KEMDIKBUD : HIMBAUAN KEMENPANRB ADALAH UNTUK KEBAIKAN GURU


Saat ini guru Indonesia sudah independen, bebas menentukan sikap dan tidak terkungkung lagi oleh kepentingan politik siapapun. Dalam hal ini termasuk dalam kepentingan politik sesaat pengurus yang mengatasnamakan organisasi guru.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Sumarna Surapranata meminta organisasi profesi guru untuk tidak sepatutnya mengatasnamakan guru. “Seolah-olah demi kepentingan mereka melakukan pengerahan masa yang dibungkus dengan perayaan,” ujar pria yang biasa disapa Pranata.

Apalagi, lanjut dia, perayaan itu jauh dari profesionalitas dan kode etik guru. Menurut Pranata sudah saatnya para guru Indonesia unjuk diri mengedepankan profesionalitas.

Sehingga, tambah dia, bisa menghasilkan karya-karya terbaik untuk bangsa dan negara. Pengrusakan wibawa guru sebagai pendidik yang dilaukan segelintir pihak juga bisa terhindari.  

Pada dasarnya, Pranata menegaskan, tidak ada kekhawatiran apapun ihwal perayaan hari guru yang dilakukan sebuah organisasi. Hal ini dilakukan agar guru dapat menjaga marwah kemuliaan mereka.

“Dengan demikian, mereka mampu menjaga netralitas berdiri di atas organisasi profesi guru yang berasal dari, oleh, dan untuk guru yang hakiki,” jelas dia.

Surat edaran yang dikeluarkan pemerintah juga dinilai sebagai rangka menjawab kekhawatiran Pemda. Dalam hal ini, kata dia, terkait netralitas guru yang memang harus steril dari kepentingan sesaat.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Yuddy Chrisnandi mengimbau seluruh guru untuk tidak mengikuti perayaan guru yang diselenggarakan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 13 Desember 2015. Hal diungkapkan Yuddy melalui surat edaran perayaan hari guru 2015 pada 7 Desember 2015 bernomor B/3903/M.PANRB/12/2015.

“Kami meminta para guru di seluruh Indonesia untuk lebih fokus memberikan pelayanan pendidikan berkualitas kepada peserta didik di manapun  bapak/ibu bertugas,” tulis Yuddy  dalam surat edarannya. Ini dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban professional kepada masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, semua aktivitas guru sebagai pendidik harus merujuk pada tujuan pendidikan dan kode etik guru.

Sementara itu menurut Ketua Umum Forum Honorer Kategori Dua Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih menduga pemerintah ketakutan bila HUT PGRI yang ke-70 menjadi momen menagih janji pemerintah untuk mengangkat honorer K2 mereka menjadi CPNS.

“Kenapa harus takut guru-guru kumpul? Apa takut kalau kami demo lagi minta diangkat CPNS,” seru Titi seperti dikutip jpnn (Grup pojoksatu.id), Rabu (9/12/2015).

Ditambahkan Ketua Tim Investigasi FHK2I Riyanto Agung Subekti alias Itong, inkonsistensi pemerintah sudah sangat nampak, pertama tidak mematuhi UUGD tahun 2005 dan PP 74 tahun 2008 yang mengharuskan seluruh guru digaji pemerintah di atas kebutuhan minimal. Tapi nyatanya masih ada guru dengan gaji Rp 150 ribu. Kedua Juknis TPG yang “melarang guru sakit” simbol kebijakan yang sakit pula.

“Pemerintah terlihat cerdas dalam mengurus kepentingan politik dan anggaran namun nampak bodoh atau sangat bodoh ketika mengurus guru. Kemana pemerintah? Dimana pemerintah? Maka bila kemudian PGRI membludak di GBK tanggal 13 Desember 2015 akan menjadi penjelasan terhadap publik ternyata mayoritas guru gagal dilayani pemerintah,” bebernya.

Baik Titi maupun Itong menilai, seruan MenPAN-RB dan Mendikbud adalah seruan birokrat yang terlahir dari rahim partai politik yang selalu berorientasi politik.

Ketika surat edaran ini ditujukan kepada para kepala daerah dan kepala dinas pendidikan yang mayoritas lebih memiliki kedekatan dan rasa kekeluargaan dengan para guru di daerah maka surat ini pasti 99 persen akan diabaikan.

“Jangan salahkan PGRI bila surat MenPAN-RB dan Mendikbud ini seperti menampar muka pemerintah sendiri. Memberi kebijakan dan kebijakan itu tak ditaati maka ini sama dengan menampar kehormatan muka pemerintah sendiri. Kasihan pemerintah sekarang ini,” tuturnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan dalam draf surat edaran (SE), menegaskan undangan PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) bukan arahan resmi pemerintah.

Itu sebabnya, seluruh guru di Indonesia diminta tidak kumpul-kumpul pada 13 Desember 2013 meski disebut sebagai peringatan HUT PGRI ke-70.

Sementara, Surat Edaran MenPAN-RB  Nomor B/3909/M.PANRB/ 12/2015 tertanggal 7 Desember 2015 perihal Perayaan Hari Guru 2015, dikirim kepada Gubernur, Bupati, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota.

Dalam surat itu, MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi meminta semua guru menghindari aktivitas yang bisa mengurangi citra guru sebagai pendidik profesional.

Salah satunya ialah melarang guru ikut serta dalam kegiatan perayaan Guru dan peringatan Persatuan Guru Republik Indonesia yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2015.

Sumber https://www.pgrionline.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel