Kenapa Allah Senang Sekali Mengancam Manusia Dalam Al-Quran?


Ketika membaca Al-Quran, khususnya mengenai aturan perintah dan larangan dari Allah kepada manusia, maka tentu kita sering menjumpai ayat-ayat yang berisi perintah dan larangan disandingkan dengan ancaman-ancaman. Yakni ketika seorang hamba tidak mampu mengerjakan perintahnya serta juga tidak mampu meninggalkan larangannya, Allah akan mengancam mereka dengan azab, siksa, kesengsaraan bahkan api neraka.

Sehingga hal ini menjadi momok dan pertanyaan yang terngiang-ngiang dikepala umat Islam. Terlebih hal ini pula menjadi senjata bagi pembenci untuk menyerang agama Islam.

sebenarnya, permasalahannya disini adalah tentang ketidak mampuan hamba dalam memahami runtutan fase-fase atau tahapan-tahapan bagaimana cara Allah mendidik atau juga bagaimana cara Allah berbicara kepada hambanya melalui Kitab-Nya.

Dalam memerintah atau melarang hambanya, sebenarnya Allah tidak langsung memberikan ancaman dan ancaman kepada hambanya. Setidaknya ada empat fase dan tahapan yang Allah gunakan dalam hal ini, yakni tahap merenung, merefleksi, menggugah dan mengancam -bahkan ancaman sendiri merupakan tahapan terakhirnya.

1. Tahap Merenung
Tahap pertama yang Allah gunakan untuk mendidik hambanya adalah dengan cara meminta agar merenung, berfikir, bertadabbur dan mengingat. Instrumen ini Allah abadikan dalam Al-Quran dengan penggalan-penggalan ayat yang berbunyi seperti "apakah kamu tidak berfikir, apakah kamu tidak bertadabbur, apakah kamu tidak memahami" dan lain sebagainya.

Oleh karenanya ketika Allah memerintahkan sesuatu, melarang sesuatu atau mendidik hambanya Allah senantiasa mengajak agar dapat berfikir, merenung dan memahaminya. Gunanya supaya kita faham apa hikmah dan tujuan serta urgensi dari setiap perintah dan larangan Allah.

Tujuannya juga agar manusia ketika mengerjakan perintah Allah maupun larangannya, ia mengerjakannya dengan kesadaran diri, karena ia faham dan ia tahu apa hikmah dan manfaat dibaliknya. Sehingga manusia mampu melaksanakannya dengan ikhlas tanpa ada paksaan.

2. Tahap Merefleksi
Ketika membaca Al-Quran maka tentu akan banyak dijumpai ayat-ayat yang menceritakan mengenai tokoh-tokoh maupun umat-umat terdahulu, dengan berbagai tingkah-lakunya. Namun disisi lain ketika Allah menceritakan mereka ini, Allah tidak menceritakan secara gamblang, rinci dan spesifik melainkan diceritakan dengan cara umum. Gunanya adalah agar kita dapat merefleksi dan mengambil pelajaran dari umat-umat terdahulu serta tidak terlena dengan ceritanya sehingga luput dari esensi tujuan utama penceritaan mereka-mereka itu.

Begitu pula disaat tahap pertama tidak mampu, kita tidak mampu merenung, memahami dan mengambil hikmahnya. Allah kemudian mengajak kita agar dapat merefleksi dari umat-umat terdahulu. Bahwa beginilah contoh-contoh bagi siapa saja yang mengerjakan perintah-perintah Allah dan bagi siapa saja yang melanggarnya. Allah mengajak kita agar bercermindari tokoh maupun umat terdahulu.

Karena terkadang manusia akan sadar dan yakin apabila melihat bukti empiris dan bukti nyata dari perenungan mereka. Maka itu Allah ceritakan tokoh-tokoh dan umat-umat terdahulu supaya kita dapat mengambil pelajaran dan memahaminya dalam bentuk bukti empiris.

3. Tahap Menggugah
Apabila tidak mampu mengambil pelajaran dari bukti empiris atas tokoh dan umat terdahulu, Allah kemudian menceritakan janji-janji dan jaminan-jaminan kepada hambanya apabila mereka mampu menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Gunanya adalah untuk menggugah jiwa manusia agar termotivasi dari jaminan dan janji yang Allah tawarkan.

Karena manusia sangat excited dengan janji dan jaminan, dalam bentuk apapun itu. Jadi setidaknya jikalaupun tidak mampu meninggalkan perbuatan buruk karena kita sadar akan dampak buruknya, kemudian juga tidak mampu mengambil pelajaran dari umat terdahulu, setidaknya ia meninggalkannya karena termotivasi dari reward-reward yang dijanjikan oleh Allah dan berharap dengan cara itu ia mampu menjadi manusia baik.

4. Tahap Mengancam
Terakhir, jika ke-tiga tahap sebelumnya tidak mampu menyadarkan manusia, maka Allah akan menggunakan cara terakhir yakni ancaman. Walaupun Allah memberi ancaman, maka harus difahami bahwa ancaman-ancaman Allah merupakan ancaman penuh kasih dan sayang. Itu dikarenakan ancaman yang Allah berikan merupakan upaya preventif untuk mencegah manusia agar tidak terjerumus kedalam keburukan dan kesengsaraan.

Bukti jika Ancaman Allah masih menggunakan kasih sayang dapat kita lihat dari proses tahapannya, dimana tahap ancaman ini merupakan tahapan terakhir yang Allah tempuh. Disisi lain ketika Allah menceritakan kebaikannya Allah senantiasa menisbahkan kepada Diri-Nya seperti ungkapan anal ghafururrahim yang artinya Aku maha pengampun lagi maha penyayang. Namun ketika Allah menjelaskan azab, Allah tidak menjelaskan sighat seperti diatas dengan ungkapan anal mu'azzib (saya Pengazab!) akan tetapi dengan sighat inna azabi lasyadid (sesungguhnya Azabku ini pedih).

Analoginya seperti ini; saya mengatakan bahwa 'saya adalah orang baik dan pemaaf, akan tetapi saya juara dalam bidang silat, sekali saya pukul orang, langsung KO'. Nah, apakah redaksi ini menunjukkan bahwa saya seorang yang jahat? tentu tidak, saya hanya memperingatkan bahwa saya punya kemampuan silat yang demikian, however saya ini pemaaf.

Begitu juga dengan contoh tadi, walaupun ancaman azab Allah itu pedih Allah senantiasa memproklamirkan diri-Nya bahwa Ia maha pemaaf dan memaafkan siapa saya yang memohon ampun, agar terhindah dari azabnya.

Beginilah dengan 4 tahapan tadi cara Allah mendidik kita, sederhananya saya analogikan seperti ini:
  1. Tahap Merenung: Nak, belajarlah yang rajin, karena jika kamu rajin belajar kamu akan menjadi orang sukses dan mapan, kamu akan menjadi orang yang bermanfaat!
  2. Tahap Merefleksi: Nak, coba lihat tokoh-tokoh hebat itu! mereka dahulunya seorang yang giat belajar dan rajin. Sehingga sekarang kamu bisa melihat sendiri bagaimana mereka menjadi orang yang sukses. Ini merupakan tahap dimana apabila seorang anak tidak mampu merenung dan mengambil hikmah. Maka manusia cenderung ingin melihat bukti empiris agar meyakinkan mereka. Yakni caranya dengan merefleksi dan melihat dari kesuksesan seorang figur.
  3. Tahap Menggugah: Nak, belajar yang rajin ya, kalau kamu dapat nilai bagus nanti ayah ajak kamu jalan-jalan dan belanja. Tahap ini perupakan tahapan yang ditempuh untuk menggugah jiwanya. Dengan maksud agar si anak termotivasi dengan iming-iming reward. Tahap ini adalah saat seorang anak tidak mampu merenung baik juga merefleksi.
  4. Tahap Ancam: Nak, belajar yang rajin! jangan malas-malasan! kalau kamu malas-malas ayah hukum kamu ya!. Ini mrpakan tahap akhir, apabila seorang anak tidak mampu merenung, merefleksi bahkanpun tidak tergugah. Setidaknya dengan ancaman dapat memotivasi dirinya agar patuh. Bukan berarti orang tuanya jahat, melainkan tahu bahwa ada dampak buruk yang akan menimpa sehingga butuh upaya preventif walaupun akhirnya harus menempuh cara terakhir.
Tahapan-tahapan inipula seharusnya dapat diaplikasikan dalam hidup kita, baik dengan bagaimana caranya Allah mendidik hambanya maka begitu pulalah metode yang kita gunakan untuk mendidik anak, adik istri bahkan siapapu itu. Mulailah dengan tahapan merenung, merefleksi dan menggugah. Sehingga mereka melakukan atau meninggalkan hal itu adalah akibat dari kesadaran dirinya secara ikhlas, bukan dengan paksaan dan tekanan.

Oleh karenanya pandangan bahwa Al-Quran identik dengan ancaman adalah salah. Kesalah fahaman dan tidak mengertinya alur pembicaraan Al-Quranlah yang menjadikan pandangan terhadap Al-Quran menjadi negatif. Selebihnya sudah harus dapat kita fahami, bahwa alur cara Allah berbicara dan mendidik manusia dimulai dengan tahapan-tahapan yang sangat indah.
Maka, tidakkah kamu bertadabbur??

Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel