkan, apa-apa yang membatalkan, siapa saja yang boleh berbuka dan apa konsekuensinya. Mari kita sempatkan dalam hari-hari ini untuk kembali mengkaji fiqh seputar puasa. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah ilmu ibadah yang mulia.
Adapun sunnah-sunnah puasa, antara lain adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Sunnah yang sederhana ini adalah bagian dari kemudahan dan keindahan syariat Islam. Kita diminta mengakhirkan sahur, sebagai persiapan untuk menjalani puasa seharian. Begitu pula kita diminta menyegerakan berbuka, sebagai kebutuhan fitrah manusia yang harus diperhatikan.
Sunnah puasa lainnya adalah dengan berdoa sebelum dan saat berbuka, serta berbuka dengan seteguk air. Semoga sunnah yang sederhana ini bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan pahala puasa kita.
Menjaga puasa juga dengan menjauhi segala sikap dan tindakan yang akan mengurangi keberkahan puasa kita, seperti : marah tiada guna, emosional, berdusta dalam perkataan, ghibah, maupun kemaksiatan secara umum. Hal-hal semacam di atas, selain dilarang secara umum bagi seorang muslim, juga akan mempengaruhi kualitas puasanya di hadapan Allah SWT.
Jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita : Betapa Banyak Orang berpuasa tapi tidak mendapat (pahala) apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar, dan betapa banyak orang yang sholat malam (tarawih) tapi tidak mendapatkan apa-apa selain begadang saja (HR An-Nasai)
Mari kita mengambil pelajaran dari hadits di atas, untuk kemudian meniti hari-hari ramadhan kita dengan penuh kehati-hatian dan perhitungan. Siapapun kita tidak akan pernah rela jika hanya mendapat lapar dahaga saja di bulan mulia ini.
Rasulullah SAW telah memberikan contoh pada kita bagaimana beliau menghias hati-hati Ramadhannya dengan: Tadarus Tilawah, memperbanyak sedekah, sholat tarawih, memberi hidangan berbuka, bahkan juga I’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang terakhir. Jika kita ingin merasakan Ramadhan yang berbeda dan begitu bermakna, tentu menjadi penting bagi kita untuk menghias Ramadhan kita dengan amal ibadah tersebut. Keberkahan Ramadhan akan begitu terasa paripurna dalam hati kita.
Sholat tarawih di masjid mulai menyusut sedikit demi sedikit seiring berlalunya hari-hari awal Ramadhan. Karenanya, merupakan hal yang tidak bisa dibantah adalah jika kesuksesan Ramadhan bergantung dari keistiqomahan kita menjalani semua kebaikan di dalamnya hingga akhir Ramadhan tiba.
Syariat kita yang indah pun seolah memberikan motivasi di ujung ramadhan, agar kita bertambah semangat dalam beribadah, yaitu dengan menurunkan malam lailatul qadar yang mulia. Rasulullah SAW pun menjalankan I’tikaf untuk menutup bulan keberkahan ini.
Beliau juga bersungguh-sungguh di penghujung Ramadhan. Ibunda Aisyah menceritakan kepada kita: adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya [HR Bukhori & Muslim]
Jika seorang memahami maksud, hikmah dan manfaat dari apa yang dilakukan, maka tentulah ia akan menjalankannya dengan ringan dan senang hati. Maka begitu pula seorang yang berpuasa, ketika ia benar-benar mampu menghayati hikmah puasa, maka ibadah yang terlihat berat ini akan dijalani dengan penuh kekhusyukan dan hati yang ringan.
Diantara hikmah puasa antara lain adalah: Menjadi madrasah ketakwaan dalam diri kita, sebagaimana isyarat Al-Quran ketika berbicara kewajiban puasa, yaitu la’allakum tattaqun .. agar supaya engkau bertakwa.
Hikmah puasa yang lain adalah menggugurkan dosa-dosa kita yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat seputar keutamaan ibadah puasa Ramadhan.
Hikmah puasa berikutnya tentu saja menjadikan kemuliaan tersendiri bagi yang menjalaninya saat hari kiamat nanti. Jangankan amal ibadahnya, bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun menjadi tanda kemuliaan tersendiri di akhirat nanti. Subhanallah, Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa, lebih wangi di sisi Allah SWT dari aroma kesturi [HR. Bukhori].
Dengan memahami hikmah puasa ramadhan yang begitu besar dan mulia bagi diri kita, maka insya Allah membuat kita lebih semangat dalam menjalani hari-hari Ramadhan kita.
Sumber : umsida.ac.id, tongkronganislami.net, dutaislam.com
12 Amalan yang Paling Utama di Bulan Ramadhan Sesuai Sunnah Rasulullah SAW |
Setiap kali Ramadhan tiba, hati kita bersuka-cita dalam menyambut bulan yang mulia ini. Betapa tidak, Rasulallah SAW berpesan didalam hadits
أَتَاكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
“Telah datang kepada kalian Bulan Ramadhan bulan yang penuh berkah. ALLAH wajibkan kepada kalian puasa dibulan ini. (Di bulan ini), akan dibukakan pintu-pintu langit, dan di tutup pintu neraka, serta setan-setan dibelenggu. Demi ALLAH, di bulan ini terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan. Siapa yang terhalangi untuk mendulang banyak pahala di malam itu, berarti dia terhalangi mendapatkan kebaikan”
Mendengar Sabda Rasulullah SAW ini harusnya menjadikan kita untuk lebih bersemangat dalam mengerjakan amal kebajikan. Karena pintu neraka tertutup dan setan telah dibelenggu, serta pintu-pintu syurga telah terbuka.
Selain berpuasa sebagai amalan utama kita di bulan Ramadhan, bulan ini juga dipenuhi banyaknya keberkahan amalan-amalan lainnya. Keberkahan amalan inilah yang seharusnya kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya agar pundi-pundi amal yang kita dapatkan semakin memperkuat keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Taala. Diantara banyaknya keberkahan amalan itu seperti yang telah ditulis dalam situs dakwatuna.com, ada empat amalan utama agar kita mampu mengoptimalkan bulan Ramadhan sebaik-baiknya.
1. Al-Shaum/al-Shiyam (berpuasa).
Amaliah terpenting pada bulan Ramadhan adalah shiyam (puasa), sebagaimana termaktub dalam firman Allah yang berbunyi:يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (QS al-Baqarah: 183)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu) ini merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.
Jabir bin Abdillah berkata:
إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ، وبَصَرُكَ، وَلِسَانُكَ، عَنِ الْكَذِبِ، وَالْمَحَارِمِ، وَدَعْ أَذَى الْخَادِمِ، وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صِيَامِكَ، وَلَا تَجْعَلْ يَوْمَ فِطْرِكَ وَصَوْمِكَ سَوَاء
Jika Anda berpuasa, maka puasakan juga pendengaran, penglihatan, dan lisanmu dari dusta dan hal-hal lain yang dilarang. Tinggalkan perbuatan yang dapat menyakiti pelayan, dan bersikaplah yang lembut dan tenang pada hari puasamu. Jangan samakan antara hari saat berpuasa dan saat tidak berpuasa (HR. al-Baihaqi No. 3374; dan Ibn Aby Syaibah No.8880).
2. Qiyam Ramadhan (Shalat al-Lail, Shalat tarawih)
Para ulama sepakat bahwa Qiyamu Ramadalan (Shalat Tarwih) itu disyariatkan. Nabi Muhammad SAW menganjurkan agar kita menghidupkan malam ramadhan dengan memperbanyak shalat tersebut di sepanjang malam Ramadhan. Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW:عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُرَغِّبُ فِى قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ فَيَقُولُ « مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
Dari Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah SAW menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu. (HR. Muslim No.1816).
Dalam melaksanakan Shalat Qiyamu Ramadhan, hendaklah dicontoh tata cara shalat Nabi Muhammad SAW, baik mengenai jumlah rakaatnya maupun kualitasnya. Nabi melaksanakan shalat Qiyamu Ramadhan sebanyak 11 rakaat dengan cara-cara yang bervariasi: dengan cara jumlah rakaat 4+4+3. Dasarnya adalah hadis berikut ini:
Begitu juga terdapat riwayat dari Aisyah radhiallahu ’anha, beliau berkata:
عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا
“Dari Abu Salamah bahwasanya Aisyah ra. ketika ditanya tentang shalat Nabi di bulan Ramadhan, Aisyah berkata: pada bulan Ramadhan maupun yang lainnya, Nabi tidak pernah melakukan shalat lebih dari sebelas rakaat. Nabi SAW kerjakan empat rakaat, jangan engkau tanyakan tentang elok dan lamanya, kemudian Nabi kerjakan lagi empat rakaat dan jangan engkau tanyakan tentang elok dan lamanya. Lalu Nabi kerjakan shalat tiga rakaat”. (HR. Bukhari No. 2013; dan Muslim No1757).
Boleh juga dengan cara 2+2+2+2+2+1. Dasarnya adalah hadis berikut ini:
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَهِىَ الَّتِى يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلَى الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنْ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَتَبَيَّنَ لَهُ الْفَجْرُ وَجَاءَهُ الْمُؤَذِّنُ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلإِقَامَةِ.
Dari ‘Aisyah isteri Nabi SAW, dia berkata; Rasulullah SAW pernah shalat antara habis shalat isya’ yang biasa disebut ‘atamah hingga waktu fajar. Beliau melakukan sebelas rakaat, setiap dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir satu rakaat. Jika muadzin shalat fajar telah diam, dan fajar telah jelas, sementara muadzin telah menemui beliau, maka beliau melakukan dua kali raka’at ringan, kemudian beliau berbaring diatas lambung sebelah kanan hingga datang muadzin untuk iqamat.” (HR, Muslim No. 1752).
3. Tadarus al-Qur’an
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS. Al Baqarah: 185)
Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa setiap bulan Ramadhan Rasulullah SAW melakukan tadarus al-Qur’an bersama Malaikat Jibril:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
“Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” (HR. al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Oleh karenanya pada bulan ini umat Islam harus benar-benar berinteraksi dengan Al-Qur’an untuk meraih keberkahan hidup dan meniti jenjang menuju umat yang terbaik dengan petunjuk Al-Qur’an. Berinteraksi dalam arti hidup dalam naungan Al-Qur’an dengan cara tilawah (membaca), tadabbur (memahami), hifdz (menghafalkan), tanfidz (mengamalkan), dan ta’lim (mengajarkan).
4. Shadaqah
Dalam hadis shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas ra diberitakan bahwa:كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ (أَجْوَدَ) مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ
Rasulullah SAW adalah orang yang paling dermawan di antara manusia lainnya, dan beliau semakin dermawan saat berada di bulan Ramadhan (HR. al-Bukhari No.4711 dan Muslim No.2307).
Karenanya kita mesti mencontoh beliau di bulan yang penuh barakah ini dengan perbanyak sadaqah, baik untuk kepentingan fi sabilillah maupun kaum dhu’afa dan fakir miskin.
Rasulullah SAW bersabda:
أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ ؟: الصَّوْمُ جُنَّةٌ، وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ، وَصَلَاةُ الرَّجُلِ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ
“Maukah kamu aku tunjukkan pada pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai dan sedekah akan memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seorang laki-laki pada pertengahan malam.” (HR. Ahmad, al-Tirmidzi, dll) Al-Albani: hadis ini sanadnya hasan (Irwa al-Ghalil, II/139).
Dan salah satu bentuk shadaqah yang dianjurkan selama Ramadhan adalah memberikan ifthar (santapan berbuka puasa) kepada orang-orang yang berpuasa. Dari Zaid bin Khalid al-Juhani, bahwasanya Nabi Saw bersabda:
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ أَوْ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الصَّائِمِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang memberi ifthar kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah). Al-Albani: hadis ini shahih (Shahih al-Jami’al-Shaghir, II/1095).
5. I’tikaf.
Salah satu amaliah yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW di bulan Ramadhan adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, Dalam sebuah hadist disebutkan:عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَان.
“Dari Ibnu Umar RA (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” (HR. al-Bukhari No. 2025 dan Muslim No.2838).
‘Aisyah ra juga meriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه.
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (HR. al-Bukhari No.2016 dan Muslim No.1172).
6. Umrah
Keutamaan umrah di bulan Ramadhan ini besar sekali. Rasulullah Saw pernah menganjurkan kepada seorang wanita Anshar (Ummu Sinan) yang tidak sempat berhaji bersama beliau sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut ini:عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ، قَالَ : : لَمَّا رَجَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم مِنْ حَجَّتِهِ قَالَ لأُمِّ سِنَانٍ الأَنْصَارِيَّةِ مَا مَنَعَكِ مِنَ الْحَجِّ قَالَتْ أَبُو فُلاَنٍ – تَعْنِي زَوْجَهَا – كَانَ لَهُ نَاضِحَانِ حَجَّ عَلَى أَحَدِهِمَا وَالآخَرُ يَسْقِي أَرْضًا لَنَا قَالَ فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً مَعِي.
Dari Ibnu Abbas RA, dikatakan bahwa ketika Rasulullah SAW pulang dari hajinya, beliau bersabda kepada seorang wanita Anshar (Ummi Sinan): “Apa yang menghalangimu untuk ikut berhaji bersama kami?” Ia menjawab, “Kami tidak memiliki kendaraan kecuali dua ekor unta yang dipakai untuk mengairi tanaman. Bapak dan anaknya berangkat haji dengan satu ekor unta dan meninggalkan satu ekor lagi untuk kami yang digunakan untuk mengairi tanaman.” Nabi bersabda,”Maka apabila datang Ramadhan, berumrahlah. Karena sesungguhnya umrah di dalamnya menyamai ibadah haji bersamaku.” (HR. al-Bukhari No. 1863).
Apa maksud sabda Nabi tersebut? Apakah itu hanya berlaku untuk perempuan yang rela mengalah kepada suami dan anaknya untuk pergi haji itu?
Ada tiga pendapat tentang ini.
Pertama, hadits ini khusus untuk wanita yang diajak bicara oleh Nabi Saw, yakni Ummu Sinan. Ini pendapat Said bin Jubair (Ibn Hajar al-Asqalani, lll/605 dan al-Adzim al-Abadi, Aun al-Ma’bud, V/323).
Kedua, keutamaan umrah ini bagi orang yang berniat haji, lalu ia tidak mampu mengerjakannya, dan kemudian ia menggantinya dengan umrah di Ramadhan. Sehingga ia mendapat pahala haji secara sempurna bersama Rasulullah Saw karena terkumpul dalam dirinya niat haji dalam pelaksanaan umrah. (Tafsir Ibn Katsir, I/286; Ibn Rajab, Latha’if al-Ma’arif, I/249).
Pendapat ketiga, yang dipegang oleh Empat Imam Mazhab, meyakini bahwa keutamaan dalam hadits ini bersifat umum bagi setiap orang yang berumrah di bulan Ramadhan. Ini berlaku bagi semua orang (Muhammad Shalih al-Munjid, Mauqi’ al-Islam Sual Wa Jawab, VII/632).
7. Menyambut (memburu) Lailatul Qadar
Allah swt berfirman:إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar atas dasar iman dan mengharap pahala, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(HR. Bukhari No. 1802) dan Muslim No. 760).
Nabi Saw menyuruh sahabatnya agar memburu Lailatul qadar dengan sabdanya:
إِنِّى أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّى نَسِيتُهَا – أَوْ أُنْسِيتُهَا – فَالْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ
Sesungguhnya aku telah melihat lailatul qadar, saya lupa (kapan kajadiannya) atau aku sengaja dibuat lupa (oleh Allah). Karena itu maka carilah (burulah) lailatul qadar pada sepiluh hari terakhir pada tanggal yang ganjil (HR. Muslim No.2829).
أَنَّ عَائِشَةَ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، فَبِمَ أَدْعُو ؟ قَالَ: ” قُولِي: اللهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ، فَاعْفُ عَنِّي ”
Dari ‘Aisyah, ia berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan Lailatul Qadar, apa yang harus aku baca? Beliau menjawab, “Ucapkan:“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf maka ampunilah aku.”(HR. Ahmad No.25384, dan al-Tirmidzi No.3513, dishahihkan Al-Albani)
8. Memperbanyak dzikir, doa dan istighfar
Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan adalah waktu-waktu yang mulia dan utama, maka sebaiknya digunakan untuk memperbanyak dzikir dan doa, khususnya pada waktu-waktu istijabah, di antaranya:Pertama, Saat berpuasa hingga berbuka; Nabi Saw bersabda:
ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻻَ ﺗُﺮَﺩُّ ﺩَﻋْﻮَﺗُﻬُﻢُ ﺍﻹِﻣَﺎﻡُ ﺍﻟْﻌَﺎﺩِﻝُ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﺋِﻢُ ﺣَﺘَّﻰ ﻳُﻔْﻄِﺮَ ﻭَﺩَﻋْﻮَﺓُ ﺍﻟْﻤَﻈْﻠُﻮﻡِ
Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) doa pemimpin yang adil, (2) doa orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) doa orang yang terzhalimi.”[HR.Tirmidzi, Ibn Hibban mensahihkannya]
Kedua, Saat malam terutama pada sepertiga malam terakhir:
إِنَّ فِى اللَّيْلِ لَسَاعَةً لاَ يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
Di malam hari terdapat suatu waktu yang tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah berkaitan dengan dunia dan akhiratnya bertepatan dengan waktu tersebut melainkan Allah akan memberikan apa yang ia minta. Hal ini berlaku setiap malamnya.” (HR. Muslim no. 757)
Ketiga, Saat waktu sahur, untuk banyak istighfar seperti yang Allah firmankan:
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Dan di waktu sahur (akhir-akhir malam) mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Al-Dzaariyat: 18).
9. Memperbanyak Dzikir, Doa dan Istighfar
Sesungguhnya malam dan siang merupakan waktu-waktu utama dan mulia sepanjang bulan Ramadhan, maka pergunakanlah waktu tersebut untuk memperbanyak doa, dzikir dan meminta ampunan. Khususnya pada waktu mustajab berdoa seperti 3 keadaaan berikut:Saat berbuka, karena seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.
Sepertiga malam terkahir saat Allah turun ke langit dunia dan berfirman, “Adakah orang yang meminta, pasti aku beri. Adakah orang beristighfar, pasti Aku ampuni dia.”
Beristighfar di waktu sahur, seperti yang Allah firmankan, “Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Al-Dzaariyat: 18)
Catatan Penting: Mengetahui Fiqh dan Aturan-aturan dalam Ibadah
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda: “Seorang faqih (ahli ilmu agama) lebih ditakuti syetan dari pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu)“. [HR Ibnu Majah].
Hadits diatas menegaskan kepada kita tentang urgensinya beribadah dengan ilmu. Bahkan salah satu syarat diterimanya ibadah adalah ittiba atau sesaui aturan dan sunnah Rasulullah SAW.
Dalam kaitannya dengan puasa, sungguh ibadah ini mempunyai kekhususan dalam aturan fiqhnya yang berbeda dengan lainnya. Para ulama pun menjadikan bab puasa sebagai pembahasan khusus dalam kitab fiqh. Kita perlu mengkaji ulang, bertanya dan mempelajari apa-apa yang belum sepenuhnya kita yakini atau kita ketahui. Agar kita mampu menjalani ibadah ini dengan baik tanpa keraguan sedikitpun.
Hal yang penting kita ketahui utamanya tentang apa-apa yang dibolehkan, apa-apa yang membatalkan, siapa saja yang boleh berbuka dan apa konsekuensinya. Mari kita sempatkan dalam hari-hari ini untuk kembali mengkaji fiqh seputar puasa. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah ilmu ibadah yang mulia.
10. Menjaga Puasa agar Pahalanya Utuh
Yang dimaksud menjaga puasa kita adalah upaya untuk menjadikan pahala puasa kita utuh. Dua cara yang harus kita lakukan dalam kaitannya dengan hal ini, yaitu menjalani sunnah-sunnah puasa, serta menjauhi hal-hal yang bisa mengurangi pahala dan hikmah puasa.Adapun sunnah-sunnah puasa, antara lain adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Sunnah yang sederhana ini adalah bagian dari kemudahan dan keindahan syariat Islam. Kita diminta mengakhirkan sahur, sebagai persiapan untuk menjalani puasa seharian. Begitu pula kita diminta menyegerakan berbuka, sebagai kebutuhan fitrah manusia yang harus diperhatikan.
Sunnah puasa lainnya adalah dengan berdoa sebelum dan saat berbuka, serta berbuka dengan seteguk air. Semoga sunnah yang sederhana ini bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan pahala puasa kita.
Menjaga puasa juga dengan menjauhi segala sikap dan tindakan yang akan mengurangi keberkahan puasa kita, seperti : marah tiada guna, emosional, berdusta dalam perkataan, ghibah, maupun kemaksiatan secara umum. Hal-hal semacam di atas, selain dilarang secara umum bagi seorang muslim, juga akan mempengaruhi kualitas puasanya di hadapan Allah SWT.
Jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita : Betapa Banyak Orang berpuasa tapi tidak mendapat (pahala) apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar, dan betapa banyak orang yang sholat malam (tarawih) tapi tidak mendapatkan apa-apa selain begadang saja (HR An-Nasai)
Mari kita mengambil pelajaran dari hadits di atas, untuk kemudian meniti hari-hari ramadhan kita dengan penuh kehati-hatian dan perhitungan. Siapapun kita tidak akan pernah rela jika hanya mendapat lapar dahaga saja di bulan mulia ini.
11. Menghias Puasa dengan Amaliyah Ramadhan
Sesungguhnya ibadah dalam bulan Ramadhan bukan hanya puasa saja. Tetapi banyak ragam ibadah yang juga disyariatkan dalam bulan penuh berkah ini. Mari kita menghias Ramadhan dengan ibadah-ibadah mulia tersebut, agar ramadhan sebagai madrasah ketakwaan benarbenar hadir dalam hidup kita.Rasulullah SAW telah memberikan contoh pada kita bagaimana beliau menghias hati-hati Ramadhannya dengan: Tadarus Tilawah, memperbanyak sedekah, sholat tarawih, memberi hidangan berbuka, bahkan juga I’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang terakhir. Jika kita ingin merasakan Ramadhan yang berbeda dan begitu bermakna, tentu menjadi penting bagi kita untuk menghias Ramadhan kita dengan amal ibadah tersebut. Keberkahan Ramadhan akan begitu terasa paripurna dalam hati kita.
12. Menjaga Keistiqomahan Ibadah hingga akhir Ramadhan.
Bulan ramdhan dipenuhi banyak amalan yang sungguh akan melelahkan sebagian besar orang. Karenanya kita sering menjadi saksi bagaimana kaum muslimin ‘berguguran’ dalam perlombaan Ramadhan ini sebelum mencapai garis finishnya.Sholat tarawih di masjid mulai menyusut sedikit demi sedikit seiring berlalunya hari-hari awal Ramadhan. Karenanya, merupakan hal yang tidak bisa dibantah adalah jika kesuksesan Ramadhan bergantung dari keistiqomahan kita menjalani semua kebaikan di dalamnya hingga akhir Ramadhan tiba.
Syariat kita yang indah pun seolah memberikan motivasi di ujung ramadhan, agar kita bertambah semangat dalam beribadah, yaitu dengan menurunkan malam lailatul qadar yang mulia. Rasulullah SAW pun menjalankan I’tikaf untuk menutup bulan keberkahan ini.
Beliau juga bersungguh-sungguh di penghujung Ramadhan. Ibunda Aisyah menceritakan kepada kita: adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat sarungnya [HR Bukhori & Muslim]
Jika seorang memahami maksud, hikmah dan manfaat dari apa yang dilakukan, maka tentulah ia akan menjalankannya dengan ringan dan senang hati. Maka begitu pula seorang yang berpuasa, ketika ia benar-benar mampu menghayati hikmah puasa, maka ibadah yang terlihat berat ini akan dijalani dengan penuh kekhusyukan dan hati yang ringan.
Diantara hikmah puasa antara lain adalah: Menjadi madrasah ketakwaan dalam diri kita, sebagaimana isyarat Al-Quran ketika berbicara kewajiban puasa, yaitu la’allakum tattaqun .. agar supaya engkau bertakwa.
Hikmah puasa yang lain adalah menggugurkan dosa-dosa kita yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat seputar keutamaan ibadah puasa Ramadhan.
Hikmah puasa berikutnya tentu saja menjadikan kemuliaan tersendiri bagi yang menjalaninya saat hari kiamat nanti. Jangankan amal ibadahnya, bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun menjadi tanda kemuliaan tersendiri di akhirat nanti. Subhanallah, Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa, lebih wangi di sisi Allah SWT dari aroma kesturi [HR. Bukhori].
Dengan memahami hikmah puasa ramadhan yang begitu besar dan mulia bagi diri kita, maka insya Allah membuat kita lebih semangat dalam menjalani hari-hari Ramadhan kita.
Sumber : umsida.ac.id, tongkronganislami.net, dutaislam.com
Pencarian yang sama
- 3 amalan utama dalam bulan ramadhan
- amalan di bulan ramadhan sesuai sunnah
- sebutkan amalan amalan di bulan ramadhan
- tentang amalan puasa
- salah satu amalan yang utama di bulan ramadhan adalah
- amalan awal ramadhan
- amalan di pertengahan ramadhan
- amalan istimewa di bulan ramadhan