8 Kriteria Pemilu yang Demokratis menurut Austin Ranney
Wednesday, September 28, 2016
Menurut Austin Ranney, pemilu yang demokratis harus memenuhi kriteria-kriteria pokok, yaitu sebagai berikut.
1. Hak Pilih Umum
Pemilu baru bisa dinyatakan demokratis jika semua warga negara yang telah dewasa menikmati hak pilih pasif maupun aktif. Jika ada pembatasan, itu pun harus ditentukan secara demokrasi melalui peraturan resmi, misalnya undang-undang. Sebagai contoh pembatasan terhadap warga negara yang hilang ingatan.
2. Kesetaraan Bobot Suara
Berlakunya prinsip hak pilih umum memang perlu tapi belum mencukupi. Harus ada jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Dengan kata lain tidak ada sekelompok warga negara, apapun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Oleh karena itu, kuota bagi sebuah kursi parlemen harus berlaku umum.
3. Tersedianya Pilihan yang Signifikan
Hak pilih maupun bobot suara yang setara antarsesama pemilih yang harus dihadapkan pada pilihan-pilihan yang cukup signifikan. Adapun perbedaan pilihan tersebut bisa berupa perbedaan jumlah calon atau yang lebih rumit, misalnya perbedaan program kerja atau bahkan ideologi.
4. Kebebasan Nominasi
Setiap pilihan harus datang dari rakyat sendiri, sehingga prinsip ini sekaligus menyiratkan pentingnya kebebasan untuk berorganisasi. Melalui aktivitas berorganisasi, rakyat mempunyai keleluasaan untuk mengajukan pendapat atau aspirasi mereka bagi kesejahteraan bangsa. Dan melalui organisasi ini pulalah, rakyat membina, menyeleksi, dan menominasikan calon-calon yang mereka nilai mampu menerjemahkan kebijakan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Jadi, dalam kebebasan organisasi terkandung pula kebebasan menominasikan calon wakil rakyat.
5. Persamaan Hak Kampanye
Setiap calon wakil rakyat mempunyai visi dan misi yang berbeda. Visi serta misi ini harus diketahui secara jelas oleh rakyat. Oleh karena itulah, setiap calon wakil rakyat memiliki hak yang sama untuk melakukan kampanye. Selama masa kampanye inilah, para calon tersebut bebas untuk mengenalkan diri, visi, misi, dan program kerja di masa datang. Segala hal yang didapat rakyat selama kampanye diharapkan mampu memengaruhi pertimbangan mereka saat melakukan pemilihan.
6. Kebebasan dalam Memberikan Suara
Setiap pemilih harus mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya. Dengan kata lain, pada saat memilih, pemilih bebas memilih sesuai dengan pertimbangan hati nurani tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak mana pun. Oleh karena itulah, pilihan seseorang harus terjamin kerahasiaannya dari pihak manapun termasuk pihak penguasa.
7. Kejujuran dalam Perhitungan Suara
Setelah pemilu terlaksana, maka penghitungan suara harus dilakukan secara jujur dan terbuka. Adanya pemantau pemilu independen untuk dapat mengantisipasi terjadinya kecurangan dalam penghitungan suara.
8. Penyelenggaraan secara Periodik
Pemilu diselenggarakan untuk mengganti penguasa secara damai, terlembaga, dan berkala. Oleh karena itu, pemilu harus dilaksanakan secara periodik. Pemilu tidak bisa dimajukan atau dimundurkan sekehendak hati penguasa karena pemilu bukanlah sarana untuk melanggengkan kekuasaan.
Demikian sedikit uraian mengenai pemilu. Sebagai sarana pengembangan budaya demokrasi, pemilu harus dilaksanakan dengan baik. Namun, ini bukan hanya tugas pemerintah saja, rakyat sebagai insan politik harus bersedia ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu. Karena pelaksanaan pemilu yang lancar dan sukses akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang mampu mewujudkan aspirasi rakyat demi terwujudnya kesejahteraan bangsa. Sumber https://materiku86.blogspot.com/
1. Hak Pilih Umum
Pemilu baru bisa dinyatakan demokratis jika semua warga negara yang telah dewasa menikmati hak pilih pasif maupun aktif. Jika ada pembatasan, itu pun harus ditentukan secara demokrasi melalui peraturan resmi, misalnya undang-undang. Sebagai contoh pembatasan terhadap warga negara yang hilang ingatan.
2. Kesetaraan Bobot Suara
Berlakunya prinsip hak pilih umum memang perlu tapi belum mencukupi. Harus ada jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Dengan kata lain tidak ada sekelompok warga negara, apapun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Oleh karena itu, kuota bagi sebuah kursi parlemen harus berlaku umum.
3. Tersedianya Pilihan yang Signifikan
Hak pilih maupun bobot suara yang setara antarsesama pemilih yang harus dihadapkan pada pilihan-pilihan yang cukup signifikan. Adapun perbedaan pilihan tersebut bisa berupa perbedaan jumlah calon atau yang lebih rumit, misalnya perbedaan program kerja atau bahkan ideologi.
4. Kebebasan Nominasi
Setiap pilihan harus datang dari rakyat sendiri, sehingga prinsip ini sekaligus menyiratkan pentingnya kebebasan untuk berorganisasi. Melalui aktivitas berorganisasi, rakyat mempunyai keleluasaan untuk mengajukan pendapat atau aspirasi mereka bagi kesejahteraan bangsa. Dan melalui organisasi ini pulalah, rakyat membina, menyeleksi, dan menominasikan calon-calon yang mereka nilai mampu menerjemahkan kebijakan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Jadi, dalam kebebasan organisasi terkandung pula kebebasan menominasikan calon wakil rakyat.
5. Persamaan Hak Kampanye
Setiap calon wakil rakyat mempunyai visi dan misi yang berbeda. Visi serta misi ini harus diketahui secara jelas oleh rakyat. Oleh karena itulah, setiap calon wakil rakyat memiliki hak yang sama untuk melakukan kampanye. Selama masa kampanye inilah, para calon tersebut bebas untuk mengenalkan diri, visi, misi, dan program kerja di masa datang. Segala hal yang didapat rakyat selama kampanye diharapkan mampu memengaruhi pertimbangan mereka saat melakukan pemilihan.
6. Kebebasan dalam Memberikan Suara
Setiap pemilih harus mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya. Dengan kata lain, pada saat memilih, pemilih bebas memilih sesuai dengan pertimbangan hati nurani tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak mana pun. Oleh karena itulah, pilihan seseorang harus terjamin kerahasiaannya dari pihak manapun termasuk pihak penguasa.
7. Kejujuran dalam Perhitungan Suara
Setelah pemilu terlaksana, maka penghitungan suara harus dilakukan secara jujur dan terbuka. Adanya pemantau pemilu independen untuk dapat mengantisipasi terjadinya kecurangan dalam penghitungan suara.
8. Penyelenggaraan secara Periodik
Pemilu diselenggarakan untuk mengganti penguasa secara damai, terlembaga, dan berkala. Oleh karena itu, pemilu harus dilaksanakan secara periodik. Pemilu tidak bisa dimajukan atau dimundurkan sekehendak hati penguasa karena pemilu bukanlah sarana untuk melanggengkan kekuasaan.
Demikian sedikit uraian mengenai pemilu. Sebagai sarana pengembangan budaya demokrasi, pemilu harus dilaksanakan dengan baik. Namun, ini bukan hanya tugas pemerintah saja, rakyat sebagai insan politik harus bersedia ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemilu. Karena pelaksanaan pemilu yang lancar dan sukses akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang mampu mewujudkan aspirasi rakyat demi terwujudnya kesejahteraan bangsa. Sumber https://materiku86.blogspot.com/