Teori Pembentukkan Tata Surya (Solar System Creation)
Saturday, December 14, 2013
Tata Surya merupakan suatu sistem yang terdiri atas matahari sebagai bintang pusatnya dan 8 planet yang mengitarinya.
Tata Surya berada pada salah satu titik di galaksi Bima Sakti. Proses pembentukkan tata surya hingga kini belum diketahui secara pasti, akan tetapi banyak ahli astronomi yang mencoba mengemukakan pendapatnya mengenai awal mula tata surya terbentuk. 1. Teori Nebula
Pendapat ini dikemukakan oleh filsuf Jerman Immanuel Kant. Ia berpendapat bahwa tata surya berawal dari gumpalan kabut (nebula) di alam semesta kemudian kabut tersebut perlahan-lahan berputar. Inti kabut lama kelamaan menjadi matahari sedangkan kabut-kabut di pinggirnya membentuk planet.
Teori Nebula dipandang sukses dalam menjelaskan tata surya datar, yaitu bidang orbit Planet-Planet mengitari Matahari hampir merupakan bidang datar. Teori ini juga dipandang sukses dalam menjelaskan mengapa planet-planet berevolusi dalam arah yang seragam.
Ide untuk menjelaskan bidang tata surya hampir datar didasarkan pada hukum kekekalan momentum sudut. Contoh terkenal untuk memahami hal ini adalah gerak rotasi seorang pemain sepatu es (sepatu luncur). Pemain es mula- mula berotasi dengan merentangkan kedua lengannya, jika ketika sedang berotasi kemudian pemain tersebut menarik kedua lengannya hingga terlipat, maka laju rotasinya akan bertambah, karena momentum sudutnya tetap. Mirip dengan peritiwa itu, ketika sebuah Nebula yang sedang berotasi perlahan-lahan ukurannya menyusut, maka Nebula tersebut akan berotasi dengan kelajuan yang lebih cepat dan akan runtuh ke bawah sepanjang poros putarnya dan membentuk suatu bidang cakram datar, yang sering disebut tata surya datar. Seberapa lama teori dapat bertahan dan menjadi pegangan orang-orang?
Seratus tahun kemudian, ahli Fisika terkenal berkebangsaan Inggris, James Clerk Maxwell dan Sir James Jeans melakukan sanggahan terhadap teori ini dengan cara menunjukkan bahwa massa bahan dalam gelang-gelang tidak cukup untuk menghasilkan tarikan gravitasi sehingga memadat menjadi planet-planet. Sanggahan lain terhadap teori Nebula juga datang dari astronom F. R. Moulton dari Chicago pada penghujung abad 19. Ia menyatakan bahwa teori ini bertentangan dengan kaidah fisika, yaitu yang seharusnya memiliki momentum sudut paling besar adalah planet-planet, dan bukannya Matahari. Menurut teori Nebula, Matahari memiliki momentum sudut paling besar karena memiliki massa paling besar.
Teori Nebula dipandang sukses dalam menjelaskan tata surya datar, yaitu bidang orbit Planet-Planet mengitari Matahari hampir merupakan bidang datar. Teori ini juga dipandang sukses dalam menjelaskan mengapa planet-planet berevolusi dalam arah yang seragam.
Ide untuk menjelaskan bidang tata surya hampir datar didasarkan pada hukum kekekalan momentum sudut. Contoh terkenal untuk memahami hal ini adalah gerak rotasi seorang pemain sepatu es (sepatu luncur). Pemain es mula- mula berotasi dengan merentangkan kedua lengannya, jika ketika sedang berotasi kemudian pemain tersebut menarik kedua lengannya hingga terlipat, maka laju rotasinya akan bertambah, karena momentum sudutnya tetap. Mirip dengan peritiwa itu, ketika sebuah Nebula yang sedang berotasi perlahan-lahan ukurannya menyusut, maka Nebula tersebut akan berotasi dengan kelajuan yang lebih cepat dan akan runtuh ke bawah sepanjang poros putarnya dan membentuk suatu bidang cakram datar, yang sering disebut tata surya datar. Seberapa lama teori dapat bertahan dan menjadi pegangan orang-orang?
Seratus tahun kemudian, ahli Fisika terkenal berkebangsaan Inggris, James Clerk Maxwell dan Sir James Jeans melakukan sanggahan terhadap teori ini dengan cara menunjukkan bahwa massa bahan dalam gelang-gelang tidak cukup untuk menghasilkan tarikan gravitasi sehingga memadat menjadi planet-planet. Sanggahan lain terhadap teori Nebula juga datang dari astronom F. R. Moulton dari Chicago pada penghujung abad 19. Ia menyatakan bahwa teori ini bertentangan dengan kaidah fisika, yaitu yang seharusnya memiliki momentum sudut paling besar adalah planet-planet, dan bukannya Matahari. Menurut teori Nebula, Matahari memiliki momentum sudut paling besar karena memiliki massa paling besar.
Solar System Creation |
2. Teori Planetesimal
Teori ini dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlain yaitu seorang ahli geologi Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa awal mula terbentuknya tata surya seperti sebuah kabut pijar yang didalamnya terdiri dari materi padat kemudian berhamburan yang disebut planetesimal. Setelah matahari terbentuk kemudian ada sebuah bintang mendekat dan menimbulkan gaya pasang naik pada matahari. Sebagian massa matahari tertarik ke arah bintang tadi. Ketika bintang tersebut menjauh dari matahari, massa matahari yang berhamburan akibat gaya pasang tadi berubah menjadi planet-planet.
Ilustrasi Planetesimal |
3. Teori Pasang Surut Gas
Planetesimal dapat diartikan sebagai planet kecil. Menurut teori ini, Matahari telah ada sebelum terbentuknya tata surya sebagai salah satu Bintang yang banyak terdapat di langit. Pada suatu saat, Matahari berpapasan pada jarak yang tidak terlalu jauh dengan sebuah Bintang lain. Karena adanya tarikan gravitasi Bintang tersebut, maka sebagian bahan pada Matahari (mirip lidah api raksasa) tertarik ke arah Bintang itu. Ketika Bintang yang berpapasan tersebut menjauh kembali, sebagian lidah api raksasa tersebut jatuh kembali ke matahari dan sebagian lagi terhambur menjadi gumpalan-gumpalan kecil atau Planetesimal. Planetesimal-Planetesimal tersebut kemudian melayang-layang di angkasa sebagai benda-benda dingin dalam orbit mengitari Matahari. Akibat adanya tumbukkan dan tarikan gravitasi, Planetesimal yang lebih besar menyapu yang lebih kecil bergabung membentuk planet-planet.
4. Teori Bintang Kembar
Teori ini dikemukakan oleh Lyttleton. Ia berpendapat bahwa dahulu matahari memiliki satu bintang yang sama. Bintang tersebut kemudian berevolusi dan menyebabkan ada materi yang terjebak pada bintang induk yaitu matahari, sisanya meledak berhamburan ke ruang angkasa dan membentuk planet.
Teori Bintang Kembar |
5. Teori Protoplanet
Teori Proto Planet merupakan teori yang populer saat ini. Bagaimana terbentuknya tatasurya menurut teori ini ? Proto adalah kata pada bahasa Yunani yang berarti primitif. Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh seorang astronom Jerman yang bernama Carl Von Weizsaeker pada tahun 1940, yang kemudian disempurnakan lagi oleh astronom lain, yaitu Gerard P. Kuiper pada tahun 1950, Subrahmanyan Chandrasekhar. Dalam teori ini mengatakan bahwa tata surya berawal dari awan antar bintang (nebula) kemudian matahari terbentuk di pusatnya. Kabut-kabut di pinggiran matahari kemudian berevolusi membentuk protoplanet. Protoplanet ini kemudian berkembang menjadi sebuah planet.
Pada dasarnya teori ini menyatakan bahwa tata surya terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu sehingga teori ini dikenal juga sebagai teori awan debu. Dasar pemikiran ke arah itu adalah adanya fakta yang menunjukkan bahwa di jagat raya banyak ditemukan gumpalan awan seperti itu. Labih dari lima milyar tahun yang lalu, salah satu gumpalan awan itu mengalami pemampatan. Pada proses pemampatan tersebut, partikel-partikel debu tertarik ke dalam menuju pusat awan membentuk gumpalan bola dan mulai berotasi. Seperti pada ilustrasi pemain sepatu es, begitu partikel-partikel debu yang berada di pingggir tertarik ke dalam, maka laju rotasi gumpalan awan harus bertambah agar momentum sudut gumpalan bernilai tetap. Karena rotasinya yang makin cepat, maka gumpalan
tersebut akan mulai memipih (mendatar) menyerupai bentuk cakram, yaitu tebal di bagian tengah dan tipis di bagian tepi. Hukum ketiga Kepler menyatakan bahwa di bagian tengah harus berotasi lebih cepat dari pada di bagian pinggir. Akibatnya partikel-partikel yang berada di bagian tengah akan saling menekan dan menimbulkan panas dan berpijar. Bagian tengah yang berpijar ini disebut Proto Sun (Bakal Matahari), yang pada akhirnya menjadi Matahari.
Bagian tepi atau bagian yang lebih luar berotasi sangat cepat, sehingga terpecah-pecah menjadi banyak gumpalan gas dan debu yang lebih kecil. Gumpalan kecil ini disebut Proto Plasma juga berotasi, dan akhirnya memadat menjadi planet-Planet dan Satelit-Satelitnya
Pada dasarnya teori ini menyatakan bahwa tata surya terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu sehingga teori ini dikenal juga sebagai teori awan debu. Dasar pemikiran ke arah itu adalah adanya fakta yang menunjukkan bahwa di jagat raya banyak ditemukan gumpalan awan seperti itu. Labih dari lima milyar tahun yang lalu, salah satu gumpalan awan itu mengalami pemampatan. Pada proses pemampatan tersebut, partikel-partikel debu tertarik ke dalam menuju pusat awan membentuk gumpalan bola dan mulai berotasi. Seperti pada ilustrasi pemain sepatu es, begitu partikel-partikel debu yang berada di pingggir tertarik ke dalam, maka laju rotasi gumpalan awan harus bertambah agar momentum sudut gumpalan bernilai tetap. Karena rotasinya yang makin cepat, maka gumpalan
tersebut akan mulai memipih (mendatar) menyerupai bentuk cakram, yaitu tebal di bagian tengah dan tipis di bagian tepi. Hukum ketiga Kepler menyatakan bahwa di bagian tengah harus berotasi lebih cepat dari pada di bagian pinggir. Akibatnya partikel-partikel yang berada di bagian tengah akan saling menekan dan menimbulkan panas dan berpijar. Bagian tengah yang berpijar ini disebut Proto Sun (Bakal Matahari), yang pada akhirnya menjadi Matahari.
Bagian tepi atau bagian yang lebih luar berotasi sangat cepat, sehingga terpecah-pecah menjadi banyak gumpalan gas dan debu yang lebih kecil. Gumpalan kecil ini disebut Proto Plasma juga berotasi, dan akhirnya memadat menjadi planet-Planet dan Satelit-Satelitnya
Nebula di Alam Semesta |
Sumber dan Gambar:
Sumber https://geograph88.blogspot.com/