Nasib Guru Tidak Tetap Semakin Tidak Jelas
Monday, February 27, 2017
Setelah diambil alih oleh provinsi, nasib Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) SMA/SMK semakin tidak jelas. Sebagai salah satu contohnya, di Kabupaten Sukoharjo, para GTT dan PTT mengeluh dan menuntut kejelasan nasibnya, terutama mengenai kesejahteraan mereka ke DPRD Sukoharjo.
Mereka memang sempat mendengar informasi bahwa setelah diambil alih provinsi, GTT/PTT akan digaji sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Namun informasi yang mereka terima kemudian, bahwa PTT menjadi tanggung jawab sekolah lagi. Malah muncul wacana, PTT akan dibayar dengan dana BOS, padahal dana BOS hanya dapat digunakan sebanyak 15 persen.
Dalam audiensi tersebut, Ketua GTT-PTT SMA/SMK Negeri Sukoharjo, Joko Novianto mengatakan, persoalan gaji juga dialami GTT. Mereka bisa mendapatkan upah sesuai UMK dengan dua syarat. Yakni sesuai dengan latar belakang pendidikan dan memiliki jam mengajar selama 24 jam selama satu minggu. Masalahnya, tidak semua GTT memiliki kesempatan untuk mengajar selama 24 jam karena bertabrakan dengan guru PNS.
Oleh karena itu, mereka mengajukan beberapa menuntut antara lain, GTT/PTT bergaji setara UMP/UMK, prioritas penggajian berdasar masa kerja, mendapat jaminan kesehatan, tambahan penghasilan serta punya kepastian sumber penggajian yang dianggar oleh provinsi secara berkesinambungan. Diaudit ulang, dan minta pengawalan dari Komisi IV
Siapa pun yang berada pada posisi GT/PTT saat ini, tentu akan merasakan, betapa beratnya kondisi yang mereka alami. Bukan hanya berat secara fisik, namun juga berat secara psikologis. Apalagi dalam masa peralihan ini, di mana berita demi berita berseliweran simpang siur lewat media-media cetak, online dan terutama adalah media sosial (Medsos).
Persoalan GTT/PTT memang bukan hanya masalah yang terjadi Sukoharjo saja, tapi juga masalah semua kabupaten di wilayah Jawa Tengah, karena ini merupakan dampak dari sebuah kebijakan. Karena merupakan keluhan bersama, akan lebih efektif bila saran, masukan dan kritik membangun dilakukan secara bersama-sama dengan cara yang positif. Kemajuan teknologi informasi juga dapat dimanfaatkan sebagai media untuk berkeluh kesah, atau menyuarakan aspirasi dalam konteks dan cara yang tidak anarkis.
Untuk masa sekarang, tampaknya memang perlu sebuah action yang “mengganggu” mata dan pikiran, agar mampu merebut perhatian dari publik maupun aparat pemerintah. Ingat fenomena wisata Jeglongan Sewu? Fenomena itu menjadi besar juga karena Medsos, dan itu factual, bukan berita hoax. Lantaran menjadi heboh di media sosial, hal itu akhirnya mengusik perhatian pemerintah, yang akhirnya membentuk tim Saber Jalan Berlubang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi IV DPRD Sukoharjo, Wawan Pribadi mengutarakan persoalan GTT/PTT tersebut merupakan ranah provinsi. Meski begitu, ia akan segera menyampaikan keluhan dan tuntutan para GTT/PTT Sukoharjo tersebut bila ada agenda komisi.Kita berharap, meski itu persoalan provinsi, Pemkot dan DPRD Surakarta harus lebih intens melakukan koordinasi, terutama terkait keluhan, pertanyaan, kritik maupun saran. Di luar itu, kita yakin Pemerintah Provinsi telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi dari berbagai kemungkinan ketika menarik SMK ke Provinsi, termasuk salah satunya adalah nasib para GTT/PTT tersebut. Para guru GTT/PTT memang perlu kepastian, karena kepastian itu ibarat air di tengah padang pasir. Bagaimana Guru GTT bisa berbagi ilmu untuk mencerdaskan masyarakat apabila dalam kepalanya selalu terlintas nasibnya yang tidak menentu, gaji yang belum cair dan pikiran-pikiran “buruk” lainnya
Sumber https://www.pgrionline.com/