Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Lengkap
Thursday, September 1, 2016
Interaksi sosial yang terjadi diantara manusia dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), akomodasi (accomodation), dan juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Bentuk-bentuk interaksi tersebut dapat dikelompokkan dalam proses-proses yang asosiatif dan proses disosiatif (Soekanto, 1990).
Gillin dan Gillin mengemukakan bahwa bentuk interaksi sosial yang termasuk dalam kategori proses yang asosiatif adalah akomodasi, asimilasi dan akulturasi; sedangkan bentuk interaksi sosial yang dikategorikan dalam proses yang disosiatif adalah persaingan, dan pertentangan).
1. Proses-proses yang Asosiatif
a. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama merupakan bentuk interaksi sosial yang pokok. Kerja sama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan.
Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nyd). Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya luar yang mengancam atau ada tindakan-tindakan luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok, dalam diri seorang atau segolongan orang.
Kerja sama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu yang lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas karena keinginan-keinginan pokoknya tak dapat terpenuhi karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem kepercayaan atau dalam salah-satu bidang sensitif dalam kebudayaan.
Ada lima bentuk kerja sama, yaitu:
1. Kerukunan yang mencakup gotong-royong dan tolong-menolong.
2. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
3. Kooptasi (cooptation), yakni suatu proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
4. Koalisi (coalition), yakni kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyau tujuan yang sama.
5. Joint venture, yaitu kerja sama dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu, seperti: pengeboran minyak, pertambangan batubara, perfilman, perhotelan, dan seterusnya.
b. Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi mempunyai dua makna, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan kenyataan adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara individu dan kelompok sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat; kedua akomodasi dipergunakan untuk menunjuk pada suatu proses, pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usahausaha untuk mencapai kestabilan.
Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan oleh para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi (adaptation) yang dipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menunjuk pada suatu proses di mana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya.
Berdasarkan hal tersebut, yang dimaksud dengan akomodasi adalah suatu proses di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang mula-mula saling bertentangan, kemudian saling mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Sebenarnya pengertian adaptasi menunjuk pada perubahanperubahan organis, bukan sosial, yang disalurkan melalui kelahiran, dimana makhluk-makhluk hidup menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya sehingga dapat mempertahankan hidupnya. Tetapi dalam perkembangannya juga dipergunakan untuk menjelaskan masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat.
Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Tujuan akomodasi berbeda-beda sesuai dengan situasi yang dihadapinya, secara umum akomodasi mempunyai tujuan seperti berikut:
1. untuk mengurangi pertentangan antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia sebagai akibat perbedaan paham. Akomodasi di sini bertujuan untuk menghasilkan suatu sintesa antara kedua pendapat tersebut, agar menghasilkan suatu pola yang baru;
2. mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu atau temporer;
3. untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompok-kelompok sosial yang hidupnya terpisah sebagai akibat faktor-faktor sosial psikologis dan kebudayaan, seperti yang dijumpai pada masyarakat yang mengenal sistem berkasta;
4. mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah, misalnya, lewat perkawinan campuran atau asimilasi dalam arti luas.
Suatu akomodasi sebagai proses tidak selalu akan berhasil sepenuhnya di dalam menciptakan stabilitas dalam beberapa bidang, mungkin sekali benih-benih pertentangan dalam bidang-bidang lainnya masih tertinggal, yang luput diperhitungkan oleh usaha-usaha akomodasi terdahulu.
Benih-benih pertentangan yang bersifat laten tadi (seperti prasangka) sewaktu-waktu akan menimbulkan pertentangan baru. Dalam keadaan demikian, memperkuat cita-cita, sikap dan kebiasaan-kebiasaan masa-masa lalu yang telah terbukti mampu meredam bibit-bibit pertentangan merupakan hal penting dalam proses akomodasi, yang dapat melokalisasi rasa sentimen yang akan melahirkan pertentangan baru.
Akomodasi bagi pihak-pihak tertentu dirasakan menguntungkan, namun agak menekan bagi pihak lain, karena adanya campur tangan kekuasaan-kekuasaan tertentu dalam masyarakat. Bentuk-bentuk Akomodasi Menurut Soekanto (1990) akomodasi sebagai suatu proses untuk meredakan ketegangan antar manusia mempunyai beberapa bentuk, antara lain:
a) Coercion
Coercion adalah suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan oleh karena adanya paksaan. Coercion merupakan bentuk akomodasi, di mana salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan. Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara langsung), maupun secara psikologis (secara tidak langsung).
Misalnya perbudakan adalah suatu coercion, dimana interaksi sosialnya didasarkan pada penguasaan majikan atas budaknya. Budak dianggap sama sekali tidak mempunyai hak-hak apapun. Hal sejenis mungkin juga kita jumpai seperti dalam hubungan antara majikan atau pemilik perusahaan dengan buruh. Pada negara-negara totaliter, coercion juga dijalankan, ketika suatu kelompok minoritas yang berada di dalam masyarakat memegang kekuasaan. Hal ini sama sekali tidak berarti bahwa dengan coercion tak akan dapat dicapai hasil-hasil yang baik bagi masyarakat.
b) Compromise
Compromise adalah suatu bentuk akomodasi di mana pihak-pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat melaksanakan compromise adalah bahwa salah satu pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula sebaliknya. Misalnya traktat antara beberapa negara, akomodasi antara beberapa partai politik karena sadar bahwa masing-masing memiliki kekuatan sama dalam suatu pemilihan umum, dan seterusnya.
c) Arbitration
Arbitration merupakan suatu cara untuk mencapai compromise, apabila pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri. Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertentangan, seperti terlihat dalam penyelesaian masalah perselisihan perburuhan.
d) Mediation
Mediation hampir menyerupai arbitration. Pada mediation diundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihak ketiga tersebut tugas utamanya adalah untuk mengusahakan suatu penyelesaian secara damai. Kedudukan pihak ketiga hanyalah sebagai penasihat belaka. Dia tak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan penyelesaian perselisihan tersebut.
e) Conciliation
Concilitation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya persetujuan bersama. Conciliation bersifat lebih lunak daripada coercion dan membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang bersangkutan untuk mengadakan asimilasi. Suatu contoh dari conciliation adalah adanya panitia-panitia tetap di Indonesia yang khusus bertugas untuk menyelesaikan persoalan-persoalan perburuhan, di mana duduk wakil-wakil perusahaan, wakil-wakil buruh, wakil-wakil Departemen Tenaga Kerja dan seterusnya khusus bertugas menyelesaikan persoalan-persoalan jam kerja, upah, hari-hari libur dan lain sebagainya.
f) Tolerantion
Tolerantion juga disebut dengan tolerant-participation. Ini merupakan suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration timbul secara tidak sadar dan tanpa direncanakan karena adanya watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari suatu perselisihan. Dari sejarah dikenal bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang toleran yang sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan-perselisihan.
g) Stalemate
Stalemate merupakan suatu akomodasi, di mana pihak-pihak yang bertentangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik untuk maju maupun untuk mundur. Stalemate tersebut, misalnya, terjadi antara Amerika Serikat dengan Rusia di bidang nuklir.
h) Adjudication
Adjudication yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan. Walaupun tersedia bermacam-macam bentuk akomodasi seperti diuraikan dan telah banyak ketegangan-ketegangan yang teratasi, masih saja ada unsur-unsur pertentangan laten yang belum dapat diatasi secara sempurna. Bagaimanapun juga akomodasi tetap perlu, apalagi dalam keadaan dunia dewasa ini yang penuh ketegangan. Selama orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia masih mempunyai kepentingan-kepentingan yang tidak bisa diselaraskan antara satu dengan lainnya, akomodasi tetap diperlukan.
Hasil Dari Proses Akomodasi
Proses akomodasi menghasilkan beberapa hal terkait dengan manusia dengan manusia yang lain, antara lain:
a) Integrasi Masyarakat
Akomodasi menghindarkan masyarakat dari benih-benih pertentangan latent yang kemungkinan besar akan melahirkan pertentangan baru. Contoh: ketika orang-orang Inggris menjajah Singapura dan Malaysia, mereka telah memasukan suatu kebudayaan baru terhadap masyarakat taklukannya. Bahasa, sistem feodalisme, hukum, dan seterusnya diubah dan diganti. Dalam proses tersebut terjadi perkawinan campuran dan banyak orang Malaysia yang mendapat kedudukan baru yang tinggi. Keadaan tersebut mengurangi jarak sosial (social distance) antara penjajah dengan yang dijajah. Selain itu, akomodasi juga menahan keinginan-keinginan untuk bersaing.
b) Menekan oposisi
Sering kali suatu persaingan terjadi demi keuntungan suatu kelompok tertentu (misalnya golongan produsen) dan kerugian pihak lain (misalnya konsumen). Akomodasi antara golongan produsen yang mula-mula bersaing dapat menyebabkan turunnya harga, karena barang-barang dan jasa-jasa lebih mudah sampai kepada konsumen.
c) Koordinasi berbagai kepribadian yang berbeda
Kondisi tampak bilamana ada dua orang, misalnya, bersaing untuk menduduki jabatan pimpinan suatu partai politik. Persaingan terjadi dengan sengit, tetapi setelah salah satu terpilih, biasanya yang kalah diajak untuk bekerjasama demi keutuhan dan integrasi partai politik tersebut.
d) Perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan agar sesuai dengan keadaan baru atau keadaan yang berubah
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat di berbagai bidang menuntut terjadinya perubahan kelembagaan pada masyarakat tersebut, baik terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan ini merupakan konsekuensi untuk menyesuaikan dengan laju perkembangan masyarakat.
e) Perubahan-perubahan dalam kedudukan
Pertentangan telah menyebabkan kedudukan individu dalam organisasi menjadi goyah dan akomodasi akan mengukuhkan kembali kedudukan, karena akomodasi menimbulkan penetapan baru terhadap kedudukan orang-perorangan dan kelompok.
f) Akomodasi membuka jalan ke arah asimilasi
Dengan adanya proses asimilasi, para pihak lebih saling mengenal dan dengan timbulnya benih-benih toleransi mereka lebih mudah untuk saling mendekati.
Pengertian Asimilasi dalam Proses Inteaksi Sosial
Asimilasi merupakan proses sosial dalam taraf lanjut. Asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingankepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, dia tidaklagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing. Dalam proses asimilasi, mereka mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.
Apabila dua kelompok manusia mengadakan asimilasi, batas-batas antara kelompok-kelompok tadi akan hilang dan keduanya lebur menjadi satu kelompok. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.
Proses asimilasi terjadi bila:
1) kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya;
2) orang-perorangan sebagai warga kelompok tadi saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama sehingga;
3) kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Asimilasi terkait erat dengan pengembangan sikap dan cita-cita yang sama dari sekelompok manusia. Didalam proses tersebut ada beberapa bentuk interaksi sosial yang mengarah ke suatu proses asimilasi (interaksi yang asimilatif) bila memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1. bersifat suatu pendekatan terhadap pihak lain, di mana pihak yang lain tadi juga berlaku sama. Seorang siswa yang jujur dan baik tata lakunya misalnya, tidak akan mungkin hidup bersama-sama dengan rekannya yang licik di dalam satu kamar di asrama. Walaupun mahasiswa yang jujur dan baik tadi berusaha untuk bersikap toleran terhadap rekannya tetapi tak akan terjadi suatu persahabatan karena pihak yang lain bersikap sebagai musuh.
2. proses interaksi sosial tersebut tidak mengalami halangan-halangan atau pembatasan-pembatasan. Misalnya halangan untuk melakukan perkawinan campuran/beda suku, pembatasan untuk sekolah di lembaga-lembaga pendidikan tertentu, adanya hambatan untuk berkumpul atau bertemu dalam suatu organisai, dan sebagainya.
3. interaksi sosial tersebut bersifat langsung dan primer. Misalnya upaya untuk membentuk sebuah organisasi multilateral/bilateral akan terhalang oleh adanya kesukaran melakukan interaksi langsung dan primer antara negara-negara bersangkutan. Bisa saja masalahnya menyangkut keamanan, kepentingan ekonomi, atau kedaulatan.
4. frekuensi interaksi sosial tinggi dan tetap, serta ada keseimbangan antara pola-pola asimilasi tersebut. Artinya, stimulan dan tanggapan-tanggapan dari pihak-pihak yang mengadakan asimilasi harus sering dilakukan dan suatu keseimbangan tertentu harus dicapai dan dikembangkan. Mengadakan interaksi sosial yang asimilatif dengan suku-suku tradisional di Indonesia yang masih terasing merupakan hal yang sulit karena para warganya kurang mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan para warga masyarakat lain.
Dengan menggunakan kata lain, tak ada asimilasi yang bersifat pasif, di mana salah-satu pihak hanya menunggu dan menerima saja. Maka, asimilasi yang dipaksakan juga tidak mungkin apabila paksaan atau kekerasan tersebut hanya merupakan halangan terhadap terjadinya interaksi sosial. Keadaan tersebut terlihat, misalnya, pada asimilasi antara masyarakat dengan bekas narapidana.
Apabila masyarakat beranggapan bahwa riwayat hidup seorang bekas narapidana merupakan halangan bagi terjadinya interaksi sosial penuh dengan warga-warga masyarakat lainnya, ada keraguan apakah masyarakat akan dapat menerimanya kembali. Dalam keadaan demikian, dapat dimengerti mengapa bekas narapidana tadi pada akhirnya akan kembali mengadakan interaksi dengan golongan bekas narapidana lain atau penjahat.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah diketahui bahwa faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain adalah:
1) toleransi;
2) kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi;
3) sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya;
4) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat;
5) persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan;
6) perkawinan campuran (amalgamation);
7) adanya musuh bersama dari luar (Soekanto; 1990).
Proses asimilasi tak akan terjadi walaupun terdapat pergaulan yang intensif dan luas antara kelompok-kelompok yang bersangkutan. Hal ini terjadi bila antara kelompok-kelompok tersebut tidak ada sikap toleran dan simpati. Dalam keadaan demikian proses asimilasi akan macet. Misalnya, hubungan antara orang-orang Tionghoa di Indonesia yang bergaul intens dan luas dengan orang-orang asli Indonesia sejak bertahun-tahun yang lalu, tetapi belum juga terintegrasi ke dalam masyarakat Indonesia.
Faktor-Faktor Mempengaruhi Asimilasi
Hal ini terjadi karena adanya sejarah politik pemerintah Belanda sewaktu menjajah Indonesia yang meletakkan orang Tionghoa lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan orang Indonesia; adanya perbedaan ciri-ciri badaniah; in-group feeling yang sangat kuat pada golongan Tionghoa sehingga mereka lebih kuat mempertahankan identitas sosial dan kebudayaannya yang eksklusif; dan dominasi ekonomi.
Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut:
1. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat (biasanya golongan minoritas) Contoh adalah orang-orang Indian di Amerika Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu (disebut reservation). Mereka serlah-olah disimpan dalam sebuah kotak tertutup, sehingga hampir tak mungkin ada hubungan bebas yang intensif dengan orang-orang kulit putih. Sebaliknya orang kulit putihpun kurang mengetahui tentang seluk-beluk masyarakat Indian sehingga antara kedua belah pihak timbul prasangka-prasangka. Prasangka merupakan faktor penghalang berlangsungnya asimilasi.
2. Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi dan sehubungan dengan itu sering kali menimbulkan faktor ketiga.
3. Perasaan takut terhadap kekuatan suatu kebudayaan yang dihadapi. Contoh proses asimilasi antara suku-suku bangsa di Indonesia yang masih lamban lantaran sikap toleransi dan simpati belum berkembang dengan semestinya. Pengetahuan tentang suku-suku bangsa lain hanya terbatas pada unsur-unsur lahiriah belaka seperti tari-tarian dan pakaian daerah, alat musik, jenis upacara-upacara, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai unsur-unsur kebudayaan lainnya seperti lembaga-lembaga kemasyarakatan, pola-pola perilaku, sistem kekeluargaan dan sebagainya, belum mendalam sehingga sering menimbulkan prasangka. Prasangka tersebut tidak jarang menyebabkan timbulnya rasa takut terhadap kekuatan sesuatu kebudayaan tertentu.
4. Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya. Di Indonesia, umpamanya, perasaan superior masih ada terutama terhadap beberapa suku bangsa tertentu yang taraf kebudayaannya secara relatif masih rendah, seperti misalnya terhadap suku-suku bangsa dari daerah Papua yang sebagian besar masih hidup di alam bebas.
5. Dalam batas-batas tertentu, perbedaan warna kulit atau perbedaan ciri-ciri badaniah dapat pula menjadi salah satu penghalang terjadinya asimilasi.
6. In-group feeling yang kuat dapat pula menjadi penghalang berlangsungnya asimilasi. In-group feeling berarti adanya suatu perasaan yang kuat sekali bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Sikap seperti ini tampak sangat kuat pada beberapa golongan minoritas di Indonesia, misalnya Arab, Tionghoa, India, yang mempertajam perbedaan-perbedaan antara mereka dengan orang-orang Indonesia (asli).
7. Gangguan dari golongan yang berkuasa terhadap golongan minoritas lain yang dapat mengganggu kelancaran proses asimilasi adalah apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
8. Kadangkala faktor perbedaan kepentingan yang kemudian ditambah dengan pertentangan-pertentangan pribadi juga dapat menyebabkan terhalangnya proses asimilasi.
Kepentingan-kepentingan yang berbeda terutama yang bersifat primer dapat menyebabkan dipertajamnya perbedaan-perbedaan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan pada golongan-golongan tersebut. Asimilasi menyebabkan perubahan-perubahan dalam hubungan sosial dan dalam pola adat istiadat serta interaksi sosial. Proses yang disebut terakhir biasa dinamakan akulturasi.
Pengertian Akulturasi Kebudayaan
Akulturasi terjadi bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan yang tertentu dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehinggaunsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Misalnya dapat dilihat proses akulturasi yang terjadi pada masyarakat Indonesia antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.
Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integrasi antar unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur kebudayaan asing tidak lagi dilihat dan dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar. Namun demikian hal ini terjadi tidak begitu saja, tetapi melalui proses pengolahan yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Misalnya, sistem pendidikan nasional, pada saat ini banyak meniru dari sistem pendidikan yang berasal dari negara lain yang sudah mengalami banyak penyesuaian.
Walaupun sudah melalui proses yang cukup lama, tidak menutup kemungkinan timbulnya kegoncangan budaya (cultural shock) pada kelompok masyarakat tertentu sebagai akibat dari adanya berbagaipermasalahan dalam proses akulturasi. Hal ini terjadi karena masyarakat mengalami frustasi ketika muncul perbedaan yang tajam antara cita-cita dengan kenyataan.
Pengertian Proses Disosiatif
Proses-proses disosiatif sering disebut sebagai oppositional processes, yang sama halnya dengan kerja sama, dapat ditemukan pada setiap masyarakat, walaupun bentuk dan arahnya ditentukan oleh kebudayaan dan sistem sosial masyarakat bersangkutan. Apakah suatu masyarakat lebih menekankan oposisi, atau lebih menghargai kerja sama? Hal itu tergantung pada unsur-unsur kebudayaan terutama yang menyangkut sistem nilai, struktur masyarakat, dan sistem sosialnya. Faktor yang paling menentukan sebenarnya adalah sistem nilai masyarakat tersebut.
Masyarakat Amerika Serikat, misalnya, bersifat kompetitif; berhasilnya seseorang ditentukan oleh faktor materi dan individualisme sangat dihargai. Sebaliknya masyarakat Indonesia pada umumnya bersifat kooperatif karena sistem nilai dalam masyarakat kita lebih menghargai bentuk kerja sama dibandingkan dengan kompetisi atau bentuk proses sosial yang bersifat disosiatif.
Pada masyarakat tertutup, gerak sosial vertikal hampir tidak ada sebagaimana misalnya pada masyarakat yang mengenal sistem kasta. Persaingan antara kasta tidak begitu banyak terjadi, walau persaingan antar anggota suatu kasta tertentu ada yang disebabkan oleh tingkatan hierarkis kasta-kasta tersebut ditentukan menurut kelahiran warga dan sistem kepercayaan yang telah tertanam dalam masyarakat.
Oposisi dapat diartikan sebagai cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Terbatasnya makanan, tempat tinggal, serta faktor-faktor lain telah melahirkan beberapa bentuk kerja sama dan oposisi. Pola-pola oposisi tersebut dinamakan juga sebagai perjuangan untuk tetap hidup (struggle or existence), yaitu suatu keadaan di mana manusia yang satu tergantung pada kehidupan manusia yang lainnya, yang menimbulkan kerja sama untuk tetap dapat hidup.
Perjuangan ini mengarah pada paling sedikit tiga hal, yaitu perjuangan manusia melawan sesama, perjuangan manusia melawan makhluk-makhluk jenis lain serta perjuangannya melawan alam. Perjuangan manusia melawan sesama dapat dilihat pada usaha manusia untuk melindungi dirinya dari kekuatan-kekuatan dalam masyarakat; sedangkan yang kedua dapat dilihat pada usaha-usaha manusia untuk melindungi dirinya terhadap binatang buas.
Perjuangan menghadapi alam, dapat dilihat dari upaya manusia bekerja keras supaya dapat bertahan karena tidak di semua tempat keadaan alam menguntungkan kehidupan manusia. Proses interaksi sosial yang disosiatif meliputi: persaingan, kontravensi dan pertentangan atau konflik.
Pengertian Persaingan dan Macam-macam Bentuk Kompetisi
Persaingan atau competition dapat diartikan sebagai suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.
Persaingan mempunyai dua tipe umum, yakni yang bersifat pribadi dan tidak pribadi. Persaingan yang bersifat pribadi, dinamakan rivalry, antara orang dengan orang, atau individu dengan individu secara langsung bersaing untuk memperoleh kedudukan tertentu di dalam suatu organisasi, memperoleh prestasi tertinggi, mendapatkan penghargaan dan sebagainya.
Persaingan yang tidak bersifat pribadi adalah persaingan antar kelompok, misalnya antara dua perusahaan besar yang bersaing dalam memasarkan produknya di suatu wilayah tertentu. Persaingan yang terjadi diantara umat manusia dapat diklasifikasikan menjadi beberapa beberapa bentuk persaingan, antara lain:
1. Persaingan ekonomi
Persaingan di bidang ekonomi timbul karena terbatasnya persediaan apabila dibandingkan dengan jumlah konsumen. Dalam teori ekonomi klasik, persaingan bertujuan untuk mengatur produksi dan distribusi. Persaingan merupakan salah satu cara untuk memilih produsenprodusen yang baik. Bagi masyarakat selaku konsumen, hal demikian dianggap menguntungkan karena produsen yang terbaik akan memenangkan persaingannya dengan cara memproduksi barang dan jasa yang lebih baik dan dengan harga yang rendah. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian karena kemungkinan besar untuk mempertahankan kehidupan bersama, perusahan besar harus melakukan kerjasama. Selain itu, perusahaan besar yang mulamula bersaing sering kali harus bekerja sama untuk dapat memonopoli pasaran jenis barang barang tertentu.
2. Persaingan kebudayaan
Persaingan dalam bidang kebudayaan menyangkut persaingan di bidang keagamaan, bahasa, kesenian, lembaga kemasyarakatan seperti pendidikan, dan sebagainya. Persaingan kebudayaan dapat dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan negara-negara maju dengan memberi kesempatan kepada siswa-siswa Indonesia untuk melakukan kajian terhadap kebudayaannya, memberi beasiswa dan kesempatan belajar kebudayaan setempat dan sebagainya.
3. Persaingan kedudukan dan peranan
Adalah persaingan untuk mendapatkan kedudukan atau peranan yang lebih tinggi dalam suatu organisasi. Apabila seseorang dihinggapi perasaan bahwa kedudukan dan peranannya sangat rendah, dia pada umumnya hanya menginginkan kedudukan dan peranan yang sederajat dengan orang-orang lain. Selanjutnya orang-orang yang mempunyai rasa rendah diri yang tinggi pada umumnya mempunyai keinginan kuat untuk mengejar kedudukan dan peranan yang terpandang dalam masyarakat sebagi kompensasi. Kedudukan dan peranan yang dikejar tergantung dari apa yang paling dihargai oleh masyarakat pada suatu masa tertentu.
4. Persaingan ras
Perbedaan ras, baik karena perbedaan warna kulit, bentuk tubuh, maupun corak rambut dan sebagainya, hanya merupakan suatu perlambang kesadaran dan sikap atas perbedaan-perbedaan dalam kebudayaan. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri badaniah lebih mudah terlihat dibanding unsur-unsur kebudayaan lainnya. Misalnya persaingan antara kulit hitam dan kulit putih di Amerika Serikat, persaingan antara suku madura dan suku jawa dalam memperebutkan imej sebagai pedagang sate, dan banyak lagi contoh-contoh kasus tentang hal ini.
Persaingan dalam kehidupan manusia mempunyai beberapa fungsi, antara lain:
1) menyalurkan keinginan-keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif;
2) sebagai jalan di mana keinginan, kepentingan serta nilai-nilai yang pada suatu masa menjadi pusat perhatian, tersalurkan dengan baik oleh mereka yang bersaing;
3) dalam hal ini persaingan berfungsi untuk menyuguhkan alternatif-alternatif sehingga keinginan tadi terpuaskan sebanyak mungkin;
4) sebagai alat untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial, persaingan berfungsi untuk mendudukkan individu pada kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya; dan
5) sebagai alat menyaring para warga golongan yang fungsional untuk kepentingan kelompok atau organisasi.
Persaingan antar manusia dalam kehidupannya, membawa akibat yang mungkin saja bersifat asosiatif atau disosiatif. Suatu persaingan bisa membawa akibat pada:
1) pengembangan atau perubahan kepribadian seseorang;
2) kemajuan masyarakat;
3) solidaritas kelompok; dan
4) disorganisasi.
Pengertian Kontravensi dan Bentuk / Tipe-Tipe Kontravensi
Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada diantara persaingan dan pertentangan atau konflik. Kontravensi ditandai oleh adanya gejala ketidakpastian mengenai diri seorang atau suatu rencana dan persaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian, keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang.
Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Sikap tersembunyi ini bisa berubah menjadi kebencian, akan tetapi tidak menjadi sebuah pertentangan atau konflik. Contoh sikap kita terhadap orang yang tidak disukai, sikap terhadap guru yang tidak disenangi, atau sikap kita terhadap program pemerintah yang tidak sesuai dengan keinginan.
Bentuk-bentuk kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia antara lain adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan-perbuatan seperti penolakan, perlawanan, menghalang-halangi, protes, mengganggu, mengacaukan rencana orang lain dan sebagainya.
2. Pernyataan keras tentang sesuatu di muka umum, memaki-maki baik secara langsung atau menggunakan media surat, tulisan, memfitnah dan sebaginya.
3. Menghasut, menyebar desas-desus, mengecewakan pihak lain dan sebagainya.
4. Menceritakan rahasia pihak lain, berkhianat dan sebagainya.
5. Mengejutkan lawan, mengganggu, membingungkan lawan
Tipe-tipe kontravensi yang terjadi dalam kehidupan manusia antara lain:
1) kontravensi antar generasi dalam masyarakat;
2) kontravensi yang menyangkut seksual;
3) kontravensi parlementer;
4) kontravensi antar masyarakat;
5) antagonisme keagamaan;
6) kontravensi intelektual; dan
7) oposisi moral.
Pengertian Pertentangan dan Sebab Terjadinya Konflik
Perbedaan-perbedaan pada manusia, baik itu fisik, pendapat, ide, maupun sikap dan perilaku bilamana berlebihan dalam menyikapi bisa menjadikan konflik antara yang bersangkutan. Pertentangan atau konflik adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menantang fihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.
Perasaan memegang peranan penting terjadinya konflik, perasaan benci dan marah mendorong seseorang untuk melukai, menyerang bahkan menghancurkan pihak lain. Konflik antar manusia baik secara individual maupun kelompok pada umumnya disebabkan oleh:
1) perbedaan pendirian dan perasaan diantara individu atau kelompok;
2) perbedaan kebudayaan diantara kelompok;
3) perbedaan kepentingan antar individu dalam kelompok; dan
4) perubahan sosial, ang terjadi bisa mengakibatkan terjadinya konflik, karena adanya perbedaan yang keras dinatara manusia tentang nilai-nilai.
Pertentangan atau konflik mempunyai beberapa bentuk, diantaranya adalah:
1) pertentangan pribadi;
2) pertentangan rasial;
3) pertentangan antara kelas-kelas sosial; (antara majikan-buruh);
4) pertentangan politik; dan
5) pertentangan internasional.
Sedangkan akibat dari adanya pertentangan dalam hidup manusia adalah:
1) meningkatkan solidaritas sosial in-group;
2) goyah dan retaknya persatuan;
3) perubahan kepribadian para individu;
4) hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia; dan
5) akomodasi, dominasi, dan takluknya salah satu pihak.
Kehidupan pada masa sekarang ini, kalau kita ingin eksis dan sukses, kita tidak bisa melepaskan diri pada:
(a) kerjasama
(b) persaingan,
(c) akomodasi, dan
(d) konflik.
Sumber https://blogomjhon.blogspot.com/