SISTEM PENDIDIKAN TERBUKA DAN JARAK JAUH
Saturday, October 31, 2015
JAKARTA - Sistem pendidikan terbuka dan jarak jauh belum begitu familiar di masyarakat. Padahal, sistem belajar yang menawarkan metodologi pembelajaran berbeda dari pendidikan pada umumnya ini memiliki sejumlah keunggulan.
Pembantu Rektor IV Universitas Terbuka (UT) Mohamad Yunus menyampaikan, Pendidikan Tinggi Terbuka dan Jarak Jauh (PTTJJ) ini terbukti efektif meningkatkan daya jangkau dan pemerataan kesempatan pendidikan tinggi yang berkualitas bagi seluruh warga negara Indonesia, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil sekalipun.
UT dibentuk pemerintah atas dasar pemikiran setiap warga negara berhak mendapatkan layanan pendidikan oleh negara. Sebab, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang ada sangat terbatas dan tidak dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang tersebar di berbagai daerah, terutama di wilayah tertinggal.
"Pendidikan harus bisa menjangkau setiap warga negara tanpa terkecuali. Mereka berhak atas pendidikan yang layak. Karena itu, pemerintah mengembangkan pendidikan terbuka dan jarak jauh," kata Mohamad Yunus dalam Sarasehan bersama sejumlah petinggi Koran SINDO, di Auditorium Koran Sindo, Jakarta Pusat, Rabu 28 Oktober kemarin.
Sayangnya, sebagian masyarakat masih memandang sebelah mata terhadap sistem pendidikan ini. Stigma PTTJJ sebagai perguruan tinggi kelas dua, menurut Yunus, adalah akibat paradigma yang keliru terhadap tujuan pendidikan.
Kultur pendidikan bangsa ini memang dimonopoli dengan sistem pembelajaran klasikal dan tatap muka, tanpa diperkenalkan model pendidikan lain, sebagaimana dikembangkan PTTJJ. "UT membantu pencapaian tujuan belajar tanpa memandang kondisi geografis, waktu, dan ekonomi mahasiswa," katanya.
Karena misi tersebut, dalam implementasinya, UT tidak membatasi jangka waktu penyelesaian studi dan tidak memberlakukan sistem drop out terhadap mahasiswa. UT juga tidak membatasi usia calon mahasiswa yang akan mengikuti pendidikan di kampus itu. Waktu dan tempat pembelajaran UT pun fleksibel, menyesuaikan kondisi dan kebutuhan mahasiswa.
"PTTJJ mengedepankan sistem pendidikan yang mandiri. Bahan ajar berupa buku, CD, dan bahan ajar berbasis komputer serta internet dipelajari secara mandiri. Sehingga mereka dapat belajar dan bereksplorasi di manapun, kapanpun," katanya.
Untuk meluruskan paradigma masyarakat terhadap PTTJJ, Yunus mengajak media ikut berperan aktif dalam menyosialisasikan UT ke tengah masyarakat. Sehingga, maksud pendirian UT untuk misi pemerataan pendidikan bagi seluruh masyarakat Indonesia dapat tercapai.
Berbicara kualitas, Yunus mengklaim universitasnya tidak mau kalah dengan PTN lain. UT bahkan telah mendapatkan pengakuan sebagai rujukan PTTJJ di berbagai negara, serta terakreditasi baik tingkat nasional maupun internasional. Di tingkat nasional, UT memperoleh akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan tinggi (BAN-PT).
Di level internasional, menurut Yunus, UT memperoleh sertifikat kualitas dari The International Council for Open and Distance Education (ICDE). "Berdasarkan data penelitian kami, 92% alumni UT bekerja, hanya 8% yang menganggur. Ini menunjukkan Perguruan Tinggi manapun tidak ada yang bisa menjamin masa depan mahasiswanya, tergantung mahasiswa itu sendiri," katanya.
Wakil Pemimpin Redaksi Koran Sindo Djaka Susila menyambut positif UT yang ingin menggandeng media dalam menyosialisasikan perguruan tinggi negeri tersebut. Djaka menandaskan, di samping menjadi sistem pendidikan yang strategis bagi masyarakat di daerah, PTTJJ menjadi sistem pendidikan yang solutif di tengah mobilitas masyarakat modern yang tidak memungkinkan belajar tatap muka.
Djaka juga menganggap penting sosialisasi terhadap sistem pendidikan yang dikembangkan UT. Masyarakat perlu diperkenalkan dengan sistem pendidikan yang mengedepankan fleksibilitas dan kemandirian, serta mengakomodir kebutuhan mahasiswa.
Tidak hanya sosialisasi terhadap perguruan tinggi dan sistem pendidikan yang dikembangkan, Djaka memandang perlu mempublikasikan perjuangan mahasiswa UT di daerah terpencil demi memperoleh layanan pendidikan tinggi sebagai laporan human interest untuk menggerakkan hati pembaca.
"Ini sekaligus menyadarkan bahwa Indonesia bukanlah Jawa, bagaimana akses pendidikan ini juga bisa diperoleh masyarakat terpencil di Papua misalnya, melalui sistem pendidikan terbuka ini," katanya.
Sumber https://www.pgrionline.com/