Contoh Studi Kasus Mencari Masalah
Saturday, July 21, 2012
Study Case in SMP Muhammadiyah
Oleh: M. Ahkam A
Studi kasus ini dilakukan pada hari Jumat di SMP Muhammadiyah Makassar pada tanggal 30 maret, tepatnya pada kelas VII C. Studi kasus ini diadakan atas dasar pengobservasian dalam hal perkembangan pengajaran bahasa inggris ataupun masalah-masaah yang terjadi di dalam kelas- baik itu dirasakan oleh guru, siswa, ataupun pengobservasi sendri. Lebih jauh lagi kesenjangan yang terjadi khususnya yang terdapat di kelas yang diobservasi diharapakan mampu diberikan solusi oleh pengobservasi atau si peneliti kelak. Studi kasus sangat berguna dalam mencari masalah-masalah yang dapat terjadi didalam kelas dan membuat hipotesis terhadap masalah itu yang kelak dapat menjadi dasar riset selanjutnya.
Kelas VII C (diurut bedasarkan urutan nama para siswa) yang terdiri dari 30 orang siswi tanpa seorang siswa (laki-laki) diajar oleh seorang guru perempuan berinisial NU. Bu NU yang mengajar kelas ini memilih untuk mengajar mereka di ruangan laburatorium bahasa inggis (meeting club) dengan dasar keefektifan. Ruangan yang ditempati ini cuku luas tanpa ada kursi untuk para siswa- siswa harus duduk melantai. Tanpa adanya bantuan power point ataupun yang sejenisnya- hanya dengan menggunakan papan tulis, spidol, dan bantuan buku pegangan siswa yang telah dirancang oleh pihak sekolah, lebih tepatnya dirancang oleh para guru bahasa inggris disekolah itu dengan berdasar pada silabus oleh pihak Mendiknas- bu NU memulai pelajaran.
Tak seperti kelas pengajaran bahasa inggris yang bersifat konvensional, sang guru nampak begitu akrab dengan para siswinya. Dalam kelas ini juga sang guru memakai metode diskusi yang membuat para siswi aktif dan ikut larut dalam proses pembelajaran. Walaupun tersedia meja dan kursi khusus untuk guru, sang guru lebih memilih untuk berdiri di depan para siswi dan ikut duduk melantai dengan dasar psikologi siswa- siswa merasa lebih nyaman. Terlebih jauh lagi sang guru lebih mengutamakan penggunaan L2 (bahasa Inggris) untuk para siswa. Sementara untuk sang guru, dia mencoba mengkombinasikan L2 dan L1 (bahasa Indonesia) dengan lebih mengutamakan penggunaan L2.
Tak seperti pada umumnya, tanpa memberi salam- dikarenakan kondisi yang kurang memungkinkan yaitu sang guru telah berada di ruangan kelas (laboratorium) terlebih dahulu dan juga para siswa tidak bersamaan masuk kelas (masih ada beberapa yang terlambat)- bu NU memulai pelajaran dengan mengatur posisi duduk siswa terebih dahulu (management classs) dengan instruksi:
“Don’t sit too close [too your friend]!”
“Move backward!”
Sang guru mereview sekaligus melanjutkan pelajaran pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan sebelumnya itu guru memberikan tugas rumah (PR) kepada siswa yaitu beberapa pertanyaan dari sebuah teks reading (bacaan). Sebelum mereview pelajaran bu NU terlebih dahulu mengecek pekerjaan rumah para siswa. Para siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya dipisahkan dari kelompok siswa lainnya. Mereka diharapkan untuk menyelesaikan tugas mereka terlebih dahulu sebelum ikut pada kelompok siswa yang telah menyelesaikan tugas untuk mengikuti proses belajar mengajar.
Setelah memisahkan para siswa guru melanjutkan proses pembelajaran. Bu NU memulai dengan mengajukan pertanyaan yang ada di teks kepada siswa dan sang guru meminta pendapat para siswa mengenai pertanyaan tersebut.
Cotoh: “What do you think about money?”
Para siswapun dengan antusiasnya mengangkat tangan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sang guru menunjuk beberapa siswa untuk mempersentasikan atau menyampaikan pendapat mereka. Lebih jauh guru mencoba untuk memnyemangati siswa untuk menyampaikan ide yang berbeda dengan siswa sebelumnya. Contoh: “Do you agree with A’s (nama seorang siswa) answer?” atau “Do you think money is very important?”
Diskusi ini terus dijalankan hingga menyelesaikan tahap inti dalam pemberian pelajaran. Dalam proses ini, bu guru tak hanya fokus kepada kelompok siswa yang diijinkan mengikuti proses pembelajaran (yang telah mengerjakan tugas rumah) tapi juga kelompok yang lain (yang belum mengerjakan tugas) walau treatment/perlakuan yang berbeda. Dikelompok terakhir ini guru hanya memberikan petunjuk bagi mereka dalam menyelesaikan tugas rumah mereka yang belum selesai.
Sang guru mengabsen siswa setelah tahap inti pembelajaran selesai. Lanjut, guru memberikan soal “fill in the blanks” yang masih terkait dengan teks reading sebelumnnya. Tugas ini bersifat individu. Dalam tugas ini guru tidak ikut secara langsung dalam membantu siswa mengerjakannya. Tapi guru siap memberikan bantuan kepada siswa yang masih Nampak lemah disbanding yang lainnya.
Setelah menyelesaikan tugas, para siswa mengumpulkan tugas kepada sang guru, di mana guru tidak langsung memeriksa pekerjaan mereka. Setelah semua terkumpul semua siswa diperbolehkan pulang tanpa adanya penutupan secara formal. Hal ini dikarenakan siswa diperbolehkan pulang jika sudah mengumpulkan pekerjaan mereka. Hal ini tak membuat siswa 100% bersamaan pulang dan membuat bu guru tak dalam keadaan yang baik untuk mengatakan penutupan secara formal.
Refleksi Guru:
- Para siswa dalam pembelajaran masih sering ribut yang tak membantu efektifitas pembelajaran.
- Tingkat intelejensi siswa dalam kelas tidak sama. Siswa tidak diurut berdasarkan prestasi dengan alasan kekhawatiran akan adanya diskriminasi baik dalam lingkungan siswa maupun dalam lingkungan guru.
- Siswa masih sering ragu dan malu untuk berbicara mengugunakan bahasa inggris.
- Siswa kurang motivasi untuk belajar bahasa inggris.
- Siswa masih sering tak mengerjakan tugas rumah mereka.
- Siswa masih sulit menulis dalam bahasa inggris dengan baik dikarenakan kurangnya kosakata mereka.
- Metode sang guru yang menggunakan bahasa inggris lebih sebagai bahasa pembelajaran tidak berjalan dengan baik dikarenakan siswa masih lebih sering menggunakan bahasa inggris.
- Mahasiswa masih sering kesulitan membedakan teks report dan teks descriptive.
- Kosakata siswa masih sangat kurang untuk membantu mereka memahami teks bacaan.
- Sulitnya bagi mereka menulis teks berbahasa inggris dikarenakan kurangnya ide dan penguasaan kosakata.
Refleksi siswa:
- Mereka sering malu menggunakan bahasa inggris (speaking) dikarenakan takut salah.
- Mereka masih takut berbahasa inggris (speaking) dikarenakan kurangnya kosakata mereka.
- Mereka menganggap bahasa inggris itu sulit diakenakan harus mempelajari struktur bahasa inggris (grammar) yang mempunyai struktur beda dengan bahasa Indonesia..
- Mereka malas membaca (reading) dikarenakan kurangnya kosakata mereka untuk memahami bacaan tersebut.
- Reading dianggap membosankan.
Refleksi pengobservasi:
- Siswa takut berbahasa inggris (speaking).
- Siswa masih mempunyai banyak kesalahan dalam strukur bahasa inggris (grammar).
- Siswa sering kesulitan dalam menulis (writing) dikarenakan kurangnya penguasaan kosa kata.
- Siswa masih kekurangan pengausaan kosa kata yang seharusnya telah didapatkan ketika masih di sekolah dasar.