Utamakan Bahasa Indonesia,Kuasai Bahasa Asing dan Lestarikan Bahasa Daerah
Wednesday, December 20, 2017
Intipendidikan.com --- Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa aktif melakukan sosialisasi penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik. Salah satu upaya yang berhasil dilakukan adalah pemberian nama “Simpang Susun Semanggi” yang sebelumnya akan diberi nama “Semanggi Interchange”. Contoh lain adalah diakomodasinya pengutamaan penggunaan bahasa Indonesia pada papan informasi di Bandara Internasional Soekarno Hatta oleh PT Angkasa Pura II.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar mengatakan, Badan Bahasa terus berupaya menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Ia mengatakan, pada UU No.24/2009 Pasal 36 ayat 3 tercantum bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
“Memang tantangan kami sangat tidak mudah. Di kota-kota besar, misalnya Jakarta, iklan-iklan yang menggunakan bahasa asing sangat merajalela,” ujarnya saat Taklimat Media Kilas Balik Kinerja Kemendikbud Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2018, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
Dalam penamaan Simpang Susun Semanggi, Badan Bahasa Kemendikbud aktif berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2016, Badan Bahasa bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan para wali kota untuk mendiskusikan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, salah satunya mengajukan nama “Simpang Susun Semanggi” untuk mengganti nama “Semanggi Interchange”.
“Jadi kami berupaya betul-betul agar namanya jangan berbahasa asing. Masak ikon bangsa berbahasa asing? Padahal kita ada lembaga kebahasaan yang salah satu tugasnya menjaga marwah itu,” kata Dadang.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Badan Bahasa juga aktif berkoordinasi dengan PT Angkasa Pura II untuk menggunakan bahasa Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, khususnya pada papan informasi atau papan petunjuk. Awalnya, tutur Dadang, hampir semua papan informasi di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta menggunakan bahasa Inggris, dan sangat sedikit yang berbahasa Indonesia.
“Kami minta itu dibalik, dan sekarang sudah terjadi. Semua perintah atau penunjuk menggunakan bahasa Indonesia dengan karakter huruf yang lebih besar. Kemudian kalau ada bahasa Inggris, ditulis di bawahnya dengan karakter huruf lebih kecil,” ujar Dadang. Selain itu, Badan Bahasa juga mengajukan penggunaan nama “Kalayang” yang merupakan akronim dari “kereta api layang”, sebagai padanan kata dari “Sky Train” di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Menurut Dadang, saat ini sudah banyak negara yang menggunakan dua bahasa dalam papan petunjuk atau papan informasi di ruang publiknya. Ia berharap Indonesia pun bisa menerapkan hal yang sama sesuai amanat UU No.24/2009. Dadang menuturkan, intisari dari undang-undang tersebut sebenarnya adalah utamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. “Jadi kita diperintahkan juga untuk menguasai bahasa asing. Tapi persoalannya adalah jangan sampai tertukar.
Jabat Erat Intipendidikan.com.
Jangan sampai rasa nasionalisme kita berkurang. Jangan sampai ruang publik kita dipenuhi oleh berbagai tulisan bahasa asing sehingga kedaulatan bahasa itu tidak terjadi. Karena bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.
Sumber https://www.intipendidikan.com/
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Dadang Sunendar mengatakan, Badan Bahasa terus berupaya menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Ia mengatakan, pada UU No.24/2009 Pasal 36 ayat 3 tercantum bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.
“Memang tantangan kami sangat tidak mudah. Di kota-kota besar, misalnya Jakarta, iklan-iklan yang menggunakan bahasa asing sangat merajalela,” ujarnya saat Taklimat Media Kilas Balik Kinerja Kemendikbud Tahun 2017 dan Rencana Kerja Tahun 2018, di Kantor Kemendikbud, Jakarta, Rabu (20/12/2017).
Dalam penamaan Simpang Susun Semanggi, Badan Bahasa Kemendikbud aktif berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada tahun 2016, Badan Bahasa bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta, Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan para wali kota untuk mendiskusikan penggunaan bahasa Indonesia di ruang publik, salah satunya mengajukan nama “Simpang Susun Semanggi” untuk mengganti nama “Semanggi Interchange”.
“Jadi kami berupaya betul-betul agar namanya jangan berbahasa asing. Masak ikon bangsa berbahasa asing? Padahal kita ada lembaga kebahasaan yang salah satu tugasnya menjaga marwah itu,” kata Dadang.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Badan Bahasa juga aktif berkoordinasi dengan PT Angkasa Pura II untuk menggunakan bahasa Indonesia di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta, khususnya pada papan informasi atau papan petunjuk. Awalnya, tutur Dadang, hampir semua papan informasi di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta menggunakan bahasa Inggris, dan sangat sedikit yang berbahasa Indonesia.
“Kami minta itu dibalik, dan sekarang sudah terjadi. Semua perintah atau penunjuk menggunakan bahasa Indonesia dengan karakter huruf yang lebih besar. Kemudian kalau ada bahasa Inggris, ditulis di bawahnya dengan karakter huruf lebih kecil,” ujar Dadang. Selain itu, Badan Bahasa juga mengajukan penggunaan nama “Kalayang” yang merupakan akronim dari “kereta api layang”, sebagai padanan kata dari “Sky Train” di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Menurut Dadang, saat ini sudah banyak negara yang menggunakan dua bahasa dalam papan petunjuk atau papan informasi di ruang publiknya. Ia berharap Indonesia pun bisa menerapkan hal yang sama sesuai amanat UU No.24/2009. Dadang menuturkan, intisari dari undang-undang tersebut sebenarnya adalah utamakan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing. “Jadi kita diperintahkan juga untuk menguasai bahasa asing. Tapi persoalannya adalah jangan sampai tertukar.
Jabat Erat Intipendidikan.com.
Jangan sampai rasa nasionalisme kita berkurang. Jangan sampai ruang publik kita dipenuhi oleh berbagai tulisan bahasa asing sehingga kedaulatan bahasa itu tidak terjadi. Karena bahasa Indonesia harus menjadi tuan rumah di negaranya sendiri.