Muhadjir Gagal Jadi Guru Malah Jadi Menteri Pendidikan
Monday, January 22, 2018
Sempat gagal diterima sebagai guru sekolah menengah pertama, Muhadjir Effendy, 59 tahun, kini malah dipercaya Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggantikan Anies Baswedan.
"Saya dulu pengen menjadi guru SMP, ingin mengalahkan ayah saya yang kepala SD. Tapi ternyata saya tes, saya tidak diterima," kata Muhadjir saat serah-terima jabatan di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Rabu, 27 Juli 2016. Padahal hasil tesnya meraih peringkat pertama.
Ternyata yang diterima sebagai guru SMP adalah peserta yang mendapat peringkat kedua, dengan alasan, sebelumnya pernah magang di sekolah itu. Hal itu tidak pernah diumumkan sehingga kemudian dia mengetahuinya sendiri.
Lantaran kecewa, Muhadjir sempat menggugat Tuhan dan tidak terima dengan kenyataan itu. "Ternyata, bayangkan jika saya menjadi guru SMP, saya tidak pernah bertemu dengan saudara-saudara sekalian. Jadi apa yang menurut kita bagus, belum tentu bagus menurut Tuhan," kata peraih Satyalencana Karya Satya XX pada 2010 itu.
Muhadjir, yang saat ini juga menjabat Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi pendidikan, penelitian, dan pengembangan kebudayaan, dijadikan Menteri Pendidikan tepat dua hari sebelum hari ulang tahunnya ke-60.
Ia mengaku tak pernah berpikir sebelumnya untuk menjadi menteri. Dia baru diberi tahu akan diangkat menjadi menteri pada Selasa malam kemarin. Sebelumnya, pada 25 Juli 2016, dia diminta tidak meninggalkan Jakarta. "Jabatan ini pemberian, tidak pernah terpikirkan sebelumnya," ucapnya.
Pendidikan sekolah dasar hingga menengah ia tempuh di kota kelahirannya, yakni Madiun. Kemudian dilanjutkan ke pendidikan sarjana muda Fakultas Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Malang (sekarang Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang).
Ia kemudian meneruskan pendidikan sarjana pendidikan sosial di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang (sekarang Universitas Negeri Malang). Pendidikan pascasarjana ia raih di Universitas Gadjah Mada dengan gelar magister administrasi publik dan program doktoral ilmu-ilmu sosial Universitas Airlangga, Surabaya.
Sewaktu kuliah di Universitas Negeri Malang, Muhadjir aktif di pers kampus dengan mendirikan koran kampus. Kariernya terus menanjak menjadi dosen di Universitas Negeri Malang dan Universitas Muhammadiyah Malang. Puncaknya, saat ia diangkat menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Malang pada 2000-2016.
Selain pendidikan formal, Muhadjir mengikuti kursus singkat di bidang kebijakan pertahanan dan keamanan regional di Universitas Pertahanan Nasional, Washington, Amerika Serikat, serta manajemen pendidikan menengah di Universitas Victoria, Kanada.
Terpilihnya Muhadjir sebagai Menteri Pendidikan seakan menjalankan tradisi lama di pemerintahan. Jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan selalu diisi kader-kader Muhammadiyah. Pada awal pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, tidak ada satu pun kader Muhammadiyah yang diberi posisi sebagai menteri.
Pada saat Rektor UMM Malik Fadjar menjabat, Muhadjir menjabat Pembantu Rektor III UMM. Di kemudian hari, Malik Fadjar menjabat Menteri Pendidikan Nasional pada era Kabinet Gotong Royong.
Menurut Muhadjir, Presiden Jokowi hanya meminta fokus pada dua hal, yakni Kartu Indonesia Pintar (KIP), yang bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat mengakses pendidikan dan pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi bertujuan untuk penyediaan tenaga kerja. "Untuk kurikulum dan guru, tidak ada masalah. Itu merupakan masalah klasik yang harus tetap diselesaikan." Ia berjanji akan mengkaji masalah guru honorer.
Muhadjir juga akan meneruskan program yang dirintis menteri sebelumnya karena program yang sudah berjalan tidak bisa dipenggal-penggal. "Saya perlu mengkaji program-program sebelumnya agar tidak terputus." Begitu juga struktur organisasi di Kementerian, yang tak ingin terburu-buru ia rombak. Jika tidak perlu, dia tidak akan mengubahnya.
sumber:nasional.tempo.co Sumber https://ibadjournals.blogspot.com/