Peneliti BLAJ: PMA Penegerian Raudhatul Athfal Perlu Direvisi
Friday, April 26, 2019
Raudhatul Athfal (RA) binaan Kementerian Agama hingga saat ini belum ada satupun yang berstatus negeri. Padahal, lebih dari 3ribu Taman Kanak-Kanak binaan Kemendikbud sudah berstatus negeri.
Mekanisme pendirian yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama No 14 tahun 2014 tentang Pendirian Madrasah dan Penegerian dinilai memberatkan karena mempersyaratkan kepemilikan tanah seluas 1000 meter persegi. “Ini menjadi kendala, terutama untuk mencari lahan di kota-kota besar. Syarat jumlah siswa hanya 54 siswa harus bersekolah di RA yang luasnya 1000 meter persegi ini kurang efektif,” terang peneliti Balai Litbang Agama Jakarta (BLAJ), Ibnu Salman, dalam Seminar Pembahasan Penyusunan Naskah Akademik Penegerian Raudhatul Athfal di Jakarta, Senin (22/04).
“Jadi perlu ada sedikit revisi di PMA No 14,” sambungnya di hadapan 70 peserta seminar.
Faktor lain yang perlu mendapat perhatian dalam proses pendirian RA adalah managemant pengelolaan RA, kurikulum, dan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan. Saat ini, guru RA memang sudah ada yang berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil). Namun, SATMINKAL (Sistem Administrasi Pangkalan)nya masih di RA swasta.
Selain Ibnu Salman, seminar yang digelar BLAJ ini juga Nurhattati Fuad dari UNJ dan Siti Khadijah dari UIN Syarif Hidayatullah sebagai narasumber. Nurhattati Fuad menyoroti realitas RA dan sebaran RA di Indonesia. Sistem pembinaan merupakan salah satu faktor penting. Jadi perlu dibuat beberapa RA Negeri sebagai RA Pembina.
“Sekolah RA ini nantinya menjadi prototype sebagai rujukan standar untuk RA yang akan dinegerikan. Kemudian setelah itu diadakan monitoring teradap prototye RA tersebut. Dari sini kita bisa merumuskan dan menyeragamkan kurikulum dan sistem pendidikan RA,” kata Nurhattati Fuad
Nurhattati Fuad juga mengatakan saat ini RA merupakan milik yayasan, sehingga standarnya masih berbeda-beda. Padahal RA punya perbedaan mendasar dengan TK, yaitu pendidikan prasekolah yang berciri khas agama Islam. Ciri khas inilah yang membuat RA bertambah pesat.
“Bila dilihat dari aspek pembiayaan, saya yakin jika yayasan sudah bagus, berarti yayasan sudah melakukan tata kelola pembiayaan yang baik. Namun, perlu juga ditanyakan apakah RA di bawah yayasan yang tergolong mampu siap untuk dinegerikan? Karena bila dinegerikan otomatis semua aset akan dihibahkan ke negara,” lanjut Nurhattati.
Sementara Siti Khadijah lebih menyoroti alasan penegerian RA. Menurutnya, alasan itu harus betul-betul jelas. Karena jika berbicara tentang penegerian, minimal ada tiga instansi yang ikut terlibat, yaitu: Kemenag, Kemenpan, dan Kemenkeu.
“Perlu juga dilakukan riset publik tentang indeks mutu RA. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap penegerian RA ini? Akseptabilitas masyarakat terhadap RA negeri seperti apa? Partisipasi masyarakat dalam proses penegerian itu seperti apa? Bila semua terjawab, kita akan lebih punya alasan kuat untuk segera melakukan penegerian RA,” tutur Siti Khadijah.
Terpisah, Kepala Subbagian Tata Usaha BLAJ Hery Susanto mengatakan, penelitian tentang Raudhatul Athfal dilakukan sejak 2014. Harapannya naskah akademik hasil penelitian ini bisa digunakan untuk mendampingi perubahan regulasi, dalam hal ini PMA tentang penegerian RA dan Madrasah.
“Kami berharap BLAJ bisa berkontribusi dalam mengkritisi dan memberikan masukan pada pembuat kebijakan. Naskah akademik ini juga merupakan alat bantu bagi Dirjen Pendidikan Islam dalam melahirkan juknis,” jelas Hery.