Kreatifitas Ngatmin Kudus dalam Membuat Biola Dari Bahan Bambu
Monday, May 16, 2016
Biola biasanya terbuat dari kayu dan diproduksi oleh luar negeri.
Namun saat ini, di Indonesia tepatnya dari Kudus Provinsi Jawa Tengah, Ngatmin seorang kreator biola dari bahan bambu berhasil menghasilkan produk biola yang unik dan berkualitas.
Kualitas biola bambu khas Kudus tak kalah dengan biola produk luar negeri. Perajin biola Kudus berharap bantuan pemerintah sehingga karya mereka bisa memasuki pasar dunia.
Ngatmin (36) warga Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, tidak menyangka diundang televisi swasta nasional di Jakarta untuk memperkenalkan kerajinan tangan kebanggaannya itu pada 2014 lalu. Bersanding dengan Bupati Kudus M Mustofa dan dosen dari Universitas Diponegoro (Undip) dia mengaku berbunga-bunga.
"Tidak menyangka bisa sampai Jakarta. Bersama Pak Bupati saya menunjukkan produk berupa biola terbuat dari bambu yang merupakan satu-satunya di Indonesia bahkan di dunia," jelasnya, Senin (6/4).
Produknya itu pun sudah melalang buana ke berbagai pameran produk UKM di Indonesia. Tidak seperti produk biola lainnya buatan Eropa ataupun Tiongkok, biola Ngatmin ini terbuat dari bambu. Memang tidak semua bagian biola terbuat dari bambu. Ada kombinasi dengan bahan kayu yang digunakan di bagian leher atau tempat jari.
Pada bagian kepala, ada ukiran berbagai macam bentuk. Ada ukiran berbentuk kepala manusia, kepala naga, kepala Bunda Maria, dan berbagai macam bentuk lainnya.
Tidak sembarangan bambu yang ia gunakan. Bambu pilihan yang berdiameter lebar dan biasanya hanya tumbuh di daerah pegunungan atau disebut bambu petung menjadi pilihan Ngatmin. Dia juga menggunakan bambu jenis lain, yakni bambu wulung. "Ada dua jenis bambu yang digunakan, petung dan wulung. Hal itu berpengaruh terhadap suara yang dikeluarkan," terangnya.
Menurutnya, jenis suara laki-laki antara lain bas dan tenor ada pada bambu wulung. Sedangkan suara jenis perempuan, alto dan sopran hanya bisa dihasilkan dari bambu petung. Sehingga dia membutuhkan dua bambu itu. Ada kelebihan yang dimiliki biola yang terbuat dari bambu ketimbang biola terbuat dari kayu. Kata Ngatmin, suara yang dihasilkan dari biola bambu lebih nyaring dan melengking. Gesekan antara senar dengan gagang rambut terdengar nyaring ketika Ngatmin memainkan biola hasil olahan tangannya itu.
Menurut ayah satu putra ini, syarat kemampuan seseorang untuk membuat biola bambu yang sempurna ada tiga, yakni orang itu tahu dasar pertukangan kayu, pandai mengukir dan tahu musik.
Awal dia terjun ke kerajinan pembuatan biola bambu, secara tidak sengaja. Pada 2009 dia ikut saudaranya ke Bogor. Di sana saudaranya membuka tempat kursus biola. Kemudian dia berpikir, karena murid kursus banyak pastinya juga membutuhkan biola banyak. Akhirnya dia berusaha membuat biola. Tidak langsung jadi, dia pun harus belajar otodidak dari berbagai sumber termasuk dari situs multimedia Youtube.
Beruntungnya, dia memiliki keterampilan seni kayu. Pria kelahiran 30 Oktober 1977 ini pernah bekerja di Jepara sebagai perajin ukiran kayu selama beberapa tahun.
Awal pembuatan biola menggunakan bahan kayu. Namun di satu malam dia merenung. Dalam perenungannya itu, terbesit di otaknya jenis alat musik lain yang memakai bambu, misalnya suling dan angklung. "Kemudian saya berpikir kenapa tidak membuat biola juga dari bambu. Dari situ saya mulai cara buat biola dari biola yang sudah saya bongkar," ucapnya.
Tidak ingin jauh dari keluarga, akhirnya dia pulang kampung ke Kudus dan membuka usaha pembuatan biola. Sesampai di Kudus, dia mengikuti beberapa acara pameran produk UKM. Dia juga membuat hardcase atau tempat penyimpanan biola hasil keterampilan tangannya. Sentuhan Jawa pun tidak ketinggalan dengan membalutkan kain batik khas Kudus pada hardcase.
Hasil produk industri rumahannya sering diikutkan lomba UKM. Tidak sedikit penghargaan yang telah digaetnya. Peminat bisa membeli biola khas Kudus di rumah sekaligus bengkel Ngatmin di Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, seharga sekitar Rp 3 juta.
Pria yang mengantongi pendidikan akhir SD itu menginginkan pemerintah memperhatikan produk UKM asli daerah, khususnya biola bambu miliknya. "Hambatan yang dialami adalah soal pemasaran. Produk lokal seperti ini masih kalah dengan produk luar negeri. Padahal kualitasnya setara atau bahkan melebihi," tandas Ngatmin.