Misteri Rambut Pirang Palsu Khabib, Bukan Sembarangan Wig!
Thursday, October 11, 2018
Akhir-akhir ini kita sedang dihebohkan mengenai viralnya prestasi Khabib Nurmagomedov yang berhasil mengalahkan petarung pentakilan Mc Gregor di ring UFC. McGregor yang rivalnya khabib merupakan juara dunia dalam atlet ring UFC. Sedangkan Khabib sediri merupakan atlit yang tidak pernah menerima gelar kalah sepanjang karirnya. Itulah sebab laga utama UFC 299 antara Khabib Nurmagomedov dan Conor McGregor, menjadi yang paling ditunggu-tunggu.
Di setiap penampilannya, Khabib senantiasa memakai wig pirang. Kira-kira kenapa khabib sangat suka memakai rambut keriting palsu pirang itu?
Ternyata itu bukan rambut palsu atau wig, melainkan topi tradisional yang dipakai oleh penduduk Dagestan tempat kelahiran Khabib Nurmagomedov, dan merupakan kultur dari etnis Avar.
Topi ini disebut dengan Papakha, merupakan pakaian tradisional yang dipakai oleh bangsa Kazaki di daerah Kausasus, yakni wilayah Eropa Timur dan Asia Barat seperti Chechnya dan Dagestan.
Papakha juga dikenal sebagai topi astrakhan dalam bahasa Inggris. Kata papakha sendiri berasal dari Turki dan terbuat dari kain wol dan bulu domba. Bahan yang digunakan juga dipengaruhi oleh iklim dingin disana.
Topi itu menandakan bahwa pemakainya kuat dan mandiri dari kehidupan di gunung. Papakha sangat tinggi dan berat, membuat pemakainya tak bisa membungkukan kepala. Sepertinya, papakha memang sengaja dibuat agar penggunanya terus menegakan punggungnya.
Selain Papakha, benda yang paling penting bagi bangsa Kazaki ini adalah Shashka yakni belati, dan tentunya Khabib tidak dibolehkan membawa belati keatas ringnya. Papakha dan Shashka melambangkan kejantanan dan Ksatria dari gunung bagi seorang laki-laki bangsa Kazaki.
Bagi orang bangsa Kazaki dari Kaukasus, papakha merupakan sebuah simbol harga diri. Topi ini tak boleh lepas dari kepala, jatuh, apalagi hilang. Ada ungkapan sarkastis yang menyebutkan, topi ini hanya akan tanggal saat kepala pemakainya dipenggal.
Seorang lelaki Kazaki boleh melepas papakha dari kepalanya dalam situasi khusus, seperti saat hendak mengakhiri perseteruan berdarah dalam keluarga. Sebelumnya, jika seorang lelaki membanting papakha-nya saat tengah berdebat, artinya ia siap untuk bertarung sampai mati. Sementara, melepas topi papakha dari kepala seseorang dapat dikategorikan sebagai penghinaan berat.
Penggunaan papakha tercatat pertama kali pada abad ke-17 dan 18. Topi ini ikonik karena pejuang Muslim yang juga heronya bagi penduduk Dagestan dan etnis Avar yakni Syaikh Imam Shamil, Ghazi Mohammed dan Gamzat-bek pernah memakainya dalam melawan Rusia.
Setelah Revolusi 1917, Uni Soviet memberlakukan pembatasan bagi baju tradisional Kazaki. Papakha digantikan dengan topi komunis Budenovka.
Namun, pada 1936 orang Kazaki diizinkan mengenakan papakha pendek berwarna hitam. Dua garis bersilang dijahit di bagian atas papakha, warna emas bagi pejabat Kazaki, dan warna hitam untuk warga biasa. Selain itu, sebuah bintang merah dijahit di bagian depan papakha. Papakha menjadi bagian dari seragam komandan tinggi Tentara Merah pada 1940, dan setelah kematian Stalin topi ini menjadi aksesoris favorit anggota Politburo (pejabat komunis senior).
Nah, Temen-temen di Dagestan, ada tradisi menggunakan papakha untuk melamar seorang perempuan. Jika seorang lelaki ingin meminang seorang gadis namun terlalu takut melakukannya secara terbuka, ia bisa melemparkan papakha-nya ke jendela sang gadis. Jika perempuan yang dicintainya itu tak kunjung melemparkan kembali topi tersebut, artinya gadis itu menerima pinangan itu.
Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/