Biografi Ibnu Khatib (Dokter Penggenal Sabun di Eropa dan Politikus Handal)
Monday, June 2, 2014
Nama lengkap Ibnu al-Khatib adalah Muhammad bin Utsman Ibnu al-Khatib. Ia lahir pada tahun 713 H. Sejak kecil, al-Khatib sudah akrab dengan ilmu pengetahuan.
Ada suatu peristiwa yang membuat nama al-Khatib terkenal. Saat itu, wabah Demam Hitam (Black Fever) yang merenggut ribuan nyawa sedang menjangkit Eropa. Para rahib Nasrani mengatakan bahwa wabah tersebut adalah penyakit kutukan. Namun, al-Khatib justru tertarik untuk menelusuri dan menelitinya dengan cermat, hingga akhirnya ia menyimpulkan bahwa korban Demam Hitam adalah mereka yang tubuhnya dipenuhi daki karena tidak pernah memakai sabun ketika mandi. Sehubungan dengan hal itu, para tabib Muslim lalu membagikan bahan pembersih tubuh (sabun), yang ketika itu belum dikenal di Eropa, secara gratis kepada masyarakat. Orang Eropa pun menyebutnya "soap", yang sesungguhnya berasal dari bahasa Arab "suf" yang berarti pembersih.
Ibnu al-Khatib adalah seorang dokter sejarah, politikus, pengarang, dan penyair Andalusia. Ia banyak mengarang buku sejarah yang bernuansa Spanyol dan Maroko. Selain itu, ia juga mengarang sejumlah buku catatan perjalanan dan makalah sastra. Sebagai penulis, namanya sangat terkenal disebabkan gaya bahasanya yang bagus dan pembaruannya di bidang bahasa.
Salah satu karya penting Ibnu al-Khatib di bidang kedokteran adalah sebuah buku tentang panyakit sampar. Kelebihan buku ini terletak pada keberanian si penulis memberikan argumentasi yang memuaskan sebagai pembelaan atas pemikiran yang berlawanan dengannya. Teori kedokteran yang dikemukakan Ibnu Khatib dalam buku tersebut bertentangan dengan hadits Nabi. Ia berkatan bahwa seorang Muslim harus memiliki prinsip jika bukti yang diambil dari hadits harus diluruskan atau jika apa yang disampaikan oleh hadits tersebut bertentangan dengan bukti yang terlihat oleh indra. Lewat karyanya tersebut, Ibnu al-Khatib telah memberikan bukti kebebasan berpendapat.
Keberanian Ibnu al-Khatib lainnya terlihat ketika ia menulis sebuah risalah kedokteran yang berjudul Amal man Thabba Liman Habba. Dalam risalah itu, ia menggugurkan berbagai persoalan khilafiyah hingga batas yang sangat jauh. Misalnya, keputusannya untuk memberi obat penguat ingatan karena sebab-sebab sosial menggunakan khamer untuk tujuan kedokteran.
Selain menulis karya kedokteran, Ibnu al-Khatib juga menulis sejumlah karya sejarah, geografi, syair, sastra, tasawuf, dan filsafat. Karyanya yang paling penting dalam sejarah adalah al-Ihalah fi Ahbar Garnalah, sebuah ensiklopedi riwayat hidup para ilmuwan Andalusia secara umum. Buku ini menjadi rujukan Islam paling penting tentang kerajaan Granada dalam hal sejarah para tokoh, sastra, dan peradabannya. Ibnu al-Khatib juga memasukkan riwayat hidupnya sendiri secara lengkap dalam buku itu.
Ibnu a-Khatib adalah penulis dan penyair besar Andalusia. Semua itu tercermin dari karya-karyanya yang kaya ide dan wawasan. Sebagai seorang penyair, gaya bahasanya sangat indah sehingga sulit ditandingi oleh para penyair Andalusia lain pada masa itu. Adapun dalam bidang prosa, Ibnu al-Khatib mengkhususkan diri menulis prosa seputar masalah politik dan surat-surat diplomasi, yang pernah ditulisnya mewakili sang sultan untuk raja-raja di Spanyol dan para sultan di Maroko dan sebuah buku yang berjudul Rayhanah al-Kuttab. Kelebihan buku ini adalah bahasanya yang enak dibaca dan kalimatnya yang singkat. Melalui Rayhanah al-Kuttab kepiawaian Ibnu al-Khatib dalam bidang politik terlihat jelas, pun wawasannya yang jauh ke depan. Ia melihat Andalusia kelak akan hancur karena perbuatannya sendiri. Pada akhirnya, negara tersebut memang hancur oleh hawa nafsu dan fitnah.
Dalam bukunya yang terkenal, Nafth al-Thayyib, al-Maqri al-Til Matsani mengulas tentang sosok Ibnu al-Khatib, syair, dan prosanya yang mengagumkan. Ulasan tersebut ditulisnya dalam dua jilid Nafth al-Thayyibb dari sepuluh jilid yang ada.
Ibnu al-Khatib wafat pada tahun 776 H di Andalusia.
Sumber http://www.zulfanafdhilla.com/
Ada suatu peristiwa yang membuat nama al-Khatib terkenal. Saat itu, wabah Demam Hitam (Black Fever) yang merenggut ribuan nyawa sedang menjangkit Eropa. Para rahib Nasrani mengatakan bahwa wabah tersebut adalah penyakit kutukan. Namun, al-Khatib justru tertarik untuk menelusuri dan menelitinya dengan cermat, hingga akhirnya ia menyimpulkan bahwa korban Demam Hitam adalah mereka yang tubuhnya dipenuhi daki karena tidak pernah memakai sabun ketika mandi. Sehubungan dengan hal itu, para tabib Muslim lalu membagikan bahan pembersih tubuh (sabun), yang ketika itu belum dikenal di Eropa, secara gratis kepada masyarakat. Orang Eropa pun menyebutnya "soap", yang sesungguhnya berasal dari bahasa Arab "suf" yang berarti pembersih.
Ibnu al-Khatib adalah seorang dokter sejarah, politikus, pengarang, dan penyair Andalusia. Ia banyak mengarang buku sejarah yang bernuansa Spanyol dan Maroko. Selain itu, ia juga mengarang sejumlah buku catatan perjalanan dan makalah sastra. Sebagai penulis, namanya sangat terkenal disebabkan gaya bahasanya yang bagus dan pembaruannya di bidang bahasa.
Salah satu karya penting Ibnu al-Khatib di bidang kedokteran adalah sebuah buku tentang panyakit sampar. Kelebihan buku ini terletak pada keberanian si penulis memberikan argumentasi yang memuaskan sebagai pembelaan atas pemikiran yang berlawanan dengannya. Teori kedokteran yang dikemukakan Ibnu Khatib dalam buku tersebut bertentangan dengan hadits Nabi. Ia berkatan bahwa seorang Muslim harus memiliki prinsip jika bukti yang diambil dari hadits harus diluruskan atau jika apa yang disampaikan oleh hadits tersebut bertentangan dengan bukti yang terlihat oleh indra. Lewat karyanya tersebut, Ibnu al-Khatib telah memberikan bukti kebebasan berpendapat.
Keberanian Ibnu al-Khatib lainnya terlihat ketika ia menulis sebuah risalah kedokteran yang berjudul Amal man Thabba Liman Habba. Dalam risalah itu, ia menggugurkan berbagai persoalan khilafiyah hingga batas yang sangat jauh. Misalnya, keputusannya untuk memberi obat penguat ingatan karena sebab-sebab sosial menggunakan khamer untuk tujuan kedokteran.
Selain menulis karya kedokteran, Ibnu al-Khatib juga menulis sejumlah karya sejarah, geografi, syair, sastra, tasawuf, dan filsafat. Karyanya yang paling penting dalam sejarah adalah al-Ihalah fi Ahbar Garnalah, sebuah ensiklopedi riwayat hidup para ilmuwan Andalusia secara umum. Buku ini menjadi rujukan Islam paling penting tentang kerajaan Granada dalam hal sejarah para tokoh, sastra, dan peradabannya. Ibnu al-Khatib juga memasukkan riwayat hidupnya sendiri secara lengkap dalam buku itu.
Ibnu a-Khatib adalah penulis dan penyair besar Andalusia. Semua itu tercermin dari karya-karyanya yang kaya ide dan wawasan. Sebagai seorang penyair, gaya bahasanya sangat indah sehingga sulit ditandingi oleh para penyair Andalusia lain pada masa itu. Adapun dalam bidang prosa, Ibnu al-Khatib mengkhususkan diri menulis prosa seputar masalah politik dan surat-surat diplomasi, yang pernah ditulisnya mewakili sang sultan untuk raja-raja di Spanyol dan para sultan di Maroko dan sebuah buku yang berjudul Rayhanah al-Kuttab. Kelebihan buku ini adalah bahasanya yang enak dibaca dan kalimatnya yang singkat. Melalui Rayhanah al-Kuttab kepiawaian Ibnu al-Khatib dalam bidang politik terlihat jelas, pun wawasannya yang jauh ke depan. Ia melihat Andalusia kelak akan hancur karena perbuatannya sendiri. Pada akhirnya, negara tersebut memang hancur oleh hawa nafsu dan fitnah.
Dalam bukunya yang terkenal, Nafth al-Thayyib, al-Maqri al-Til Matsani mengulas tentang sosok Ibnu al-Khatib, syair, dan prosanya yang mengagumkan. Ulasan tersebut ditulisnya dalam dua jilid Nafth al-Thayyibb dari sepuluh jilid yang ada.
Ibnu al-Khatib wafat pada tahun 776 H di Andalusia.