4 CONTOH KARANGAN ARGUMENTASI TENTANG PENDIDIKAN INDONESIA

Guruberbahasa.com- CONTOH KARANGAN ARGUMENTASI

CONTOH 1

Memutuskan untuk menyekolahkan anak pada usia yang masih sangat dini saat ini telah menjadi trend di kalangan masyarakat. Dengan alasan ingin sedari dini memberikan berbagai ilmu dan kepandaian kepada sang anak, orang tua rela merogoh kocek dalam-dalam untuk biaya sekolah yang tidak bisa dibilang murah. Bahkan tidak jarang ada bayi usia dibawah satu tahun yang disekolahkan dengan standar internasional. Bila dilihat dari sudut pandang psikologis anak, memasukkan mereka ke dalam sekolah pada usia yang sangat dini dipandang belum begitu perlu. Karena pada usia yang masih sangat dini, yang diperlukan anak hanyalah interaksi yang intens dengan orang-orang terdekatnya, seperti ibu, bapak, kakak, dll

Mungkin dengan alasan keterbatasan waktu karena ibu bekerja maka memilih untuk menggunakan fasilitas day care sekaligus sebagai tempat sekolah bagi anak mereka. Ini tidak bisa disalahkan begitu saja. hal terpenting yang harus diperhatikan adalah, pilihlah day care yang "sayang anak" dan memperhatikan segala keperluan dan kebutuhan anak sesuai dengan usianya. Pastikan bahwa pengasuh bisa berinteraksi dengan baik selama anak kita berada di day care. Perhatikan juga fasilitas yang disediakan, apakah memenuhi kebutuhan motorik kasar dan motorik halus sesuai usia anak kita.


CONTOH 2

Beberapa tahun yang lalu, di Bandara Halim Perdana Kusuma sekali –sekali kelihatan sepasang suami istri yang jelas berkebangsaan asing, mendorong kereta bayi berisi seorang bayi berkulit sawo matang, yang jelas berbeda dari rupa pasangan ‘orang tua ‘-nya. pemandangan seperti ini kemudian menjadi langka dan lenyap sama sekali, setelah beberapa orang yang berpengaruh di kalangan pemerintahan mulai angkat bicara soal citra pribadi dan harga diri bangsa yang direndahkan melalui praktek adopsi anak Indonesia oleh orang asing. 

Orang-orang pun mulai menjadi sibuk memberikan penilaian yang cenderung senada dengan bicara ‘bapak’ dan ‘Ibu’ yang berpengaruh itu, dan ramai-ramai mulailah kita menentang praktek-praktek adopsi seperti itu. namun, dari realita yang ada, kelihatannya adopsi anak di Indonesia oleh orang asing tidaklah seburuk yang dinilai oleh banyak orang. mengapa kita harus omong besar soal harga diri dan hal abstrak lainnya kalau dalam kenyataan belum ada kesejahteraan yang merata dan memadai disini, sedangkan jaminan sosial yang lebih baik menanti anak-anak yang malang itu disana ? dilain pihak, praktek ini jelas menunjang program pemerintah yang telah kewalahan menahan lajunya pertumbuahan penduduk.

Bicara soal harga diri suatu bangsa memang bukanlah masalah yang sederhana. siapa pula yang mau dianggap kepribadian dan bermental ‘penjual anak’ pada bangsa lain dan masalahnya menjadi semakin kompleks ketika pihak yang menetang praktek adopsi ini memandangnya sebagai salah satu bentuk ekspor komoditi non-migas yang memberi keuntungan bagi segelintir manusia yang tidak punya harga diri. Tetapi rasanya anggapan ini salah kaprah, dan bisa diluruskan asalkan ada penataan administrasi yang lebih bertanggung jawab .

Sebuah survey dan studi perlu dilakukan untuk meneliti dampak sosial, budaya, dan psikologis dari praktek adopsi ini sebelum orang-orang keburu menilai yang jelek-jeknya saja. Oleh karena itu, kalau kita memang ingin konsekuen menjadi bangsa yang berkepribadian yang mandiri, mungkin praktek-praktek seperti pinjaman dari luar negeri, penanaman modal asing, studi keluar negeri dan segala bentuk hubungan serta ‘produk’ yang berbau luar negeri lebih baik dijauhkan. Hal ini tentu saja mustahil. kalau kita mau jujur tentang keberadan bangsa dan negara kita, kita ini sebenarnya masih jauh sekali dari impian mejadi negara yang mandiri, yang sejahtera dan mampu tampil sebagai negara yang menetukan di dalam percaturan dunia.

Jadi, jangan malu-malulah menerima uluran tangan pihak asing yang secara tidak langsung memperbaiki taraf hidup sebagaian bocah-bocah kita yang dinegaranya sendiri sukar mempertahankan kelangsungan hidupnya. Apalagi jika uluran tangan tadi didasarkan pada rasa kasih sayang yang tulus untuk menyayangi buah hati yang berlainan ras ini, dan bukan hanya sekedar take and give ; mereka cuma take babies dan give money saja.


CONTOH 3

Pendidkan adalah sarana untuk membuat manusia menjadi lebih beradab dan berilmu. Tanpa pendidkan kita semua tidak lain dan tidak bukan hanyalah sekumpulan binatang. Dengan pendidikan, kita bisa menjadi seperti apa yang kita inginkan dan dengan pendidikan kita juga bisa pergi kemanapun kita mau. Oleh sebab itu, pendidikan sangatlah penting untuk diberikan kepada seluruh umat manusia. Namun, ada satu yang tak kalah penting dengan pendidikan, yaitu pendidikan karakter.

Sama halnya dengan pendidikan-pendidikan lain yang tujuan utamannya untuk mengajarkan. Pendidikan karakter mengajarkan karakter atau nilai-nilai moral yang baik kepada manusia. Mengapa pendidikan karakter ini perlu dilakukan? Pada dasarnya ilmu tanpa moral atau karakter akan menciptakan individu-individu yang berbahaya dan bejat, seperti koruptor, dictator, dan lain-lain.

Dengan pendidikan karakter, maka akan mencegah timbulnya orang-orang seperti itu. Karena biasanya orang-orang dengan karakter baik akan berperilaku baik pula. Coba bayangkan orang yang berilmu dan memiliki karakter yang baik, pastilah akan menjadi individu yang baik dan berguna bagi orang lain.

Pendidikan karakter mengajarkan kita tentang moral-moral atau nilai yang baik sebagai manusia, seperti tanggung jawab, taat kepada Tuhan, jujur, percaya diri, dan masih banyak lagi. Dengan memasukan nilai-nilai tersebut kepada seluruh individu pastilah akan terbentuk individu-individu dengan karakter yang kuat dan berilmu. Itulah mengapa pendidikan karakter tidak kalah penting dengan pendidikan-pendidikan lainnya.


CONTOH 4

Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu maju mundurnya suatu bangsa. Indonesia sudah mengalami perkembangan mengenai pendidikan dari masa ke masa. Namun ada fakta yang tak terbantahkan lagi bahwa pendidikan di indonesia adalah pendidikan yang sangat mahal dan tak terjangkau bagi masyarakat tak mampu. Pada tahun 2010 terdapat 1,08 juta siswa SD hingga SMA yang putus sekolah. 

Biaya pendidikan yang mahal diperkirakan menjadi sebab tingginya angka putus sekolah di tahun 2010 tersebut. Janji akan pendidikan gratis sepertinya hanya akan menjadi mimpi di siang bolong semata. Berbagai pernyataan dari calon pemimpin rakyat semangat memberikan iming-iming pendidikan gratis tatkala kampanye. Namun, saat ini terbukti berbeda dengan apa yang selama ini dijanjikan. Para pemimpin rakyat yang telah dipilih sibuk dengan urusan lain tanpa menyentuh sedikitpun dunia pendidikan. Masih banyak sekolah yang jauh dari uluran tangan pemerintah. Sarana dan prasarana hanya menjadi milik sekolah yang berada di kota. 

Sedangkan sekolah-sekolah di desa tumbuh dengan bantuan dan rasa iba dari sebagian masyarakat berhati nurani. Tenaga pengajar juga tak banyak yang mau ditempatkan di sekolah-sekolah desa. Mereka berdalih sulit mengembangkan potensi jika tidak ditunjang dengan fasilitas yang memadai. Dengan begitu, pemerintah masih mengatakan dirinya layak untuk menjadi pemimpin rakyat. Jika terjadi kesenjangan antara pendidikan di kota dan di desa, sungguh sangat tidak layak dikatakan sebagai pengayom masyarakat. Dalam dunia pendidikan di Indonesia mempunyai berbagai masalah. 

Selain masalah biaya, kesadaran siswa terhadap minat belajar kurang, dan fasilitas yang tidak memadai, jika ditelusuri dari hal terkecil, dalam pendidikan di sekolah, adanya sistem ranking di kelas yang dapat menyebabkan orang semakin tidak percaya diri (khusunya bagi mereka yang mendapat rangking-rangking akhir) dan hal ini akan memancing mereka untuk membuat perkumpulan anak-anak pintar dan anak-anak bodoh. Selain itu dalam dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan. 

Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar. 

Kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi masalah yang harus diperbaiki. Pasalnya kurikulum di Indonesia hampir setiap tahun mengalami perombakan dan belum adanya standar kurikulum yang digunakan. Mengingat sering adanya perubahan kurikulum pendidikan akan membuat proses belajar mengajar terganggu. Karena fokus pembelajaran yang dilakukan oleh guru akan berganti mengikuti adanya kurikulum yang baru. Terlebih jika inti kurikulum yang digunakan berbeda dengan kurikulum lama sehingga mengakibatkan penyesuaian proses pembelajaran yang cukup lama. 


Melihat begitu banyaknya masalah pendidikan di Indonesia maka dibutuhkan solusi tepat untuk mengatasinya. Solusi yang dapat membatu pemerintah untuk meringankan beban pendidikan di Indonesia. Untuk membantu mengatasi masalah pendidikan dibutuhkan adanya lembaga yang membantu pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menjaring kerjasama untuk memperoleh dana pendidikan, dan menggalang dukungan untuk pendidikan yang lebih baik. Lembaga perantara tersebut bekerjasama dengan pemerintah, pihak swasta, dan kelompok masyarakat untuk bersama-sama memberbaiki kualitas pendidikan di Indonesia mengingat tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama.

Sumber http://www.guruberbahasa.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel