6 Ciri Pewawancara Yang Baik
Thursday, April 9, 2015
Apakah anda berprofesi sebagai wartawan atau mahasiswa yang sedang melaksanakan penelitian sosial?. Tentunya dalam mengorek informasi dari narasumber diperlukan kemampuan
wawancara yang baik. Dalam hal ini diperlukan seorang pewawancara yang dapat membawa diri dan dapat bergaul secara luwes dengan komunitas responden yang banyak berasal dari berbagai strata sosial. Pewawancara harus bisa menyampaikan pertanyaan kepada responden dan merangsang responden untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Jika tugas seperti itu dilakukan dengan baik maka ia layak disebut sebagai pewawancara yang baik. Untuk menjadi seorang pewawancara yang baik dibutuhkan keterampilan melakukan wawancara, mempunyai motivasi tinggi, tidak ragu dan takut menyampaikan pertanyaan kepada responden.
wawancara yang baik. Dalam hal ini diperlukan seorang pewawancara yang dapat membawa diri dan dapat bergaul secara luwes dengan komunitas responden yang banyak berasal dari berbagai strata sosial. Pewawancara harus bisa menyampaikan pertanyaan kepada responden dan merangsang responden untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan. Jika tugas seperti itu dilakukan dengan baik maka ia layak disebut sebagai pewawancara yang baik. Untuk menjadi seorang pewawancara yang baik dibutuhkan keterampilan melakukan wawancara, mempunyai motivasi tinggi, tidak ragu dan takut menyampaikan pertanyaan kepada responden.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tentang situasi wawancara. Seorang pewawancara yang baik harus dapat membaca situasi masyarakat tempat tinggal responden. Selain itu pewawancara perlu memerhatikan apakah waktunya tepat dilakukan wawancara atau tidak. Tugas pewawancara adalah menjelaskan duduk permasalahan dengan benar agar responden dapat mengerti dan memahaminya sehingga kemudian tertarik dan bersedia menjawab pertanyaan. Moser dan Kalton, menunjukkan beberapa kualifikasi pewawancara yang baik, diantaranya:
1. Jujur. Tidak memanipulasi apalagi memberi sendiri tanpa melakukan wawancara. Misalnya karena rumah responden jauh, kepanasan dan terlalu capek apalagi tidak ada orang lain maka kuesioner diisi sendiri di bawah pohon atau di tempat lain.
2. Mempunyai minat. Jika pewawancara kurang berminat terhadap topik penelitian, maka hasil wawancaranya sering kurang baik. Masalah minat ini seringkali berkaitan dengan masalah kejenuhan dan kebosanan pewawancara. Misalnya, ia telah melakukan wawancara secara maraton dalam waktu yang cukup lama sehingga merasa jenuh dan bosan. Untuk mengatasi masalah itu biasanya aktivitas wawancara tidak dilakukan sebagai kegiatan tetap dan kontinue namun sebagai kegiatan tidak tetap.
3. Berkepribadian. Seorang pewawancara sudah sepantasnya tidak berperilaku berlebihan alias overacting. Bersikaplah secara luwes, fleksibel dan tidak temperamental. Ketika mengajukan pertanyaan tidak bernada tinggi dan emosional.
4. Adaptif. Ketika wawancara maka seorang pewawancara yang baik harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan responden, kebiasaan dan adat istiadatnya. Jika pewawancara dari kota sebaiknya tidak membawa kebiasaan di kota ke desa.
5. Akurasi. Pewawancara haruslah bersikap disiplin tinggi sehingga dapat melakukan wawancara dengan akurat dan cermat. Artinya ia harus mengikuti metode kerja yang telah ditentukan, dapat menerjemahkan pertanyaan dengan baik agar dimengerti responden dan kemudian mencatatnya dengan baik dan cermat.
6. Berpendidikan. Pewawancara tidak harus berpendidikan terlalu tinggi misalnya sarjana. Tingginya pendidikan justru sering membuat ia cepat jenuh dan bosan karena harus mengulang pertanyaan sama.