MENDIKBUD : GURU YANG TIDAK LINIER SAMPAI BATAS WAKTU YANG DIBERIKAN HARUS TINGGALKAN KELAS

Intipendidikan.com - Assamualaikum warrahmatullahi wabarrakatuh, Selamat malam rekan-rekan guru semua dan salam sejahtera untuk kita semua, malam ini IndoINT.com akan membagikan informasi mengenai Linieritas mata pelajaran pada sertifikasi.



Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali mengeluarkan kebijakan yang membuat guru deg-degan. Tahun 2020, menjadi batas akhir bagi Oemar Bakrie melinierkan latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran (mapel) yang diampu.

ARTINYA, kesempatan itu tersisa tiga tahun. Bila tak bisa dipenuhi sampai tenggat waktu tersebut, guru harus siap tak lagi berdiri di depan kelas. Itu diatur melalui Peraturan Mendikbud Nomor 46 Tahun 2016 tentang Penataan Linieritas Guru Bersertifikat Pendidik

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim Musyahrim menerangkan, upaya linierisasi tenaga pendidik sebenarnya bukan hal baru. Itu berjalan semenjak program sertifikasi guru.

Sebab, hal tersebut diatur sebagai syarat penerbitan sertifikasi. Bila itu tak terbit, praktis tunjangan profesi guru juga tidak cair. “Makanya penempatan guru harus sesuai bidang ilmunya. Misal sarjana matematika, tidak bisa mengajar bahasa Indonesia,” ujarnya, kemarin (2/1).

Menurut data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim, jumlah guru Benua Etam pada 2015 sebanyak 48.552 orang. Data tersebut masih relevan karena selama dua tahun belakangan tidak ada rekrutmen guru calon pegawai negeri sipil (CPNS).

Mengenai jumlah guru yang belum linier, PGRI tak memiliki angka pasti. Namun, Musyahrim meyakini, kini jumlahnya tak banyak. “Kalau pun ada, paling tinggal sedikit saja. Iya, karena itu tadi, bukan hal baru,” terang mantan kepala Disdikbud Kaltim itu.

Lagi pula, mau tidak mau guru yang belum linier mesti menyesuaikan. Menjadi wajib, jika hendak lulus sertifikasi. Bagi yang sudah sarjana, guru belum linier harus bersiap menempuh pendidikan lanjutan. Mereka tinggal menempuh pendidikan selama dua semester

Sementara itu, guru yang belum strata satu (S-1) mesti menempuh pendidikan selama delapan semester. Menurutnya, pemberlakuan aturan tersebut tak masalah bagi Kaltim. “(Kaltim) sudah siap. Menyambut positif aturan itu,” imbuhnya.

Dengan begitu, ke depan kiprah guru dalam mengajar semakin profesional. Benar-benar menguasai materi pelajaran di kelas. “Semacam dokter gigi, tidak mungkin menangani pekerjaan dokter bedah. Harus dokter bedah juga. Artinya, jangan sampai tidak sesuai bidang keahlian,”

Kepala Bidang Ketenagaan Disdikbud Kaltim Idehamsyah mengatakan, sebenarnya tidak ada yang sampai berakibat guru tak bisa mengajar. Asal guru yang tidak linier itu mau ditempatkan mengajar mapel sesuai ijazah S-1. Di Kaltim, dengan kondisi guru yang sudah banyak disertifikasi, menandakan bahwa para pendidik telah linier.

Dalam peraturan baru itu, ada beberapa opsi yang masuk kriteria linieritas. Salah satunya, guru yang mengajar sesuai latar belakang pendidikan S-1. Artinya, guru yang saat S-1 mengambil pendidikan fisika, saat mengajar juga mengajarkan mapel tersebut

Kepala SMA 3 Samarinda Abdul Rozak Fachrudin menyampaikan aturan linieritas guru memang sangat diperlukan untuk meningkatkan profesional kerja guru. Sebab, guru dalam mengajar mapel berdasar kompetensi yang dimiliki. “Tentu bagus sekali. Mulai ijazah kuliah, sertifikasi, dan mengajar semuanya linier. Mutu pendidikan juga bisa meningkat

Namun, untuk data, pihaknya tak memiliki. Apalagi, sebelum pemberlakuan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, pendataan guru di seluruh jenjang pendidikan ditangani kabupaten/kota. Saat sekarang saja, kewenangan SMA/SMK beralih ke pemerintah provinsi. “Kaltim sudah siap dengan aturan itu (guru mesti linier),” ucap dia.

. Semoga bermanfaat.
Sumber https://www.intipendidikan.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel